Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengungkapkan pihaknya mengapresiasi langkah maju pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS), yang ditandai dengan Rapat Pleno penyusunan RUU tersebut pada Senin, 30 Agustus 2021. Namun demikian, hal tersebut dirasa belum cukup.
Komisioner Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengungkapkan, pemerintah juga harus menyempurnakan sejumlah ketentuan dalam RUU PKS yang berubah nama menjadi RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan mempertimbangkan daya kemanfaatan dan efektivitas rumusan norma berdasarkan pengalaman korban kekerasan seksual dan hambatan yang dialami untuk mengakses keadilan dan pemulihan.
"Selain itu, melanjutkan membuka ruang aspirasi dari kelompok masyarakat yang selama ini bekerja langsung dengan penanganan korban kekerasan seksual, khususnya komunitas korban/penyintas, dan lembaga pendamping korban dan lembaga bantuan hukum," kata Andy dalam keterangan resmi, Jumat (10/9).
Baca juga: Nadiem Minta Pemda Perhatikan Sekolah Swasta
Sementara dalam hal perlunya penyempurnaan substantif, Komnas Perempuan mencatat agar RUU yang sedang disusun oleh Baleg DPR RI ini dapat sepenuhnya menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dialami korban. Penyempurnaan yang dimaksud antara lain ialah mengintegrasikan tindak pidana pemaksaan aborsi, pemaksaan pelacuran, pemaksaan perkawinan, dan perbudakan seksual dalam RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Merumuskan kekerasan seksual berbasis gender siber (KSBGS).
Selain itu, menguatkan aturan tentang pencegahan dengan memetakan para pihak dan peran yang dimandatkan, menegaskan kembali perlindungan hak korban dalam bagian tersendiri, perumusan ketentuan delegatif UU ke dalam peraturan pelaksanaannya dan Penegasan peran lembaga nasional ham dan lembaga independen lainnya terkait pelaksanaan RUU ini.
Hal lainnya yang juga menjadi perhatian Komnas Perempuan adalah tarik-menarik pengaturan perkosaan di dalam RUU PKS. Lapisan hambatan yang dialami oleh perempuan korban perkosaan dalam mengakses keadilan dan pemulihan adalah bagian dari titik tolak gagasan RUU PKS.
Baca juga: Ada 925 Ribu Guru Honorer Jadi Peserta Rekrutmen PPPK 2021
"Pengaturan tentang perkosaan yang sempit dan parsial di dalam KUHP dan sejumlah kelemahan dalam tata cara pelaksanaan formal hukum pidana sebagaimana diatur di dalam KUHAP menciderai hak korban kekerasan seksual, khususnya perempuan korban perkosaan," bebernya.
Andy melanjutkan, sementara tidak mendapatkan perlindungan, sebaliknya korban perkosaan kerap mengalami kerugian dan trauma berulang dalam proses memperjuangkan keadilan. Juga, perempuan korban perkosaan kerap berjuang sendiri untuk pemulihan, sekalipun pasca pemidanaan pelaku.
"Dengan memperhatikan kebutuhan inilah maka pengaturan tentang perkosaan adalah integral di dalam ruh gagasan RUU PKS ini," imbuh dia. Ia juga menilai, pemerintah harus mengintensifkan proses penyusunan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sampai dengan penetapan RUU sebagai RUU inisiatif DPR RI. (H-3)
Menurut ICJR, praktiknya penyediaan layanan aborsi aman tidak terlaksana di lapangan dikarenakan tidak ada realisasi konkret dari pemangku kepentingan untuk menyediakan layanan.
Dua lembaga internal, yakni Satgas PPKS dan Komisi Penegak Disiplin UMS telah melakukan investigasi, dan menemukan pelanggaran etik atas dua oknum.
Koordinasi penanganan kekerasan seksual tak hanya bisa mengandalkan lembaga negara yudisial.
Putusan DKPP ke Hasyim Asy'ariĀ beri pelajaran kepada pejabat publik agar tidak menyalah gunakan kewenangan
Berikan pendidikan seks sesuai dengan usianya untuk bisa menetapkan batasan pada orang lain.
SEORANG ayah tiri di Ciamis, Jawa Barat (Jabar), tega melakukan kekerasan seksual kepada balita yang baru berumur dua tahun.
MENTERI Hukum Supartman Andi Agtas menyebut Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan setuju terhadap pengesahan RUU Haji dan Umrah menjadi UU.
WAKIL Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad merespons adanya aksi demonstrasi yang menuntut 'Bubarkan DPR' dan memprotes tunjangan rumah anggota DPR sebesar Rp50 juta per bulan.
Peneliti FormappiĀ Lucius Karus menilai DPR RI perlu bersikap bijak dalam merespons aspirasi para pendemo yang belakangan menyoroti kinerja lembaga legislatif.
Jerome Polin kritik tunjangan beras DPR Rp12 juta per bulan. Hitungan sederhana: setara 1 ton beras, cukup makan satu orang hingga 9 tahun.
Karena sebagian anggota memperhatikan kesehatannya. Misalnya, mengurangi makanan berbahan tepung atau mengandung gula.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco yang juga hadir dalam rapat tersebut menjelaskan, pendelegasian penarikan seluruh royalti lagu saat ini difokuskan dilakukan oleh LMKN.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved