Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Guru Besar IPB: Bencana Alam Bisa Dicegah

Atalya Puspa
22/1/2021 22:00
Guru Besar IPB: Bencana Alam Bisa Dicegah
Foto udara kondisi Desa Alat pascabanjir bandang di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, Rabu (20/1)(ANTARA/Muhammad Nova)

Guru Besar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB University, Akhmad Fauzi turut menanggapi fenomena bencana alam yang belakangan ini marak terjadi. Menurutnya, secara umum bencana dibagi menjadi dua jenis yakni antropogenik dan bencana alamiah yang terjadi karena aktivitas alam. Bencana antropogenik atau bencana yang disebabkan oleh kegiatan manusia dapat dicegah sedangkan bencana alamiah tidak dapat dicegah sehingga tidak dapat dihindari.

“Indonesia adalah negara yang rawan bencana, namun kesalahan kita adalah menganggap bencana sebagai faktor eksternal, padahal sebagian besar bencana di Indonesia dapat diantisipasi karena cenderung berpola,” kata Fauzi dikutip dari laman resmi IPB, Jumat (22/1).

Mitigasi bencana dimulai dari pengadaan infrastruktur yang tahan bencana, jalur evakuasi yang efektif serta lokasi pengungsian yang layak. Tidak hanya itu, mitigasi bencana dapat dilakukan dengan pengembangan teknologi pangan yang aman, sehat, dan praktis.

Baca juga: Dua Kecamatan Laporkan Kerusakan Pascagempa Sulawesi Utara

“Kita belajar dari Jepang. Jepang adalah negara rawan bencana, maka masyarakat benar-benar dipastikan mengerti apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana. Begitu pun penyediaan teknologi pangan yang memadai sehingga sesuai untuk dikonsumsi oleh para penyintas bencana,” ujarnya.

Fauzi menyampaikan empat langkah untuk memperkuat ketahanan Indonesia terhadap ancaman bencana. Pertama adalah mulai membaca pola dan sebab-akibat dari bencana secara komprehensif dan sistematis, dan tidak menggap bencana sebagai takdir semata. Kedua, pada perencanaan pembangunan seharusnya aspek bencana masuk ke dalam perencanaan pembangunan yang komprehensif dari pendanaan sampai adopsi kinerja pembangunan yang mengadopsi ekonomi kebencanaan pada semua tingkatan.

Ketiga, mengubah mindset dari growth mindset ke pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Pembangunan yang hanya bertumpu pada pertumbuhan sering menimbulkan fenomena “broken window fallacy.” Fenomena ini merupakan fenomena dimana ketika terjadi bencana pemerintah banyak mengeluarkan anggaran dan dianggap sebagai menggerakkan ekonomi.

"Keempat, terkait kesiapan adaptasi masyarakat yakni memastikan masyarakat Indonesia mengerti apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana. Masyarakat yang siap menghadapi bencana tidak hanya dapat menolong diri sendiri tetapi juga orang-orang di sekitarnya," tandasnya.

Hal senada diungkapkan oleh Dosen IPB University sekaligus Kepala Pusat Studi Bencana (PSB), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Yonvitner. Ia menilai, pendekatan early warning semestinya diupayakan secara terus menerus setiap waktu. Early Warning System harus menjadi bagian terintegrasi dalam pembangunan dan perencanaan dan tata ruang di Indonesia. Konsep ini harus menggabungkan strategi dalam antisipasi bencana terhadap risiko bencana dengan program pembangunan.

"Antisipasi bencana alam (gempa, topan, tsunami, kekeringan, penyakit menular/endemik, pasang tinggi) harus menyertakan pedoman yang memadai bagi masyarakat. Masyarakat harus dididik untuk selalu siap menghadapi bencana tersebut, " jelasnya.

Dikatakannya, bencana alam karena aktivitas manusia seperti pencemaran, banjir dan penyakit juga memerlukan hal yang sama. Masyarakat dituntut untuk paham bagaimana menghadapi banjir saat musim hujan, gempa akibat pengaruh sesar seperti yang terjadi saat ini. Bagi mereka yang tinggal berdampingan dengan kawasan bencana, mereka perlu mengambil langkah berjaga-jaga untuk menghadapi bencana tersebut. Bangunan, jembatan, dan empangan yang baru dibuat, hendaknya mengambil lokasi untuk menghadapi bencana.

Selanjutnya sistem bangunan tahan bencana yang dibuat mempunyai kemampuan yang besar untuk menyerap gegaran gempa dan guncangan atau dorongan tsunami. Sementara sebuah jambatan dirancang mempunyai tiang yang cukup besar dan tahan tanpa menyebabkan keruntuhan.

Baca juga: Produsen Hoaks Diuntungkan Secara Ekonomi Dengan Isu Tidak Benar

Menurutnya, penduduk di kawasan bencana juga perlu dirancang sejak awal memiliki dan menyiapkan peralatan siaga seperti lampu picit/senter, bekal makanan, air, dan bekal obat-obatan. Masyarakat juga harus dilatih agar tahu apa yang diperbuat apabila bencana datang. Murid-murid perlu dilatih untuk mencari tempat perlindungan seperti berlindung di bawah meja sekiranya tidak sempat mengosongkan bangunan. Mereka yang bekerja di bangunan tinggi mesti dilatih untuk mengosongkan bangunan dengan cepat dan tepat sekiranya terdapat alarm mengenai bencana.

“Membangun kesadaran untuk meminimalkan risiko bencana serta upaya mitigasi menjadi prasyarat penting pembangunan. Sustainability pembangunan hanya dapat tercipta apabila kita mampu mempersiapkan antisipasi yang baik dari risiko bencana terhadap capaian pembangunan. Jika tidak maka akan akan terus berada dalam suasana yang jatuh bangun akibat bencana,” pungkasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik