Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
DOKTER Spesialis Saraf Yuda Turana mengatakan keluarga merupakan pengasuh (caregiver) yang paling ideal untuk merawat orang dengan demensia (ODD).
"Melihat apa (pilihan) yang paling ideal sebenarnya berada dalam konteks masing-masing dari kita. Tempatkan di posisi kita terlebih dahulu. Kalau saya nanti suatu saat menjadi lansia, saya mau tinggal dengan siapa, dan yang merawat siapa. Pilihan itu pasti adalah keluarga. Prinsipnya, keluarga sudah menjadi pilihan utamanya, itu idealnya," kata dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSI) tersebut, Sabtu (24/9).
Saat ditanya apakah kehadiran pengasuh atau caregiver profesional dapat membantu merawat ODD, hal tersebut bisa menjadi pilihan yang dapat dipertimbangkan.
Baca juga: Sering Mimpi Buruk Bisa Jadi Pertanda Risiko Demensia
"Adanya caregiver profesional tentu bisa membantu di beberapa hal, termasuk dalam konteks pendampingan di kasus (demensia) yang berat, untuk membantu menurunkan beban dari keluarga pasien. Karena, persoalan demensia bukan merupakan persoalan individu, tapi ada juga keluarga yang mengasuhnya," jelas Prof Yuda.
Saat demensia berkembang, beberapa aspek hubungan mungkin menjadi lebih sulit, seperti kemampuan seseorang dengan demensia untuk orang-orang di sekitar mereka.
Meski demikian, tentu masih banyak elemen positif dari hubungan, seperti kasih sayang, akan tetap ada. Pengasuh dan orang-orang di sekitar penderita demensia mungkin merasa terbantu untuk berfokus pada aspek-aspek positif ini.
Namun, tentu merawat orang dengan demensia bisa menjadi hal yang menantang, bahkan membuat frustrasi. Prof Yuda berpesan pada keluarga pasien untuk tak lupa merawat diri sendiri dan tidak enggan mencari dukungan maupun bantuan ketika sudah merasa begitu lelah (burnout).
"Support system group, baik untuk penderita demensia maupun caregiver pasti membantu," kata dia.
Direktur Eksekutif Alzheimer's Indonesia (ALZI) Michael Dirk R Maitimoe menambahkan, asosiasi seperti ALZI memiliki kegiatan rutin bagi caregiver untuk saling berbagi cerita dan memberikan dukungan satu sama lain. Selain itu, ada pula konseling bagi mereka yang mengalami burnout.
"Selain itu, yang terpenting adalah mampu menerima dengan lapang dada. Ini sulit untuk dilakukan. Dan dengan menghadiri dan mendengarkan keluh kesah di pertemuan grup seperti itu, diharapkan caregiver akan menemukan insight pada diri sendiri yang akan membantunya dan membuatnya merasa bahwa mereka tidak sendiri dan mendapatkan dukungan," jelas Michael. (Ant/OL-1)
Penemuan ilmiah terbaru mengungkap kenyataan mengejutkan: penyakit jantung, khususnya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), bukanlah momok eksklusif zaman modern
Jaja Mihardja mengalami sejumlah penyakit seperti infeksi pernapasan, infeksi ginjal, dan diabetes.
Selain menyebabkan ruam di kulit, cacar api juga dapat menimbulkan rasa sakit ekstrem seperti terasa tersengat listrik, rasa terbakar, atau tertusuk paku.
Saat ini, covid-19 menunjukkan peningkatan di beberapa negara di kawasan Asia, yaitu Thailand, Hongkong, Malaysia maupun Singapura.
Kemenkes dan AstraZeneca dalam penanganan penyakit tidak menular (PTM), seperti diabetes, kanker, asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), infeksi virus RSV, penyakit ginjal kronis.
MASYARAKAT diajak tanggap terhadap dampak kolesterol yang dapat memengaruhi kualitas hidup.
DOKTER spesialis Kejiwaan Tiur Sihombing mengungkapkan mencegah demensia alzheimer bisa dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas tidur.
Menciptakan pola tidur melalui sleep hygiene bagi lansia dinilai dapat memberikan istirahat yang cukup dan menjaga fungsi otak.
Dilansir dari The Atlantic, pareidolia merupakan fenomena psikologi saat setiap orang dapat melihat bentuk tertentu pada gambar biasa, namun persepsinya cenderung berbeda dengan orang lain.
Studi di jurnal JAMA menunjukkan vaksin herpes zoster dapat menurunkan risiko demensia pada lansia.
Pikun dini atau demensia, yang sebelumnya hanya dikaitkan dengan usia lanjut, kini semakin banyak ditemukan pada generasi milenial dan Gen Z
Hipertensi yang tidak terkelola dengan baik terbukti meningkatkan risiko terjadinya demensia.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved