Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

KSP Terus Kawal Penyelesaian Konflik Agraria

Andhika Prasetyo
01/9/2021 08:02
KSP Terus Kawal Penyelesaian Konflik Agraria
Ilustrasi : Hamparan lahan sengketa di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang yang mencapai 1.000 bidang(MI/Akhmad Safuan)

KANTOR Staf Presiden (KSP) terus mengawal percepatan penyelesaian konflik agraria di seluruh Indonesia. Beberapa kasus yang menjadi prioritas adalah sengketa lahan di Desa Karanganyar, Desa Bantarbolang dan Desa Simpur, Pemalang, Jawa Tengah.

Sebanyak 137 bidang lahan milik masyarakat tidak memiliki kepastian karena secara tiba-tiba Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan itu sebagai kawasan hutan. Padahal, mereka sudah tinggal di desa tersebut sejak 1950-an.

"Kita harap ini segera selesai. Satu pesan Bapak Presiden, kita tidak hanya memenuhi hak atas tanah masyarakat namun juga mengangkat kesejahteraan mereka melalui pemberdayaan," ujar Deputi II Bidang Pembangunan Manusia KSP Abetnego Tarigan melalui keterangan resmi, Rabu (1/9).

Dalam kesempatan berbeda, Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Sudarsono Soedomo menilai penetapan kawasan hutan oleh KLHK seringkali menggerus kepemilikan lahan masyarakat.

Baca juga: Moeldoko Yakin 137 Konflik Agraria Rampung pada Tahun Ini

Selain di Pemalang, masalah tersebut juga terjadi di sejumlah daerah di Sumatra Utara. Lahan seluas 92 ribu hektare yang telah mengantongi izin dari Kementerian ATR/BPN dianggap ilegal karena KLHK tiba-tiba menetapkan mereka berada di kawasan hutan.

Sedianya, lanjut Sudarsono, KLHK bisa saja menetapkan lahan masyarakat sebagai kawasan hutan, namun hak-hak penduduk yang telah memiliki legalitas dan diakui negara, seperti HGB dan HGU, harus dikeluarkan terlebih dulu. Baru setelah itu dilakukan penetapan kawasan hutan.

"Tapi yang terjadi sebaliknya. Satu desa yang telah ada sejak zaman belanda, bisa dianggap ilegal dan masuk dalam kawasan hutan. Hal ini mengakibatkan energi dan uang masyarakat bahkan pemerintah habis untuk menyelesaikan masalah yang ada,” kata Sudarsono.(OL-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya