Headline
Setnov telah mendapat remisi 28 bulan 15 hari.
SEBESAR 49,8 persen mengeluarkan biaya yang sama dengan hari biasa untuk merokok selama pandemi covid-19. Namun, sekitar 31,1 persen responden mengaku mengurangi biaya merokok, sedangkan sisanya yakni 13,1 persen mengalami peningkatan (biaya konsumsi rokok).
Hal itu terungkap Komnas Pengendalian Tembakau yang melakukan survei perilaku merokok selama masa pandemi covid-19. Survei yang melibatkan 612 responden dari berbagai daerah di Indonesia selama satu bulan yakni pada 15 Mei-15 Juni 2020 tersebut juga menyebutkan, dari segi jumlah batang rokok yang dikonsumsi selama masa pandemi, 50,2 persen responden merokok dengan jumlah batang yang sama jika dibandingkan hari biasa.
Sedangkan 34,6 persen responden mengaku jumlah rokok yang dikonsumsi menurun selama pandemi, dan sisanya yakni 15,2 persen mengalami peningkatan jumlah konsumsi batang rokok.
Peneliti utama survei Krisna Puji Rahmayanti mengatakan, ada beberapa alasan yang membuat para perokok mengurangi jumlah konsumsinya selama pandemi, di antaranya, karena keterbatasaan ruang untuk merokok, akibat pendapatan berkurang selama pandemi sehingga sejumlah responden memilih untuk lebih berhemat, dan takut terpapar virus jika sering merokok.
“Penghasilan yang menurun seiring dengan pandemi covid-19 ternyata juga menjadi alasan mereka mengurangi konsumsi, artinya kebijakan yang dilakukan di ranah personal dipengaruhi juga oleh kondisi moneter. Jadi mereka juga menghitung walaupun ketagihan ingin merokok, tapi ketika hubungannya sudah dengan penghasilan, mereka juga bisa berpikir rasional untuk melihat prioritas yang mana,” kata Krisna dalam Peluncuran Hasil Survei Perilaku Merokok pada Masa Pandemi Covid-19, Selasa (15/9).
Melihat hasil survei tersebut, pihak peneliti pun mengusulkan dua pendekatan yakni kebijakan fiskal dan non-fiskal yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah. Dari segi fiskal, pemerintah dapat menaikkan cukai untuk mendorong kenaikan harga rokok, sehingga dapat mengurangi jumlah konsumsi masyarakat.
“Ketika harga naik, maka perokok akan berhenti. Ketika penghasilan berkurang dan harga rokok menjadi tidak masuk lagi sebagai prioritas, mereka akan tidak mengonsumsi lagi. Jadi, kenaikan cukai bisa menjadi salah satu opsi kebijakan yang memang saat ini sudah dilakukan dan bisa terus dilakukan,” tuturnya.
Baca juga : Kecanduan Internet Meningkat Saat Pandemi Covid-19
Sedangkan dari segi non-fiskal, dalam dilakukan peningkatan edukasi rumah ramah anak dan rumah bebas asap rokok, perluasan daerah dengan kebijakan kawasan tanpa rokok yang disertai dengan edukasi terkait bahayanya merokok, membatasi akses pembelian rokok melalui pemberlakuan lisensi penjualan produk tembakau sebagai zat aditif. Kemudian, meningkatkan luas peringatan kesehatan bergambar sesuai dengan peta jalan pengendalian tembakau untuk menuju plain packaging, serta memasukkan pengendalian konsumsi rokok dalam pedoman penanganan covid-19 oleh seluruh satuan tugas di pusat maupun daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Sasonto mengatakan, masa pandemi merupakan waktu terbaik untuk berhenti merokok guna melindungi diri dari infeksi covid-19, sebab merokok meningkatkan risiko terinfeksi, memperberat infeksi, dan meningkatkan risiko kematian akibat covid-19.
“Saya rasa harusnya masa pandemi adalah kesempatan bagi yang merokok untuk berhenti merokok,” ujarnya.
Dia menuturkan, penelitian di Tiongkok menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko pneumonia covid-19. Laki-laki memiliki risiko terinfeksi covid-19 sebesar 58 persen atau lebih tinggi dibandingkan perempuan karena kebiasaan merokok.
“Data dari kami di RS Persahabatan yang terakhir dari sekitar 400 pasien covid-19 laki-laki, kita temukan 62,5 persen adalah seorang perokok,” ungkapnya.
Adapun empat faktor yang menyebabkan rokok dapat meningkatkan risiko terinfeksi covid-19 yaitu, merokok menyebabkan gangguan pada sistem imunitas, meningkatkan regulasi reseptor ACE2, menyebabkan terjadinya komorbid, dan aktivitas merokok dapat meningkatkan transmisi virus ke tubuh melalui media tangan yang sering menyentuh area mulut saat merokok. (OL-2)
Berbicara mengenai kanker, dikutip dari laman Alodokter kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan sel yang tumbuh tidak normal dan tidak terkendali di dalam tubuh.
Orangtua perlu membangun komunikasi dalam diskusi yang terbuka, tidak menghakimi, dan tidak langsung marah saat mengetahui anak mencoba merokok.
Rokok tidak hanya berbahaya bagi kesehatan para perokok, tetapi juga bagi kesehatan orang-orang di sekeliling mereka.
Tinggi badan anak dari keluarga perokok lebih pendek 0,34 cm dibanding anak dari keluarga tidak merokok.
Aktivitas ini dilakukan dengan cara membakar salah satu ujung rokok dan mengisap asapnya melalui ujung lainnya.
Aktivitas ini dilakukan dengan cara menghirup asap melalui mulut, lalu menghembuskannya keluar dari mulut atau hidung.
SEJUMLAH pasal dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau terus menuai protes dari berbagai kalangan.
Bupati Klaten Desak Pencabutan Pasal Tembakau dalam PP 28/2024
Penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang mengatur aspek strategis Industri Hasil Tembakau (IHT) menuai penolakan keras dari kalangan pekerja.
Desakan untuk membatalkan pasal-pasal tembakau dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pengamanan Zat Adiktif semakin menguat.
Jika industri tembakau sebagai pembeli utama bahan baku terganggu, maka penyerapan hasil panen petani akan menurun drastis.
Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, menegaskan bahwa sektor tembakau merupakan salah satu andalan perekonomian daerah
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved