Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
MAKANAN cepat saji atau biasa disebut fast food sudah lama diketahui tidak baik untuk kesehatan, baik tua maupun muda. Selain obesitas, studi terbaru menemukan bahwa kebiasaan memakan makanan cepat saji ini juga membuat otak anak lambat dalam memahami ilmu matematika dan sains.
“Ada banyak bukti bahwa mengonsumsi makanan cepat saji dapat menimbulkan obesitas pada masa kanak-kanak. Namun, masalahnya tidak berakhir di sana. Terlalu banyak mengkonsumsi makanan cepat saji, akan merusak performa anak-anak di kelas,” ujar Kelly Purtell, salah satu penulis studi penelitian.
Studi yang dipublikasikan oleh Clinical Pediatrics melakukan penelitian terhadap 11.740 siswa, mulai dari kelas 5 SD hingga 8 SMP. Data tersebut dikumpulkan oleh Pusat Statistik Pendidikan Nasional dan diurutkan oleh berbagai peneliti di Universitas Ohio State.
Siswa kelas 5 SD, diuji dengan membaca dan memahami mata pelajaran matematika dan sains. Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang sering mengkonsumsi makanan cepat saji 4-6 kali per minggu pada kelas 5 SD, menunjukkan performa lebih rendah pada kelas 8 SMP di mata pelajaran tersebut.
Sedangkan, anak-anak yang memakan makanan cepat saji 1-3 kali dalam seminggu, mengalami penurunan performa di bidang matematika, dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengonsumsi makanan cepat saji.
Penelitian ini dikabarkan masih dilakukan penelitian lapangan lebih lanjut. Namun, mengetahui bahaya makanan cepat saji untuk dewasa pun seharusnya menyadarkan bahwa fastfood juga lebih berbahaya jika dimakan oleh anak-anak.
Orang dewasa, khususnya para orang tua didorong untuk menuntun anak agar selalu mengonsumsi makanan yang sehat, sesuai anjuran yaitu 4 sehat 5 sempurna. Hal ini harus dilakukan sejak dini.
Namun, bukan berarti makanan cepat saji dilarang. Hanya saja tidak diperbolehkan untuk mengonsumsi terlalu sering. Untuk membantu mengembalikan nutrisi si anak, peneliti menyarankan anak untuk makan makanan dan minuman yang tinggi nutrisi dan vitamin ketika mengonsumsi makanan cepat saji. (Medcom.id/H-2)
Generasi Beta: Pahlawan atau korban revolusi teknologi? Mari kita bahas.
Dalam dekade terakhir, masyarakat Indonesia mulai akrab dengan dunia digital. Mulai dari kakek-nenek hingga cucu telah melek teknologi informasi.
Di era digital yang terus berkembang, transformasi digital bukan hanya sekadar tren. Itu telah menjadi kebutuhan mendesak dalam berbagai bidang, termasuk di bidang kesehatan.
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (Simpus) adalah sebuah sistem digital yang dirancang khusus untuk membantu Puskesmas dalam mengelola berbagai informasi kesehatan.
Kalian harus perbanyak minum air putih. Air putih bermanfaat baik untuk kesehatan kulit. Dengan asupan cairan tubuh yang baik maka badan dan kulit menjadi terwat.
Putri Catherine dari Wales mengumumkan sedang menjalani kemoterapi pencegahan untuk mengobati kanker. Tapi apa itu kemoterapi pencegahan?
Gerakan membagi bibit seperti nangka, sirsak, sukun, jambu, duren, matoa, pepaya, sawo dan juga kelor adalah solusi praktis perbaikan gizi bagi rakyat desa
PEMERINTAH Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, melibatkan 31 lembaga keagamaan untuk program penurunan tengkes dan pengentasan warga dari kemiskinan.
Menurut Ketua Baznas (Bazis) DKI Jakarta, KH. Ahmad Luthfi Fathullah, program ini bertujuan untuk meningkatkan gizi para penerus bangsa, utamanya anak-anak yang tinggal di kampung-kampung.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tangerang, tercatat ada sebanyak 28,8 persen warganya menderita kurang gizi.
PANDEMI covid-19 meningkatkan kasus stunting di Indonesia dan mengancam terkoreksinya target penurunan stunting 14% dari total angka kelahiran anak pada 2024.
Kabupaten Bekasi telah ditetapkan sebagai lokus pencegahan dan penurunan stunting terintregrasi tahun 2020 bersama 260 kabupaten dan kota lainnya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved