RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Kesehatan belum mengatur secara tegas terkait dengan larangan iklan, promosi, dan sponsorship (IPS) untuk produk yang mengatur zat aditif terutama rokok yang selama ini juga belum diatur pelarangannya secara total.
"Larangan IPS sangat penting karena industri rokok terus menargetkan anak muda atau remaja sebagai konsumen jangka panjang yang sekali masuk pengguna akan terus menjadi pengguna yang sama karena rokok memiliki zat adiktif sehingga paparan iklan promosi dan sponsorship akan meningkatkan keinginan anak untuk merokok," kata Founder dan Chief Executive Officer Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI) Diah Satyani Saminarsih dalam konferensi pers secara daring, Senin (20/3).
CISDI menilai perlu kembali ke faktor risiko apabila faktor risiko tidak terjadi dan larangan IPS tidak diatur dalam RUU Omnibus Law Kesehatan tersebut maka ini akan menimbulkan potensi generasi muda semakin mengadopsi gaya hidup tidak sehat dan kemudian terjerat menjadi pengguna zat adiktif dalam jangka waktu yang panjang.
Baca juga: Hapus Intervensi Organisasi Profesi dari RUU Kesehatan pada Penerbitan SIP
"Apalagi ditambah dengan pola hidup yang tidak sehat, konsumsi gula garam lemak, serta gaya hidup yang tinggi sehingga dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama akan meningkatkan prevalensi penyakit tidak menular atau PTM," ungkapnya.
Pada Pasal 154 RUU Kesehatan belum melarang pengiklanan promosi serta pemberian sponsor terhadap produk tembakau sesuai dengan PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Baca juga: Iklan Rokok dan Vape di Internet Harus Diatur
Adapun produk-produk tembakau yang direkomendasikan mencakup sigaret atau rokok cerutu rokok daun tembakau iris tembakau padat dan cair yang digunakan untuk rokok elektrik.
Pada BAB Pengamanan Zat Adiktif BAB 25 Pasal 154 hingga 158 tidak mengatur tentang larangan iklan, promosi, dan sponsor zat adiktif. (Iam/Z-7)