Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
KEMENTERIAN Kesehatan telah menerbitkan pedoman sebagai acuan standar bagi penanganan dan manajemen covid-19. Salah satunya adalah standar alat pelindung diri (APD) bagi tenaga kesehatan.
Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Arianti Anaya, tingkat penularan tinggi dari covid-19 mewajibkan para tenaga kesehatan, tenaga medis, dan paramedis untuk menggunakan APD yang tepat dan sesuai standar ketika menangani pasien covid-19.
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah penularan virus korona baru tersebut.
"Kita ketahui sudah banyak berita meninggalnya tenaga kesehatan yang tertular pada saat melakukan penanganan pasien covid-19. Salah satu faktor dimungkinkan karena penggunaan APD yang tidak tepat dan tidak memenuhi standar sebagai alat pelindung diri," ungkap Arianti dalam teleconference di Gedung BNPB, Jakarta, Jumat (17/4).
Dia menjelaskan, APD dirancang untuk menjadi penghalang terhadap penetrasi zat, partikel bebas cair atau udara, dan melindungi penggunanya terhadap penyebaran infeksi. Penggunaan APD yang baik, kata Arianti, menjadi penghalang terhadap infeksi yang dihasilkan oleh virus dan bakteri bagi tenaga kesehatan.
Ketentuan jenis APD yang digunakan untuk penanganan covid-19 didasari oleh tempat layanan kesehatan, profesi, dan aktivitas dari petugas kesehatan.
"Banyak orang menyebut APD adalah coverall. Sebenarnya, kalau kita menyebut alat pelindung diri, maka APD khususnya untuk penanganan covid-19 ini terdiri dari masker, sarung tangan, coverall, gaun, pelindung mata, pelindung muka, pelindung kepala, pelindung kaki, dan sepatu boot anti air," jelas Arianti.
Baca juga: Anies Ungkap Kebutuhan APD Meningkat Dua Kali Lipat
Penggunaan APD memiliki jenjang tertentu tergantung kapan dan siapa penggunaannya. Pengguna APD ini terdiri dari tenaga kesehatan tingkat pertama, kedua, dan ketiga.
"Untuk tenaga kesehatan tingkat pertama, yaitu tenaga kesehatan yang bekerja di tempat praktik umum di mana kegiatannya tidak menimbulkan risiko tinggi, tidak menimbulkan aerosol, maka dapat menggunakan APD masker bedah, gaun, dan sarung tangan pemeriksaan," tuturnya.
Sementara itu, tenaga kesehatan tingkat kedua adalah dokter, perawat, dan petugas laboratorium yang bekerja di ruang perawatan pasien di mana dilakukan pengambilan sampel non pernapasan atau di laboratorium.
"APD yang dibutuhkan antara lain penutup kepala, kacamata pengaman, masker bedah, gaun, sarung tangan sekali pakai," kata Arianti.
Terakhir, tenaga kesehatan tingkat tiga merupakan yang paling infeksisus dan berisiko tinggi.
Kelompok ini merupakan tenaga kesehatan yang bekerja, berkontak langsung dengan pasien, yang dicurigai atau sudah terkonfirmasi covid-19, dan melakukan tindakan-tindakan bedah yang menimbulkan aerosol.
"Maka APD yang digunakan harus lebih lengkap. Yaitu penutup kepala, pengaman muka, pengaman mata, masker N95, coverall, sarung tangan bedah, dan sepatu boot anti slip," ungkapnya.
Baca juga: Anggota DPR Foto Pakai APD, Tenaga Medis: Kami Sulit Dapat
Lebih lanjut Arianti juga menyebut bahwa salah satu bagian penting dari APD adalah masker. Masker ini wajib digunakan oleh tenaga kesehatan.
"Khususnya masker bedah, di mana kalau kita lihat masker bedah harus bisa mencegah kontak terhadap cairan, darah, maupun droplet," jelasnya.
"Masker bedah terdiri dari tiga lapisan. Yaitu spoonbone, meltblown, spoonbone. Jadi ada tiga lapisan yang mencegah tingkat penularan," imbuhnya.
Untuk penanganan covid-19 terhadap tenaga kesehatan yang melakukan tindakan bedah, nebulasi, atau dokter gigi yang pada saat tindakan memungkinkan memicu keluarnya aerosol, diharuskan menggunakan masker N95.
"Untuk masker N95 terdiri dari 4 sampai 5 lapisan. Lapisan luar berupa polypropylene, kemudian lapisan elektrik," kata Arianti.
Masker N95 memiliki kemampuan yang lebih kuat dibandingkan masker bedah sehingga selain mampu menahan cairan darah dan droplet, juga mampu menahan aerosol.
Arianti berharap standar dan pedoman ini bisa digunakan oleh tenaga kesehatan dalam memilih APD yang dibutuhkan.
"Kami juga mengharapkan industri bisa menggunakan pedoman ini sebagai acuan untuk membuat APD," pungkasnya. (A-2)
Para ilmuan baru-baru ini telah menemukan virus corona baru pada kelelawar di Brasil yang memiliki kemiripan dengan virus MERS yang dikenal mematikan.
Hal itu meningkatkan kemungkinan bahwa virus tersebut suatu hari nanti dapat menyebar ke manusia, demikian yang dilaporkan para peneliti Tiongkok.
"Saat dunia semakin tidak menentu, kalau dibilang pusing tujuh keliling. Tapi saya yakin badai pasti berlalu. Paling penting karyawan semua sehat, dan bisa kerja" ujar Chandra.
"Tentu ini bantuan yang luar biasa, yang sangat kita butuhkan saat ini. Masker pelindung dengan spesipikasi yang bagus."
Diinformasikan pihak keluarga, saat ini dokter Handoko masih dalam kondisi sadar meski komunikasi sangat dibatasi.
Pasien positif korona ini adalah bagian dari rombongan umrah berjumlah 24 orang. Saat ini pengawasan terhadap 23 orang lainnya sedang dilakukan sampai 19 Maret atau masa inkubasi virus berakhir
KEPALA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Ishaq Iskanda, Sabtu (21/6) mengatakan Tim Terpadu Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan (Sulsel) menemukan satu kasus suspek Covid-19.
Peneliti temukan antibodi mini dari llama yang efektif melawan berbagai varian SARS-CoV, termasuk Covid-19.
HASIL swab antigen 11 jemaah Haji yang mengalami sakit pada saat tiba di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, menunjukkan hasil negatif covid-19
jemaah haji Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap gejala penyakit pascahaji. Terlebih, saat ini ada kenaikan kasus Covid-19.
Untuk mewaspadai penyebaran covid-19, bagi jamaah yang sedang batuk-pilek sejak di Tanah Suci hingga pulang ke Indonesia, jangan lupa pakai masker.
Masyarakat harus selalu waspada serta selalu menjaga pola hidup sehat bersih (PHBS).
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved