Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Kodok Merah Hampir Punah, Amfibi Satu-satunya di Indonesia

Zubaedah Hanum
23/12/2020 13:05
Kodok Merah Hampir Punah, Amfibi Satu-satunya di Indonesia
Satwa langka, kodok merah di Taman Nasional Gunung Ciremai.(KLHK)

DOKTOR Mirza D Kusrini, dosen IPB University dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata mengatakan bahwa kodok merah (Leptophryne cruentata) telah masuk dalam daftar IUCN (The International Union for Conservation of Nature) sebagai satwa yang terancam punah.

Hal ini disampaikannya dalam Lokakarya Nasional Konservasi Kodok Genus Leptophryne di Indonesia yang digelar oleh Perkumpulan Penggalang Herpetofauna Indonesia (PHI) bekerjasama dengan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, belum lama ini.

“Karena itu, kita perlu mensosialisasikan kepada masyarakat mengenai pentingnya spesies kodok ini yang menjadi satu-satunya jenis amfibi yang dilindungi di Indonesia. Kegiatan ini juga menjadi antisipasi tindakan perlindungan terhadap habitat kodok Genus Leptophryne yang rentan terhadap perubahan lingkungan. Untuk itu, perlu juga membahas mengenai teknologi breeding dan mekanismenya,” ujarnya dikutip dari laman IPB University.
 
Hingga saat ini, menurut Mirza, data penyebaran kodok merah belum lengkap dan data yang dapat ditemukan hanya dikeluarkan dalam bentuk jurnal yang berusia hampir 60 tahun. Penelitian tersebut juga meneliti sembilan jenis katak lainnya dan mengevaluasi pergerakan populasinya di jalur Cibodas.

Pada 2005-2012, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University sebenarnya telah melakukan penelitian mengenai kodok merah dan kodok jam-pasir (Leptophryne borbónica). Sayangnya, ungkap Mirza, riset tidak mendapatkan banyak data.

"Hasil penelitian yang dipublikasikan di tahun 2017 itu membahas mengenai pergeseran habitatnya di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan membandingkannya dengan data dari jurnal berusia 60 tahun. Hasil yang didapatkan yakni terdapat pergeseran populasi yang lebih rendah," imbuhnya.  

Jamur

Penelitian lain pada 2014 mengungkapkan, terdapat penyakit jamur jenis chytridimycosis yang  menjangkiti kulit katak yang terjadi, bahkan di seluruh dunia. Jamur tersebut juga salah satu penyebab beberapa  jenis katak mengalami kepunahan.

Namun, sahut Mirza, jenis kodok merah tergolong mampu pulih dari penyakit tersebut. Pemulihannya sendiri bergantung dari respon imun terhadap patogen dan mikrobiota serta dipengaruhi pula oleh tipe pergerakan dan perairan yang dihuni. Beberapa temuan baru menyebutkan bahwa ada aktivitas anti jamur pada sekresi kulit kodok yang dapat membantu proses pemulihannya.

Selain itu, jelas Mirza, penelitian mengenai komunitas berudu atau anakannya dilakukan baik pada musim kawin maupun musim lainnya. Walaupun setiap bulannya ditemukan berudu, jarang sekali ditemukan kodok yang mencapai tahap dewasa. Bahkan, peneliti harus meneliti spesimen telur yang teramat tua di museum untuk melakukan riset lebih lanjut.

Ia menyebutkan bila penelitian mengenai kodok tersebut menjadi penting karena penelitian mengenai ekologi kawin dan publikasi terbarunya semakin jarang ditemukan.

“Sayang sekali sejak tahun 2014 hingga 2020 saya tidak bisa mengatakan bahwa ada perkembangan penelitian mengenai Leptophryne cruentata di luar monitoring di bebarapa lokasi. Tampaknya ini perlu didorong lebih lanjut,” sergahnya.

Ia menambahkan, kodok jam-pasir memiliki ciri hampir sama dengan kodok merah namun terdapat perbedaan lokasi penyebaran, yaitu di bawah 1000 mdpl serta terdapat motif khas seperti jam pasir pada tubuhnya.

Walaupun spesies tersebut penyebarannya lebih luas daripada kodok merah, namun penelitian mengenai kelimpahannya juga masih terbatas. Ia menemukan bila masyarakat sudah mulai melakukan breeding dan penangkaran terhadap kodok jam-pasir tersebut. Kodok tersebut juga diperjualbelikan secara ilegal sebagai binatang peliharaan di e-commerce dan sosial media.

"Langkah masyarakat lebih cepat daripada peneliti yang kini seharusnya menjadi pihak yang melakukan penangkaran," keluhnya.

Dikutip dari laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, kodok merah adalah binatang paling rentan terhadap perubahan cuaca, kodok ini juga merupakan binatang yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan seperti polusi air, perusakan hutan, perubahan iklim. Karena kepekaannya, kodok merah dapat dijadikan indikator perubahan lingkungan (Kurniati, 2008). (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya