Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Masalah Perokok Anak Tak Kunjung Usai

Atikah Ishmah Winahyu
12/2/2020 16:13
Masalah Perokok Anak Tak Kunjung Usai
Ilustrasi puntung rokok(Dok.MI/Rommy Pujianto)

SEPULUH tahun lalu, masyarakat dikejutkan video viral seorang balita berusia dua tahun asal Sumatera Selatan, Aldi Rizal Suganda, yang merokok hingga 40 batang dalam sehari. Namun sampai saat ini, masalah perokok usia anak tidak kunjung usai, malam semakin meningkat.

“Kalau 10 tahun lalu kita dikejutkan dengan fenomena balita merokok, yaitu Aldi. Tahun ini kita dikejutkan dengan banyak anak kecil, balita yang kali ini bukan hanya merokok konvensional tapi juga elektronik. Jadi, masalah 10 tahun yang dulu terjadi, itu belum terselesaikan,” tegas Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari, seusai diskusi Kilas Balik Satu Dekade Perokok Anak: Kemajuan atau Utang yang Belum Terbayar di Jakarta, Rabu (12/2).

Menurut Lisda, upaya yang selama ini dilakukan pemerintah dalam mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, masih belum maksimal. Terbukti, selama hampir tujuh tahun sejak aturan itu diterbitkan, data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi anak berusia 10-18 tahun yang merokok mencapai 9,1%. Angka ini lebih tinggi dari jumlah yang ditargetkan pemerintah pada 2019, yakni 5,4%.

Baca juga: Jumlah Perokok di Bawah 18 tahun di Indonesia masih Tinggi

“Artinya, upaya itu nggak berhasil. Mungkin ada sesuatu yang terjadi, sehingga harapan menurunkan prevalensi perokok anak 5,4% pada 2019 ternyata nggak berhasil. Implementasi PP 109/2012 mungkin yang lemah, atau penegakan hukumnya yang tidak ada. Karena itu kita ingin adanya revisi PP 109/2012. Harus dipastikan PP-nya kuat, ada sanksi hukum dan melindungi anak-anak,” paparnya.

Selain sanksi yang tegas, lanjut dia, harus ada pengawasan yang turut melibatkan masyarakat. Menurutnya, pengawasan dapat meminimalisir pelanggaran.

“Yang penting adalah follow up. Kita ingin tahu nih kalau ada pelanggaran hukum misalnya di televisi tentang iklan (rokok), ini siapa yang harusnya bisa menindak? Kami berharap kementerian yang mengurusi urusan pertelevisian. Ini yang selama ini belum berjalan," tandasnya.(OL-11)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya