Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Rakornas Perpustakaan 2021, Transfer Pengetahun untuk Literasi

Ferdian Ananda
22/3/2021 17:15
Rakornas Perpustakaan 2021, Transfer Pengetahun untuk Literasi
Seorang warga menyumbangkan sejumlah buku melalui Gerakan Sedekah Buku (Gesbuk) di Perpustakaan Daerah (Perpusda) Temanggung, Senin (22/3)(MI/TOSIANI)

Insan perpustakaan di Tanah Air diminta menguatkan perannya dalam mentransfer pengetahuan kepada masyarakat hingga pengetasan minat baca yang masih rendah.

Upaya itu ditegaskan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Perpustakaan 2021. Rakornas dibuka secara resmi oleh Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kementerian Dalam Negeri, Suhajar Diantoro mewakili Mendagri Tito Karnavian.

Rakornas digelar secara daring mengusung tema "Integrasi Penguatan Sisi Hulu dan Hilir Budaya Literasi dalam Pemulihan Ekonomi dan Reformasi Struktural" serta perumusan rencana pembangunan di bidang perpustakaan tahun 2021. Tema itu diangkat sebagai jawab berbagai persoalan dan tantangan peran perpustakaan serta pemangku kepentingan di masa sekarang.

Baca juga: Kemenag Terima Hibah 100 Ton Kurma dari Pemerintah Arab Saudi

Berbeda dengan kegiatan Rakornas tahun lalu. Dalam kondisi pandemi Covid-19, Rakornas yang digelar pada 22-23 Maret ini berlangsung secara daring dengan menggunakan aplikasi Zoom dan live streaming di Youtube hingga diikuti sebanyak 10.000 peserta lebih dan juga bisa disaksikan lewat akun media sosial Perpusnas.

Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas), Muhammad Syarif Bando menyampaikan bahwa Rakornas bertujuan menguatkan peran perpustakaan dalam transfer pengetahuan untuk meningkatkan budaya literasi sekaligus berperan dalam pemulihan ekonomi nasional. Apalagi transfer of knowledge menjadi teori ilmu perpustakan yang relevan saat ini.

"Konsolidasi dan koordinasi antarpemangku kepentingan di bidang perpustakaan secara intens dilakukan dalam Rakornas. Jadi perpustakaan sebagai leading sector dalam peningkatan literasi, inovasi, dan kreativitas bisa mewujudkan masyarakat berpengetahuan dan berkarakter,” kata Syarif Bando dalam Rakornas di Gedung Layanan Perpusnas, Jakarta, Senin (22/3).

Dia menjelaskan dimana peran penggiat literasi, termasuk pustakawan terus mengalami transformasi seiring perubahan zaman.

"Cara pandang kita terhadap perpustakaan di era abad 18, ketika para raja menugaskan para pembantu-pembantunya (pustakawan) mengumpulkan bahan perpustakaan sebagai bukti para raja adalah ekslusif," sebutnya.

Begitu juga literasi menjadi bagian kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu subjek ilmu pengetahuan yang menjadi kunci utama untuk berdaya saing. Oleh karena itu, tugas saat ini adalah memastikan sisi hulu berperan optimal dan berfungsi baik sekaligus memastikan kebutuhan bahan bacaan bagi 270 juta penduduk terpenuhi.

"Tugas kita hari ini adalah knowledge transfer lewat jutaan atau miliaran data yang dimiliki perpustakaan," terangnya.

Tingkatan literasi

Dia menambahkan terdapat 4 tingkatan literasi yakni pertama, kemampuan mengumpulkan sumber-sumber bahan bacaan. Kedua, kemampuan memahami apa yang tersirat dari yang tersurat.

Selanjutnya kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan baru, teori baru, dan kreativitas serta inovasi baru hingga memiliki kemampuan menganalisis informasi dan menulis buku. Terakhir yakni kemampuan menciptakan barang atau jasa yang bermutu yang bisa dipakai dalam kompetisi global.

Menurutnya, persoalan penting dalam meningkatkan indeks kegemaran minat baca masyarakat Indonesia adalah masih adanya stigma bahwa penyelesaian persoalan yang masih berkutat pada sisi hilir literasi.

"Kenapa bersoal, karena berpuluh tahun kita hanya berkutat pada sisi hilir, masyarakat yang dihakimi rendah budaya bacanya," katanya.

Dia juga tak memungkiri bahwa persoalan adanya kekurangan bahan bacaan. Rasio jumlah penduduk dan buku yang beredar adalah 0,09. "Itu artinya, satu buku ditunggu oleh 90 orang sehingga menjadi persoalan. Inilah yang paling mendasar mengapa budaya membaca rendah," lanjutnya.

Secara ideal berdasarkan data UNESCO. Sebut Syarif, setidaknya angka ideal ketersediaan buku minimal 3 buku untuk setiap orang dalam setiap tahunnya. Bahkan beberapa negara yang maju memiliki angka ketersediaan buku mencapai 15 buku untuk setiap orang.

"Inilah menurut kami yang menjadi fakta indeks pembangunan, indeks kompetisi, rasio pendapat, indeks kebahagiaan dan indeks inovasi rendah secara global," tuturnya.

Pihaknya mendorong pentingnya kerja sama dari sisi hulu literasi yang melibatkan pemerintah pusat, pemerintah daerah, pakar/akademisi, profesional, penulis dan juga penerbit.

Di sisi lain, perspektif literasi Indonesia masih sedang disebakan faktor kemampuan akses informasi terkait TIK yang rendah. Dimana kurangnya ketersediaan dan akses terhadap informasi yang berkualitas, dan ketidakmampuan untuk mendapatkan informasi yang relevan.

"Maka dari itu solusinya adalah peningkatan akses informasi, penguatan infrastruktur informasi dan penguatan konteks informasi bagi individu. Dengan begitu menghasilkankeadilan informasi dan peningkatan literasi sehingga berdampak pada kesejahteraan," lanjutnya.

Hasil kajian tingkat kegemaran membaca masyarakat Indonesia Tahun 2020 mencapai 55,74% dan pada 2019 mencapai 53,84%. Hal ini masuk kategori sedang. Frekuensi membaca 4 kali per pekan, durasi membaca 1 jam 36 menit per hari, jumlah 2 buku per triwulan.

Pada tahun 2022 nilai kegemaran membaca masyarakat ditargetkan mencapai 63,3% dengan indeks pembangunan literasi masyarakat 13.

Harapannya kebijakan dan sinkronisasi pengembangan perpustakaan pusat dan daerah diperlukan guna mewujudkan pembangunan literasi dan kegemaran membaca masyarakat.

Indikatornya meningkatnya nilai kegemaran membaca masyarakat dengan target 2024 adalah 71,3% dan nilai indeks pembanguna literasi masyarakat pada tahun 2024 mencapai 15. Sehingga diperlukannya sinergi antar kementerian/lembaga dan pemangku kepentingan lainnya.

Melalui Rakornas Bidang Perpustakaan 2021, Syarif berharap akan melahirkan sinergi untuk menjawab tantangan masih rendahnya literasi atau rendahnya minat baca masyrakat melalui transformasi layanan perpustakaan berbasis inklusi sosial.

"Mudah-mudahan melalui Rakornasi menumbuhkan semangat dan kesadaran bersama dalam meningkatkan SDM melalui ketersediaan bahan bacaan, kemudian bahan bacaan ini kita tutorialkan, bisa sampai ke masyarakat, dan bisa diaplikasikan oleh masyarakat melalui skala home industry," ungkapnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya