KOALISI Free Net From Tobacco (FNFT) mendesak agar pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait seperti Kemenkes, Kominfo dan Badan POM mengeluarkan kebijakan atau regulasi khusus untuk mengatur iklan rokok dan rokok elektrik agar tidak menyasar anak-anak di bawah umur.
FNFT menyatakan kekhawatiran terkait tingginya angka perokok di Indonesia, terutama di kalangan anak, remaja dan perempuan. Berdasarkan data dari organisasi kesehatan dunia, WHO, 19.5% pelajar merupakan perokok, dan 3.5% di antaranya merupakan perempuan. Dari kelompok dewasa, lebih dari 70 juta orang dewasa di Indonesia adalah perokok dan 3.3% di antaranya perempuan.
Fakta ini menunjukkan bahwa ada mata rantai yang harus diputus untuk menekan angka perokok di Indonesia, salah satunya adalah upaya pemasaran rokok yang dapat berupa iklan, promosi, dan sponsor di semua saluran media, termasuk internet.
Baca juga: Polisi Buru Investor Pembuat Sabu Jenis Likuid Vape di Jakbar
Salah satu Presidium Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA) Nia Umar meminta pemerintah untuk benar-benar menyadari bahwa iklan rokok dan rokok elektrik di internet sudah darurat. Dia menyampaikan saat ini kehidupan anak hampir seluruhnya pindah ke internet. Hal itu membuat paparan iklan rokok yang tidak memiliki kontrol semakin mengancam buat anak.
”Kita tahu sejak pandemi, kehidupan seakan berpindah ke platform digital, termasuk sekolah dan berbagai macam sarana pendidikan dipindahkan ke ruang virtual. Sebagai Ibu, tentu saja kita ingin anak-anak kita dikelilingi oleh hal baik. Namun dengan minimnya aturan di dunia maya, banyak hal yang berbahaya termasuk iklan, promosi, dan sponsor rokok dapat terakses baik sengaja maupun tidak sengaja oleh anak-anak karena jumlah screen time mereka otomatis bertambah,” kata Nia dalam peluncuran Koalisi Free Net From Tobacco di Jakarta, Kamis (9/3).
Baca juga: DPR Minta Pengendalian Vape Bisa Diatur dalam RUU POM
“Jadi jelas, iklan, promosi, dan sponsor rokok merupakan ancaman yang nyata, keberadaan iklan, promosi, dan sponsor rokok yang sangat jelas berseliweran di internet ini seolah sengaja menantang kemampuan dan upaya wanita dan para Ibu di dalam melindungi keluarga, khususnya anak dari bujuk rayu produk yang berbahaya seperti rokok,” tambah dia.
Akademisi Muhammadiyah Steps Resti Yulianti turut mengatakan konten rokok semakin merajalela. Jika tidak ada peraturan yang jelas, Resti menilai sama saja pemerintah seolah membiarkan perusahaan rokok untuk terus mengeksploitasi habis-habisan jaringan internet untuk menjadi alat pemasaran mereka.
“Tidak hanya melalui portal berita, namun juga iklan, promosi, dan sponsor rokok masuk ke berbagai aplikasi yang biasa kita pakai dan akses tiap hari seperti media sosial. Belum lagi trik-trik kreatif nan manipulatif perusahaan rokok yang makin spesifik menggoda anak dan remaja dengan pencitraan gaya hidup yang keren, penuh petualangan, dan sporty. Tidak berhenti di situ, demi menyasar target spesifik baru berdasarkan gender, mereka juga secara terang-terangan menawarkan hal-hal yang cukup imut dan girly untuk menggaet konsumen wanita,” ujar Resti.
Untuk itu, aturan yang melarang iklan, promosi, dan sponsor rokok di internet demi melindungi seluruh rakyat Indonesia, terutama kelompok rentan seperti anak dan perempuan mutlak diperlukan.
Widayanti Arioka dari SAFEnet menyatakan sekalipun dalam standar komunitas Meta misalnya – termasuk Instagram, WhatsApp, dan Facebook – yang mengatur iklan yang diizinkan di platform tersebut, terdapat larangan jual beli produk terkait tembakau, dan larangan mempromosikan rokok elektrik, vaporizer, atau produk lain yang menyerupai rokok, namun Meta tetap mengizinkan unggahan yang menghubungkan orang dengan minat yang terkait dengan tembakau, selama unggahan tersebut tidak mengarah ke benar-benar menjual tembakau atau produk terkait.
“Celah ini banyak dimanfaatkan produsen dan influencer untuk mengunggah konten soft-selling terkait tembakau dan rokok elektronik. Iklan terselubung ini tidak memiliki batas waktu tayang dan tidak ada penerapan verifikasi umur untuk mengaksesnya, sehingga sangat mungkin diakses oleh anak dan remaja,” terang Wida.
“Hal ini telah mencederai hak anak untuk aman di internet. Kami berharap pemerintah dapat mengambil sikap tegas dan membuat aturan yang jelas tentang segala jenis hal yang ada di ranah digital karena akses internet yang aman dan nyaman merupakan hak masyarakat. Kehadiran material promosi dan iklan rokok dan rokok elektrik, juga perlu diatur dan dilarang demi terpenuhinya hak masyarakat dalam berinternet, khususnya hak kelompok rentan seperti perempuan dan anak,” pungkas dia. (Dis/Z-7)