BADAN Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus berupaya untuk melakukan optimalisasi hasil riset dan inovasi dalam bidang kesehatan, terutama dalam penanganan pandemi. Hal itu disampaikan Plt Kepala Pusat Riset Vaksin dan Obat BRIN, Masteria Yunovilsa Putra.
Menurutnya, BRIN saat ini memiliki Organisasi Riset Kesehatan yang di dalamnya memiliki 7 Pusat Riset yang lebih spesifik, salah satunya Pusat Riset Vaksin dan Obat. Saat ini pihaknya masih berusaha melakukan pengembangan vaksin Merah Putih, dengan berbagai platform seperti mRNA, DNA, dan dari protein rekombinan.
“Kemandirian penyediaan bahan baku vaksin dan produk biofarmasetika merupakan kebutuhan bagi masyarakat indonesia,” ucapnya dalam keterangan resmi, Kamis (7/4).
Baca juga: BPKH Banjarbaru Kumpulkan Data Kepemilikan Kebun Sawit di Kalsel
Baca juga: Mengembangkan Teknologi Pemetaan Padang Lamun
Untuk itu, pihaknya bekerjasama dengan indusri farmasi, dalam menghasilkan kemandirian vaksin. Tidak hanya vaksin covid-19, tapi juga vaksin dengue, vaksin Human papillomavirus (HPV) dan termasuk yang akan segera launching vaksin Tuberkulosis (TBC). “Tb ini sebetulnya yang paling banyak penyakitnya di Indonesia,” imbuhnya.
Dijelaskan Masteria, pengembangan vaksin ini merupakan salah satu high teknologi. Di Indonesia, satu-satunya industri yang bisa membuat vaksin hanya Biofarma. Maka dari itu, dibutuhkan percepatan teknologi dalam pengembangan vaksin. Sehingga bisa diproduksi secara massal.
“Tantangan produksi kesehatan salah satunya pengusaaan Iptek, masih tingginya produk impor, dominiasi paten luar negeri, produk karya anak bangsa tidak dilirik oleh industri dan sayangnya lagi fokus industri dan periset masih belum sinkron,” ujarnya.
Tak hanya itu, BRIN juga melakukan kajian dan riset obat baik tradisional maupun modern. Khusus untuk penanganan covid, pihaknya telah melakukan uji kinik untuk imunomodulator dengan bahan-bahan lokal seperti sambiloto, jahe merah, daun meniran, dan daun sembung. Hingga menghasilkan salah satu produk imunomodulator.
Masteria juga menambahkan, BRIN tidak hanya berfokus untuk membuat produk, tapi juga terpenting meningkatkan kapasistas SDM, dan infrasrtruktur. Sehingga dengan SDM yang kuat, dapat meningkatkan dan mengejar ketertinggalan khususnya dalam riset dan inovasi dalam bidang kesehatan.
Di sisi lain, Perwakilan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes, Ira Sari menjelaskan meski Indonesia telah berhasil melewati gelombang kasus covid-19. Namun masih banyak yang perlu dibenahi, seperti kekurangan SDM tenaga kesehatan, obat dan alat kesehatan yang belum produksi secara mandiri, dan sebagainya.
Menurutnya, meski saat ini tren kasus covid-19 menurun, dan juga ada kelonggaran dalam penerapan protokol kesehatan. Saat ini transisi pandemi menuju endemi masih menunggu WHO, yang ditinjau per tiga bulan. “Namun demikian, endemi bukan berarti aman, tetapi tetap harus ada pengendalian,” kata dia.
Konsep pencegahan dan pengendalian penyakit tetap harus dilakukan dengan melakukan deteksi, prevent dan respons. “Pelaksanaan deteksi kasus dan juga upaya deteksi varian-varian baru tetap berjalan, seraya terus melakukan vaksinasi,” ungkapnya.
Kepala Bappeda Jateng, Agung Tejo Prabowo mengatakan pandemi memberi pelajaran bagi semua pihak. Pemerintah Daerah Jawa Tengah sendiri mengalami goncangan. Dari sisi anggaran misalnya, pihaknya melakukan penyesuaian untuk penangulangan covid dengan melakukan refocusing anggaran.
"Tahun 2020, total 1,8 triliun anggaran kita alokasikan untuk penanganan kesehatan, dampak ekonomi akibat pandemi. Begitu juga tahun 2021,” sebutnya. (H-3)