Headline
Senjata ketiga pemerataan kesejahteraan diluncurkan.
Tarif impor 19% membuat harga barang Indonesia jadi lebih mahal di AS.
YAYASAN Pemerhati Kesehatan Publik (YKPK) menyebut Indonesia menempati urutan ketiga negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia. Pendiri YPKP Achmad Sywqie menyebutkan satu dari lima orang Indonesia merupakan perokok.
Meski demikian, upaya untuk mengurangi jumlah perokok di Indonesia untuk menghadirkan produk tembakau alternatif untuk memenuhi kebutuhan nikotin perokok perlu digencarkan. Kajian ilmiah, lanjut Syawqie diperlukan untuk menelaah produk tembakau alternatif.
“Sekarang ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan kajian ilmiah di tengah polemik produk tembakau alternatif. Adanya kajian ilmiah yang komprehensif akan memberikan kebenaran kepada publik, terutama perokok dewasa," kata Syawqie dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/12).
Salah satu produk tembakau alternatif yang kini sedang dikaji luas di dunia ialah produk tembakau yang dipanaskan (heated tobacco product) yang diklaim memiliki risiko kesehatan yang lebih rendah dibanding rokok.
Syawqie mengungkapkan, American University of Beirut (2018) menyatakan, produk tembakau yang dipanaskan dan rokok menghasilkan nikotin dalam jumlah total yang sama. Namun produk tembakau yang dipanaskan menghasilkan Reactive Oxygen Species (ROS) sebesar 85% dan senyawa karbon (Carbonyl Compound) sebesar 77% lebih rendah dari kadar yang dihasilkan oleh rokok.
Baca juga : Anak Usaha Erajaya Garap Tembakau Alternatif
Produk tembakau yang dipanaskan memiliki kadar zat kimia yang lebih rendah daripada rokok karena dalam penggunannya tidak terjadi proses pembakaran, melainkan pemanasan. Produk tersebut memanaskan tembakau asli yang dibentuk seperti batang tembakau berukuran kecil.
Ketika dipanaskan, produk tersebut menghasilkan uap, bukan asap, yang mengandung nikotin. Karena tidak ada proses pembakaran, produk tembakau yang dipanaskan tidak menghasilkan TAR, zat karsinogen yang memicu kanker atau tumor ganas, dan karbon monoksida.
Institut Federal Jerman untuk Penilaian Risiko (German Federal Institute for Risk Assessment/BfR) juga mengkaji produk tembakau yang dipanaskan. Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan memiliki tingkat toksisitas (tingkat perusakan zat terhadap organisme) yang lebih rendah hingga 80-90 persen dibandingkan rokok konvensional.
Dengan sejumlah hasil kajian ilmiah tersebut, Syawqie mendorong pemerintah untuk melakukan kajian ilmiah yang mendalam terhadap produk tembakau yang dipanaskan. Sebab, Indonesia masih minim kajian ilmiah.
Dalam melakukan kajian ilmiah, pemerintah dapat menggandeng akademisi, regulator, dan pelaku usaha. Nantinya, hasil dari kajian ilmiah tersebut dapat menjadi acuan bagi pemerintah untuk membuat regulasi khusus bagi produk tembakau yang dipanaskan.
"Pemerintah seharusnya mensosialisasikan hasil-hasil kajian ilmiah dan informasi yang akurat mengenai produk tersebut kepada perokok dewasa, sehingga perokok dewasa memiliki pilihan untuk beralih ke produk yang lebih rendah risiko daripada terus merokok,” pungkas Syawqie. (RO/OL-7)
Aktivitas ini dilakukan dengan cara membakar salah satu ujung rokok dan mengisap asapnya melalui ujung lainnya.
Aktivitas ini dilakukan dengan cara menghirup asap melalui mulut, lalu menghembuskannya keluar dari mulut atau hidung.
Membangun komunikasi terbuka dan transparan berdasarkan penelitian ilmiah menawarkan peluang nyata untuk memengaruhi pilihan gaya hidup merokok di antara penduduk Indonesia.
rancangan peraturan daerah (raperda) kawasan tanpa rokok (KTR) di Jakarta, salah satunya memuat denda merokok di tempat umum di DKI Jakarta yang mencapai Rp250 Ribu.
Kebiasaan merokok biasanya diawali hanya dengan satu batang rokok tapi akan ada banyak resiko yang mengikuti setelahnya.
Saliva atau air liur yang produksinya menurun karena rokok rentan membuat jaringan dan rongga mulut terinfeksi serta perubahan komposisi air liur perokok menjadi lebih asam.
Pemerintah kembali menuai kritik tajam atas implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.
Pemerintah didorong melakukan reformasi menyeluruh terhadap struktur tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT).
SEJUMLAH pasal yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau pada PP Nomor 28 Tahun 2024 menuai kritik. Aturan ini dinilai berdampak negatif terhadap industri dan petani dalam negeri,
Strategi ini dinilai mampu melengkapi kebijakan pengendalian tembakau dengan menawarkan alternatif yang lebih rendah risiko bagi perokok dewasa yang belum siap berhenti dari kebiasaannya.
Ia juga menyoroti pentingnya partisipasi publik yang bermakna dalam proses penyusunan regulasi.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 memicu kekhawatiran serius di kalangan legislatif dan pelaku ekonomi nasional.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved