Headline
BANGSA ini punya pengalaman sejarah sangat pahit dan traumatis perihal kekerasan massal, kerusuhan sipil, dan pelanggaran hak asasi manusia
BANGSA ini punya pengalaman sejarah sangat pahit dan traumatis perihal kekerasan massal, kerusuhan sipil, dan pelanggaran hak asasi manusia
MAYORITAS warga (89,5%) menilai kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah langkah yang tepat untuk memutus mata rantai virus korona atau covid-19.
Hal itu adalah hasil survei Jurnalisme Presisi hasil kerja sama Puslitbangdiklat Radio Republik Indonesia (RRI) dan Indo Barometer (IB) bertema PSBB yang diterima Media Indonesia, Kamis (23/4).
Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menuturkan, survei jurnalisme presisi RRI pada April 2020 mencoba memotret persepsi dan opini publik tentang PSBB dan mudik lebaran.
Survei yang dilaksanakan pada 9–15 April ini melibatkan 400 responden berdasarkan quota & purposive sampling yang tersebar secara proporsional. Margin of error survei ini ± 4.90% pada tingkat kepercayaan 95%.
Baca juga: Survei: Sekitar 2 Juta Orang bakal Tetap Mudik
Wilayah pelaksanaan survei di tujuh provinsi di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Sumatra Utara, dan Sulawesi Selatan yang memiliki populasi 64,9% populasi nasional.
Qodari menjelaskan, PSBB dianggap sebagai langkah yang tepat karena dianggap dapat mengurangi penyebaran virus korona oleh 25% responden, supaya penyebaran virus korona tidak semakin luas (22,8%), untuk keamanan masyarakat (14,3%), wujud perlindungan pemerintah terhadap masyarakat (10,5%), dapat mencegah penularan virus korona (10,5%), penyebaran virus korona sangat cepat (10,3%), agar penyebaran virus korona cepat berhenti (4,3%), dan mengurangi interaksi di masyarakat (2,5%).
Baca juga: Cegah Dehidrasi, Tenaga Medis Butuh Asupan Air Mineral
Survei ini menemukan masih ada 10% responden yang menilai PSBB sebagai langkah yang tidak tepat. Sedangkan sekitar 0,5% menjawab tidak tahu/tidak jawab.
Bagi yang menganggap PSBB seperti diatur Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 9 Tahun 2020 tentang PSBB sebagai langkah yang tidak tepat beralasan kesulitan mencari nafkah (40,3%), berdampak terhadap ekonomi masyarakat (30,7%), kepatuhan masyarakat masih rendah (11,4%), kehilangan pekerjaan (8,5%), (pendidikan, ibadah, bekerja) terbatas (4%), harusnya lockdown menyeluruh (2,3%), virus korona tidak terlalu berbahaya (1,7%), dan bantuan pemerintah belum ada (1,1%).
Sebanyak 65% responden menilai pelaksanaan PSBB seperti peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan kegiatan di tempat/fasilitas umum telah dipatuhi publik. Meskipun, cukup besar responden (32,8%) yang menilai pelaksanaan PSBB belum dipatuhi oleh masyarakat. Sisa responden yang menjawab tidak tahu/tidak jawab sebesar 2,3%.
Responden menyatakan pelaksanaan PSBB sudah dipatuhi oleh masyarakat yaitu karena alasan sekolah sudah diliburkan dan kerja dari rumah (42,4%), jalanan dan tempat umum terlihat sepi (14,6%), banyak penyemprotan disinfektan (11,4%), banyak warga yang menggunakan masker (8,4%), banyak aktivitas yang dibatasi (6,5%), kegiatan ibadah dibatasi (5,4%), mengikuti anjuran pemerintah (3,8%), karantina wilayah (3,5%), tempat kerja banyak yang libur (toko, ruko, perusahaan) (2,4%), dan penjagaan setiap wilayah (1,6%).
Sedangkan yang menyatakan pelaksanaan PSBB belum dipatuhi karena alasan tuntutan ekonomi masyarakat (51%), masih banyak warga yang berkerumun (17,2%), masih banyak warga yang berangkat kerja (11,7%), belum ada bantuan sehingga sulit tinggal di rumah (9%), masih banyak warga muslim yang melaksanakan salat Jumat (5,5%), tingkat kesadaran masyarakat masih rendah (3,4%), dan kurang sosialisasi (2,1%).
"Karena masih cukup besar responden (32,8%) yang menilai pelaksanaan PSBB belum dipatuhi, aparat pemerintah perlu lebih tegas dan menyeluruh dalam mengimplementasikan PSBB. Cara dan teknik implementasi di negara lain layak dicari untuk menjadi contoh," kata Qodari. (X-15)
Campak lebih menular empat hingga lima kali lipat dibanding covid-19. Karenanya, cakupan imunisasi harus amat tinggi supada ada herd imunity.
Penelitian terbaru mengungkap infeksi flu biasa atau rhinovirus mampu memberi perlindungan jangka pendek terhadap covid-19.
PASCAPANDEMI, penggunaan masker saat ini mungkin sudah tidak menjadi kewajiban. Namun demikian, penggunaan masker nyatanya menjadi salah satu benda penting untuk melindungi diri.
Pengurus IDI, Iqbal Mochtar menilai bahwa kekhawatiran masyarakat terhadap vaksin berbasis Messenger Ribonucleic Acid (mRNA) untuk covid-19 merupakan hal yang wajar.
Teknologi vaksin mRNA, yang pernah menyelamatkan dunia dari pandemi covid-19, kini menghadapi ancaman.
Menteri Kesahatan AS Robert F. Kennedy Jr. membuat gebrakan besar dengan mencabut kontrak dan membatalkan pendanaan proyek vaksin berbasis teknologi mRNA, termasuk untuk covid-19.
Presiden Joko Widodo mengaku bingung dengan banyaknya istilah dalam penangan covid-19, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar hingga Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat.
Demi membantu UMKM untuk bangkit kembali, influencer Bernard Huang membuat gerakan yang diberi nama PSBB atau Peduli Sesama Bareng Bernard dii Kota Batam.
Kebijakan itu juga harus disertai penegakan hukum yang tidak tebang pilih, penindakan tegas kepada para penyebar hoaks, dan jaminan sosial bagi warga terdampak.
Dari jumlah tes tersebut, sebanyak 20.155 orang dites PCR hari ini untuk mendiagnosis kasus baru dengan hasil 6.934 positif dan 13.221 negatif.
Untuk menertibkan masyarakat, tidak cukup hanya dengan imbauan. Namun harus dibarengi juga dengan kebijakan yang tegas dalam membatasi kegiatan dan pergerakan masyarakat di lapangan.
Epidemiolog UI dr.Iwan Ariawan,MSPH, mengungkapkan, untuk menurunkan kasus Covid-19 di Indonesia, sebenarnya dibutuhkan PSBB seperti tahun 2020 lalu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved