Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
UNDANG-Undang nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang selama ini dinantikan banyak pihak memberikan harapan bagi kepastian hukum dalam penanganan kekerasan seksual, yang berorientasi melindungi dan memberikan keadilan bagi korban.
Project Manager GEDI Yayasan Humanis Inovasi Sosial (Hivos), Ni Loh Gusti Madewanti mengatakan, UU TPKS harus terus disosialisikan dan menjadi informasi serta pengetahuan publik, terutama bagi kelompok yang rentan menjadi korban.
Selain itu, pembuatan dan pengesahan aturan turunan yang dimandatkan UU TPKS juga perlu dikawal. Ada sembilan aturan turunan yang dimandatkan oleh UU TPKS. Di antaranya, empat peraturan pemerintah (PP) yang terdiri atas pembahasan seputar restitusi korban kekerasan seksual, unit pelayanan terpadu satu atap untuk korban, pencegahan tindak pidana kekerasan seksual, dan pendidikan serta pelatihan petugas di unit pelayanan terpadu.
“Juga turan turunan terkait dengan pemantauan implementasi UU TPKS dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres), penguatan kapasitas, baik pendamping korban, aparat penegak hukum, dan petugas unit pelayanan terpadu (UPTD),” kata Madewanti dalam diskusi publik dengan tema Refleksi Akhir Tahun: Setelah UU TPKS, Lalu Apa?.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Livia Istania DF Iskandar mengatakan, pentingnya melanjutkan sinergi serta kolaborasi Pemerintah dan masyarakat sipil dengan terus mengawal implementasi dari UU TPKS. Ada tiga hal yang menjadi fokus utama, antara lain pemenuhan prosedur hukum, rehabilitasi psikologis, dan memfasilitasi penghitungan restitusi bagi korban.
LPSK mendorong Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang dana bantuan korban tindak pidana kekerasan seksual. Pasal 1 angka 21 UU TPKS menyebutkan dana bantuan korban adalah dana kompensasi negara kepada korban tindak pidana kekerasan seksual.
“Hak restitusi menjadi penting bagi korban untuk menata hidup ke depan. Dari rehabilitasi psikologis, Kami menerbitkan standar buku panduan rehabilitasi psikologis bagi korban TPKS,” kata Livia.
Selain itu, pihaknya sedang membangun Pusat Perlindungan dan Pendampingan korban TPKS. Termasuk juga ada standard pelayanan dan pendampingan korban TPKS..
Baca juga : AMAN: RUU KSDHAE Belum Mengakomodir Hak Masyarakat Adat
“Pentingnya kesadaran perlindungan korban. sehingga subjek korban bisa merasa aman dan yakin, terutama saat memberikan kesaksian di pengadilan. Kasus-kasus ayah kandung atau tiri umumnya justru keluarga besarnya yang mem-bully korban untuk mencabut laporannya. bahkan ada kasus ibunya sendiri yang meminta untuk mencabut laporan,” imbuh Livia.
Analis Kebijakan Madya Bidang Pidum Bareskrim Polri Kombes Polisi Ciceu Cahyati Dwimeilawati mengungkapkan, sejak 7 bulan disahkan, implementasi UU TPKS masih memiliki kendala dan hambatan, terutama pada bagian sosialisasi.
Ia memastikan Polri terus melakukan sosialisasi internal untuk menanamkan pemahaman pada aparat penegak hukum agar punya perspektif keberpihakan dan pendampingan kepada korban, serta perspektif penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) kepada korban kekerasan seksual. Saat ini, dari 20.613 kasus di seluruh Indonesia, baru 72 kasus yang menerapkan UU TPKS
“Terkait peningkatan kemampuan, kami terus melakukan diklat kepada SDM Kepolisian. Agar dalam penanganan kasus TPKS personil kami lebih profesional. Penyidiknya khusus TPKS. Dari 3.204 personel unit PPA di seluruh Indonesia, sekitar 50% sudah mendapatkan pelatihan. Kami sudah melakukan supervisi di 18 Polda, terutama penanganan TPKS,” ungkap Ciceu.
Lanjut Ciceu, Polri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, masyarakat sipil dan stakeholder terkait masih menggodok Strategi Nasional Penurunan Kekerasan Terhadap Perempuan. Pihaknya bersama Kementerian PPA dan Kejaksaan sedang menyusun pedoman implementasi UU TPKS.
“Ini langkah-langkah yang sudah dilakukan Kepolisian. Kami tetap berupaya dari segi regulasi,” pungkas Ciceu.
Diskusi Refleksi Akhir Tahun: Setelah UU TPKS, Lalu Apa?, menjadi bagian kampanye sosialisasi UU TPKS dan apresiasi terhadap semua pihak yang terlibat dalam percepatan pembahasan dan pengesahan TPKS UU no. 12 tahun 2022.
Selain peluncuran buku dan film, refleksi akhir tahun ini juga mengadakan diskusi panel yang dihadiri oleh: dr. Alegra Wolter, Dokter dan Aktivis Gender; Mutiara Ika Pratiwi, Ketua Perempuan Mahardhika; Sa'adah Nukha, Forum Pengada Layanan; Maidina Rachmawati, ICJR; Dr Khaerul Umam Noer, Ketua Gender Studies Forum; Alimah M.Ikom, Founder Perempuan Berkisah dan dimoderatori oleh Madewanti mewakili Yayasan Hivos. (RO/OL-7)
WARTAWAN Senior Usman Kansong menilai bahwa pendekatan hukum dalam implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hingga kini masih tersendat.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyoroti lambannya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) meski telah disahkan sejak 2022
POLRI menegaskan komitmennya dalam mengimplementasikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) secara komprehensif. Selain menjalankan fungsi penegakan hukum,
PEMBENAHAN mutlak diperlukan di sejumlah sektor untuk mendorong efektivitas penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).
KETUA Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Gadjah Mada, Sri Wiyanti Eddyono mengatakan terdapat implikasi jika tidak memaksimalkan UU TPKS.
SEJAK disahkan 9 Mei 2022, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) belum optimal ditegakkan dalam melindungi korban kekerasan seksual.
Hingga kini, baru 4 dari 7 peraturan pelaksana dari UU TPKS yang ditetapkan pemerintah.
Saat iniĀ untuk mendapatkan pengakuan wilayah dan hutan adat, masyarakat adatĀ harus memiliki peraturan daerah yang mengakui keberadaan masyarakat adat di sana.
Pemerintah telah menerbitkan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan.
MENTERI Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan akan kelar pada Agustus 2024
Dengan adanya uji publik ini, diharapkan Kemendikbud-Ristek dapat memperoleh masukan yang lebih konkret dari para pakar pendidikan.
UNDANG-UNDANG Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) telah genap menginjak dua tahun sejak disahkan pada 9 Mei 2022.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved