Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Anak Berkebutuhan Khusus yang Alami Alergi Butuh Terapi

Basuki Eka Purnama
23/5/2023 10:15
Anak Berkebutuhan Khusus yang Alami Alergi Butuh Terapi
Sejumlah anak berkebutuhan khusus belajar membatik di Rumah Anak Prestasi di Jalan Nginden Semolo, Surabaya, Jawa Timur.(ANTARA/Didik Suharton)

PSIKOLOG anak dan parenting coach Irma Gustiana A mengatakan terapi kepada anak berkebutuhan khusus yang memiliki alergi perlu dilakukan minimal hingga usia sembilan tahun.

Sebab, di usia delapan sampai sembilan tahun, anak akan mengalami perubahan hormonal. Sehingga ketika ada transisi dari anak-anak menuju praremaja, kondisi ini tetap dalam kontrol profesional.

"Biasanya memang anak-anak anak berkebutuhan khusus ini ada alerginya. Jadi memang tubuhnya sangat sensitif. Oleh karena itu, terapi itu penting bagi mereka hingga minimal 9 tahun. Anak-anak seperti ini butuh pengawasan yang terus menerus sampai nanti mereka bisa bertoleransi," kata psikolog lulusan Universitas Indonesia tersebut, dikutip Selasa (25/5).

Baca juga: Anak yang Punya Alergi tidak Perlu Terlalu Dikekang

"Toleransi itu bukan hanya tentang apa yang dia makan. Tetapi juga terhadap lingkungan. Dia bisa adjust atau enggak. Kenapa dia harus diterapi? Karena itu akan membuat dia bisa beradaptasi sama lingkungannya," imbuhnya.

Selanjutnya, Irma menganjurkan agar orangtua tetap menyekolahkan anak tersebut di sekolah yang sesuai. Selain itu, penting juga bagi orangtua untuk memenuhi nutrisi anak dan mengelola emosi dalam menghadapi buah hati yang memiliki kebutuhan khusus.

Akan tetapi, Irma juga mengingatkan agar orangtua tetap menjaga anak dari paparan hal-hal yang memicu alergi pada anak terlebih apabila reaksinya cukup berat. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan tidak menunjukkannya di hadapan sang anak.

Baca juga: 80 Persen Anak dengan Asma Punya Riwayat Alergi

"Jangan sampai anak itu melihat ada makanan yang memicu dia alergi misalnya cokelat. Karena jika dia sudah melihat secara visual, dia pasti ada keinginan. Kalau nggak dipenuhi, kecenderungannya memang akan menunjukkan perilaku yang negatif. Jadi emosinya nggak stabil, tantrum dan lain-lain," kata Irma.

"Jadi, untuk meminimalisir kondisi, kalau perlu jangan diperlihatkan kepada anak. Nah kalau sudah sekolah dan dia misal lihat temannya makan itu, itu akan jadi challenge banget. Biasanya kalau sudah sekolah, itu umumnya tumbuh kembangnya sudah ada perkembangan. Sehingga ada beberapa yang sudah bisa diberikan penjelasan," lanjutnya.

Selain itu, membiasakan anak membawa bekal ke sekolah juga dapat membantu. Dengan demikian, anak lebih terbiasa mengonsumsi bekal dan tidak akan tertarik dengan yang bukan menjadi kebiasaannya. (Ant/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya