Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Vaksin Pfizer dan Moderna Berjenis mRNA. Apa Bedanya dengan Sinovac?

Zubaedah Hanum
16/7/2021 10:05
Vaksin Pfizer dan Moderna Berjenis mRNA. Apa Bedanya dengan Sinovac?
Infografis(AFP)

VAKSIN Comirnaty yang diproduksi oleh Pfizer and BioNTech dan Moderna buatan Moderna Incorporation AS telah mendapatkan izin penggunaan darurat (EUA) dari Badan POM RI. Kedua vaksin ini sama-sama berjenis mRNA. Lantas, apa bedanya kedua vaksin ini dengan vaksin buatan Sinovac dari Tiongkok?

Dalam keterangannya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) menjelaskan, mRNA artinya vaksin itu menggunakan teknologi messenger RNA. Messenger RNA, adalah materi genetik yang berisi petunjuk pembuatan protein.

Vaksin mRNA tidak menggunakan virus atau kuman yang dilemahkan atau dimatikan seperti Sinovac, melainkan komponen materi genetik yang direkayasa agar menyerupai kuman atau virus tertentu. Dengan demikian, vaksin ini dapat memicu reaksi kekebalan tubuh layaknya virus dan kuman yang dilemahkan pada vaksin biasa.

Untuk cara kerjanya, setelah masuk ke dalam tubuh, mRNA dari vaksin yang ditangkap oleh sel imun akan mengarahkan sel tersebut untuk memproduksi spike protein. Protein ini merupakan protein yang menyusun bagian dari permukaan virus korona.  

Selanjutnya, setelah sel imunitas tubuh mengenal komponen tersebut, sistem kekebalan tubuh akan menghasilkan antibodi yang spesifik untuk melawan virus korona.

Sistem kekebalan tubuh mengenali protein lonjakan sebagai penyerang dan menghasilkan antibodi untuk melawannya. Jika nanti antibodi menemukan virus yang sebenarnya, mereka siap mengenali dan menghancurkannya sebelum menyebabkan penyakit.

Berdasarkan data uji klinik fase 3, efikasi vaksin Pfizer pada usia 16 tahun ke atas menunjukan  keberhasilan sebanyak 95,5% dan pada remaja usia 12-15 tahun sebesar 100%. Cara pemberiannya dilakukan lewat injeksi intramuscular, dosis 0,3 mL dengan 2 kali penyuntikan dalam rentang waktu 3 (tiga) minggu.

Data imunogenisitas menunjukkan pemberian 2 dosis vaksin Comirnaty dalam selang 3 minggu menghasilkan respons imun yang baik. Selain itu, hasil pengkajian menunjukan bahwa secara umum keamanan vaksin dapat ditoleransi pada semua kelompok usia.

Kejadian reaksi yang paling sering timbul dari penggunaan vaksin ini, antara lain nyeri pada tempat suntikan, kelelahan, sakit kepala, nyeri otot, menggigil, nyeri sendi, dan demam.

Sedangkan, efikasi Moderna berdasarkan data uji klinis vase 3 menunjukkan adanya 94,1% pada kelompok usia 18-65 tahun dan 86,4% pada usia di atas 65 tahun. Selain itu, Moderna juga aman bagi orang dengan penyakit penyerta (komorbid) dan lansia meski efikasinya lebih rendah dari pada kelompok usia 18-65.

Menurut Badan POM, vaksin dengan platform mRNA memiliki spesifikasi penyimpanan khusus dengan menggunakan ultra low temperature (suhu -90° sampai -60° C), vaksin ini akan dikawal dalam proses pendistribusiannya oleh Pfizer sebagai produsen.

Lalu, bagaimana dengan Sinovac buatan Sinovac Life Science Co Ltd dari Tiongkok?

Sinovac dikembangkan dari inactivated virus (virus mati) dan diberikan melalui intramuskular (lewat otot tubuh) dengan penyuntikan dua dosis vaksin, masing-masing 0,5 ml dan tiap dosis diberikan dengan interval 28 hari.

Efikasi vaksin Sinovac sebesar 65,3% didapat dari hasil uji klinik di Bandung, Jawa Barat. Artinya, vaksin ini diharapkan mampu untuk menurunkan kejadian covid-19 hingga 65,3%

Sedangkan, WHO menyatakan, Sinovac memiliki efikasi untuk mencegah virus sebanyak 51% untuk kasus Covid-19 bergejala pada usia 18 tahun ke atas. Vaksin ini dikatakan juga mencegah adanya kasus rumah sakit hingga 100%.

Yordan Khaedir, doktor imunologi dari Chiba University Jepang mengatakan, menurut teori, vaksin dengan virus inactivated lebih aman, mudah diproduksi, dan tidak potensial menimbulkan penyakit sehingga dapat diberikan pada orang dengan status imun tubuh yang lemah (immunodeficiency).

Namun demikian, respons imun yang dihasilkan vaksin dengan bahan dasar virus mati sangat bervariasi dan tidak sekuat vaksin dengan bahan dasar virus yang dilemahkan (attenuated).

"Respons imun yang dihasilkan pada vaksin RNA memang lebih kuat jika dibandingkan dengan vaksin virus mati. Akan tetapi, vaksin jenis ini memiliki limitasi dalam proses produksi (manufaktur vaksin dan biaya produksi). Kelemahan lainnya ialah efek samping virulensi yang mungkin ditimbulkan lebih besar jika dibandingkan dengan virus mati," ujarnya, beberapa waktu lalu. (H-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya