Headline
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
SEBUAH studi retrospektif berjudul Asosiasi Depresi dan Kecemasan terhadap Akumulasi Kondisi Kronis, yang diterbitkan dalam jurnal JAMA Network Open, menemukan bahwa perempuan dari segala usia dan pria yang lebih muda dengan kecemasan dan depresi lebih mungkin memiliki penyakit kronis tertentu.
Dikutip dari Indian Express, Selasa (17/5), penelitian itu menganalisa data kesehatan 40.360 orang dewasa dari Olmsted County di Minnesota, yang diambil dari catatan medis Proyek Epidemiologi Rochester.
Untuk penelitian ini, para peserta dibagi menjadi tiga kelompok usia yakni 20, 40, dan 60 tahun. Selanjutnya kelompok-kelompok itu dibagi menjadi empat kelompok dengan kecemasan, depresi, kecemasan dan depresi, serta tidak ada kecemasan atau depresi.
Baca juga: Diet Sehat Bisa Bantu Melawan Depresi pada Pria Muda
Dibandingkan dengan peserta yang tidak mengalami kecemasan atau depresi, perempuan di ketiga kelompok usia dan pria berusia 20-an yang mengalami depresi atau kecemasan dan depresi memiliki risiko yang jauh lebih tinggi terkena kondisi kronis, seperti hipertensi, asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan sebagian besar kanker.
Dalam tiga kelompok usia, perempuan berusia 20-an yang memiliki kecemasan dan depresi, berada pada risiko tertinggi terkena penyakit kronis, dengan peningkatan risiko lebih dari 61% dibandingkan dengan peserta tanpa gangguan mental.
Kemungkinan yang paling kecil adalah perempuan berusia 60-an yang mengalami kecemasan tunggal.
Sedangkan untuk pria, mereka yang mengalami kecemasan dan depresi pada kelompok usia 20 tahun paling mungkin mengembangkan kondisi kronis, dengan peningkatan risiko hampir 72%.
Pria dengan kecemasan pada kelompok usia 60 paling kecil kemungkinannya, dengan penurunan risiko lebih dari 8%.
Preeti Singh, konsultan senior, psikologi klinis, dan psikoterapi dan kepala petugas medis, Lissun, India setuju dengan temuan penelitian tersebut. Ia juga mengatakan penyakit kronis juga mempengaruhi kesehatan mental.
"Ada cukup penelitian untuk memberi tahu kami bahwa ketika seorang pasien yang memiliki kondisi kesehatan mental akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dari penyakit fisik, kecuali masalah kesehatan mental yang mendasarinya diobati atau disembuhkan. Begitu juga sebaliknya," kata Singh.
Lebih lanjut, Singh mengatakan, laki-laki atau perempuan mana pun, yang didiagnosa dengan kondisi kronis juga akan memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan kondisi kesehatan mental.
Hal ini saling mempengaruhi, sebab kondisi fisik yang kronis memerlukan banyak transformasi dan perubahan dalam hal kualitas hidup dan gaya hidup, mulai dari memengaruhi pekerjaan mereka, hingga hubungan dan tentu saja, perawatan itu sendiri.
Dalam kasus seperti kanker atau kondisi ginjal kronis perawatannya bersifat invasif, intens, dan sering.
"Semua ini menciptakan disonansi dan stres bagi pasien. Akibatnya, mereka menjadi terisolasi, menarik diri dan tidak mencari bantuan. Guncangan penyakit kronis itu sendiri bisa mengancam jiwa. Selain itu, perasaan penyangkalan dan keputusasaan adalah reaksi alami pada awalnya," ujar Singh. (Ant/OL-1)
Hari Hepatitis Sedunia dirayakan setiap tanggal 28 Juli sebagai aksi global untuk menunjukkan perhatian terhadap hepatitis yang masih menjadi risiko besar bagi kesehatan masyarakat.
Jepang dikenal luas sebagai salah satu negara dengan masyarakat tersehat di dunia.
Kemenkes mengingatkan masyarakat agar siaga terhadap berbagai penyakit yang bisa muncul saat peralihan musim seperti saat ini, salah satunya demam berdarah dengue atau DBD
Banjir tengah melanda berbagai daerah di Indonesia, tidak terkecuali Jabodetabek. Hal itu menimbulkan dampak yang berbahaya bagi masyarakat, khususnya penyebaran penyakit leptospirosis.
Hipertensi, hingga kini, masih menjadi penyebab utama penyakit kardiovaskular dan kematian dini di seluruh dunia.
Pemerintah Indonesia berupaya mengeliminasi kusta karena kusta merupakan penyakit yang seharusnya sudah tidak ada lagi.
OLAHRAGA atau aktivitas fisik di akhir pekan secara rutin ternyata memiliki manfaat yang sangat baik untuk mengurangi risiko masalah kecemasan. Hal tersebut diungkapkan dalam riset
Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah mengenali trigger yang dapat menstimulasi reaksi emosional yang berlebihan, seperti kecemasan, stres, atau depresi.
Mengonsumsi suplemen magnesium dapat membantu mengatur banyak proses penting tubuh sekaligus membantu mengatasi kondisi kesehatan seperti tekanan darah tinggi dan demensia.
Anak-anak di era modern cenderung mengalami tingkat kecemasan yang lebih tinggi. Ini penyebab, dampak dan solusi yang efektif untuk mengatasinya.
Penelitian menunjukkan stres dan kecemasan dapat memicu kebiasaan buruk seperti menggertakkan gigi (bruxism), yang berujung pada kerusakan enamel, gigi sensitif, hingga trauma gigi.
SETIAP hari tubuh menerima banyak informasi sensoris yang ditangkap oleh kelima indra, yaitu pendengaran, penglihatan, peraba, penciuman, atau perasa.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved