Headline
KPK akan telusuri pemerasan di Kemenaker sejak 2019.
PENOLAKAN Rancangan Undang-Undang tentang Kesehatan (RUU Kesehatan) Omnibus Law yang telah masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR 2023 terus datang dari berbagai pihak.
Salah satu hal yang disoroti adalah RUU Kesehatan Omnibus Law ini akan merubah kedudukan BPJS yang semula berada di bawah presiden menjadi di bawah Kementerian.
BPJS Kesehatan disebut akan berada di bawah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan di bawah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.
Baca juga : Bola Panas RUU (Omnibus) Kesehatan di Tangan Komisi IX DPR
"BPJS itu tidak hanya kesehatan kok yang ngatur RUU Kesehatan. Kedua, ini dananya dana peserta, kok dikelola secara kelembagaan harus laporan pertanggungjawaban di bawah Kementerian (Menkes). Yang sekarang, BPJS Kesehatan pertanggungjawabannya ke Presiden," kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam diskusi publik Urgensi RUU tentang Kesehatan di DPP PKB (17/2).
Ghufron menambahkan, BPJS yang mengelola berbagai program jaminan kedudukannya sudah sesuai di bawah Presiden seperti saat ini.
Hal tersebut sesuai dengan Undang- Undang Dasar 1945 (UUD 45) dan diterjemahkan dengan UU Nomor 40 tentang SJSN dan diperkuat badannya melalui UU 24 tentang 2011 tentang BPJS.
Baca juga : Memperkuat Anggaran Kesehatan
"BPJS itu tidak hanya kesehatan, BPJS ini termasuk untuk jaminan kematian, JHT, kecelakaan. Jadi semua jaminan. Jadi di sini pertanyaannya agak sedikit aneh ya, berbagai macam jaminan dan berbagai kementerian ikut terlibat tapi kok masuknya di omnibus law kesehatan," lanjutnya.
Sejalan dengan itu, penolakan juga datang dari Ketua Exco Partai Buruh Provinsi Sumatera Selatan Ali Hanafiah, dirinya menolak keras wacana perubahan kedudukan BPJS tersebut.
"Kami menolak keras BPJS di bawah kementerian, di seluruh dunia tidak ada namanya jaminan sosial (BPJS) itu di bawah menteri, seluruh lembaga BPJS di seluruh dunia itu di bawah presiden atau perdana menteri, jadi di bawah langsung kepala pemerintahan," ungkap Ali saat agenda rapat Konsolidasi Persatuan Buruh Indonesia Sumatera Selatan di Duta Hotel Palembang (18/2).
Ali menyebut alasannya menolak wacana tersebut, lantaran selama ini iuran BPJS berasal dari akumulasi dana publik. Buruh membayar iuran sebesar 1 persen dan pengusaha 4 persen, sehingga akumulasi uang di BPJS Kesehatan bukan milik pemerintah.
Baca juga : Pakar Hukum: RUU Kesehatan Tidak Selaras dengan Naskah Akademik
Dirinya melanjutkan, menteri memiliki status sebagai pembantu presiden sehingga tidak punya kapabilitas untuk mengatur pengelolaan dana publik dalam BPJS. Oleh karena itu, menurutnya, menteri tidak boleh mengelola dana publik karena itu merupakan penyalahgunaan wewenang dan jabatan.
"Jadi kalau sampai BPJS di bawah menteri, dengan kata lain, ini abuse of power (penyalahgunaan wewenang jabatan). Kemudian, dalam UU BPJS, Dewan Pengawas (Dewas) BPJS itu disebut wali amanah, nah kalau wali amanah itu nggak boleh di bawah seorang menteri, Dewas itu harus independen," tegas pentolan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia Sumsel ini.
Lebih dalam, hal senada disampaikan Ketua Korwil KSBSI Sumut Ramlan Hutabarat. Menurutnya, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan harus dikelola dengan profesional, demokratis, transparan, dan akuntabilitas.
Baca juga : Partai Buruh Gelar Aksi Demo Kecam RUU Kesehatan di DPR
Ia menjelaskan para buruh khawatir terkait perubahan wacana tersebut. Hal itu didasari karena mereka khawatir wacana tersebut bakal berimbas kepada penurunan kualitas pelayanan dan rentan mengalami intervensi dan menambah birokrasi.
Ramlan meminta agar pemerintah jangan coba-coba mewacanakan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan menjadi BUMN, karena dana yang dikelola dalam penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan adalah dana swadaya masyarakat, khususnya dari buruh dan pengusaha.
"BPJS berpotensi mendapat penugasan sesuatu (dari kementerian) yang berpotensi merugikan dana kelolaan masyarakat, seperti menempatkan ke instrumen investasi yang tidak menguntungkan," jelasnya.
"Atau, penugasan kementerian yang membuat pelayanan kepada warga/pekerja menjadi tidak terfokus. Sehingga kami sebagai serikat buruh menyarankan kepada pemerintah tetap fokus pada UU N0. 40 Tahun 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU N0. 24 Tahun 2011, Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial," tutupnya. (RO/OL-09)
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, melemparkan isu terkait naiknya iuran kepesertaan BPJS Kesehatan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Pipri hanya diperbolehkan menangani dan melayani pasien di Poli Swasta Kencana RSCM. Di poli ini, pasien hanya bisa membayar mandiri sebesar minimal Rp4 juta untuk pemeriksaan echo jantung
Ketersediaan obat yang sesuai kebutuhan medis semua penyakit yang ada di Indonesia juga menjadi harapan utama bagi kesembuhan para pasien.
KEPALA Humas BPJS Kesehatan, Rizzky Anugerah mengatakan pihaknya memiliki berbagai strategi agar menurunkan atau menghilangkan potensi defisit JKN.
DIREKTUR SDM dan Umum BPJS Kesehatan, Andi Afdal Abdullah, mengatakan, upaya untuk meningkatkan layanan BPJS Kesehatan tidak bisa jika hanya mengandalkan teknologi.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) A. Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menegaskan pentingnya meningkatkan literasi jaminan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia.
WAKIL Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas mengajak seluruh masyarakat, terutama warga Bali untuk sama-sama memperjuangkan UU Kebudayaan.
Omnibus Law: Kupas tuntas kebijakan ekonomi terbaru, dampak, dan peluangnya. Panduan lengkap untuk memahami perubahan signifikan ini!
DIREKTUR Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas Charles Simabura berpendapat rancangan undang-undang Kepemiluan rawan diakali ketika menggunakan model omnibus law.
Kajian itu pun, kata dia, akan membahas agar produk undang-undang tak menyalahi aturan yang ada.
Bima memastikan bahwa Kementerian Dalam Negeri sebagai perwakilan pemerintah akan berkomunikasi dengan Komisi II DPR RI mengenai putusan MK tersebut.
Saat ini anggota DPR RI masih menjalani masa reses. Setelah reses berakhir, Rifqi memastikan pihaknya bakal melakukan rapat dengan pimpinan DPR RI.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved