Headline
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.
BANYAKNYA anak yang dirawat karena mengalami kecanduan gawai di Rumah Sakit Jiwa di Cisarua, Jawa Barat menunjukkan peningkatan kesadaran masyarakat bahwa ketergantungan terhadap gawai merupakan penyakit, yang harusi dikonsultasikan agar bisa lepas dari adiksi.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan Fidiansyah menuturkan masalah kecanduan pada gawai atau gim daring sudah lama digaungkan yang kemudian dikategorikan sebagai penyakit oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 2018/
"Fenomena yang terjadi di Rumah Sakit Jiwa di Cisarua itu hal positif, bukan berarti baik kalau banyak anak-anak yang dirawat karena kecanduan gim dan gawai, namun kesadaran keluarga sudah ada. Mereka mengerti itu bagian kecanduan tidak perlu malu. Deteksi dini sudah jalan," ujar Fidi ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (16/10).
Menurutnya teknologi pada era saat ini tidak bisa dihindari, tetapi orang tua harus bijak menyikapinya. Ia menegaskan pentingnya bagi orang tua untuk mengajarkan dan mengarahkan agar anak bisa memanfaatkan teknologi dan mengenali bahayanya.
Pemahaman dan persepsi anak mengenai penggunaan gawai, terang Fidi, masih belum matang. Pada anak, prefrontal cortex atau bagian pada otak yang berfungsi untuk mematangkan kemampuan kognitif belum berkembang secara utuh.
Baca juga : Kecanduan Gawai Sebabkan Obesitas
Mereka belum dapat mempersepsikan perbedaan hal baik atau buruk Oleh karena itu, ketika diberikan stimulus misalnya menggunakan gawai, perlu pendampingan dari orang tua.
"Orang tua harus waspada dalam memberikan stimulus melalui teknologi tanpa adanya pendampingan. Sebab persepsi anak yang belum matang menerimanya konkrit dari sisi konten. Sama seperti menonton film ketika anak melihat adegan pukul memukul tanpa didampingi, ia akan menganggap hal itu wajar," terang Fidi.
Berbeda dengan generasi sebelumnya, tantangan yang dihadapi orang tua masa sekarang, lanjut Fidi, memang berat agar anak tidak mengalami kecanduan gawai sebab sejak balita mereka telah terpapar teknologi sebelum pemahaman baik atau buruk terbentuk.
Ia menjelaskan, teknologi sesuatu yang bersifat membantu tapi saat teknologi disalahgunakan, maka dapat berimbas pada fenomena kecanduan gim ataupun kecanduan siber.
Untuk mencegahnya, orang tua dianjurkan untuk memberikan pemahaman mengenai teknologi secara bertahap sesuai dengan kapasitas kognitif atau cara berpikir setiap anak.
"Jadi salah besar kalau orang tua merasa gengsi kalau sedari awal tidak memperkenalkan alat pada anak generasi milenial lalu dibiarkan. Tanpa adanya pendampingan terhadap teknologi itu berbahaya," tuturnya.
Fidi menambahkan,untuk anak yang sudah terlanjur kecanduan gawai, orang tua diimbau untuk mengenali gejala-gejala pemakaian gawai dengan durasi waktu yang lama dam membuat anak enggan belajar, tidak mau makan, atau interaksi secara sosial berkurang bahkan ada kecenderungan tantrum atau marah-marah ketika tidak mendapatkan hal yang diinginkan, maka sebaiknya konsultasikan pada tenaga kesehatan yang ahli.
"Jangan sampai anak jatuh pada adiksi yang semakin sulit dicegah dan diobati. Prinsip penyakit semakin dini semakin cepat dipulihkan," terangnya.
Baca juga : Anak Perlu Edukasi Pemanfaatan Gawai yang Sehat
Bagi anak yang sudah kecanduan gawai ataupun gim, Fidi menjelaskan prinsip rehabilitasinya dari semua ketergantungan sama seperti pada kasus adiksi zat psikotopika dan napza. Orang yang sudah terlanjur kecanduan harus perlahan-lahan lepas dari ketergantungan. Pada kecanduan gawai misalnya dengan memutus jaringan internet dan tidak memberikan gawai.
"Detoksifikasi pada kecanduan narkotika sama, harus diajarkan lepas dari ketergantungan. Tidak boleh pada waktu-waktu tertentu, memang anak akan sakau atau gelisah misalnya tantrum. Dengan sebuah pelatihan, anak bisa mencoba mengendalikan sakau dengan pengalihan yang positif," terangnya.
Meskipun dari tren ada indikasi peningkatan kecanduan gawai ataupun gim pada anak, Fidi mengakui secara kumulatif data laporan kasus kecanduan tersebut belum ada karena relatif langka.
Ia berharap penyedia layanan di fasilitas kesehatan bisa melaporkan jumlah kasusnya ke Kementerian Kesehatan agar sistem pendataan bisa berjalan.
"Dengan adanya peningkatan kasus, pencatatan pelaporan bisa seperti penyakit lain seperti Demam Berdarah Dengue, Malaria, dan lain-lain segera bisa dilakukan sistem surveilans dengan laporan yang akan menggambarkan kejadian luar biasa seperti endemi atau Kejadian luar biasa karena ada kejadian yang mencolok," tukasnya. (OL-7)
Balita berumur kurang dari dua tahun menjadi kelompok paling berisiko terhadap dampak dari screen time (paparan waktu layar).
Kebiasaan bermain dan melihat konten menggunakan gawai bisa membuat anak susah memusatkan perhatian dan menyebabkan penurunan kemampuan sensorik anak.
Melatonin merupakan hormon yang bikin mengantuk hingga seseorang akhirnya bisa tertidur.
Kondisi ini dikenal sebagai gadget neck, yaitu nyeri yang muncul karena posisi kepala menunduk terlalu lama, seperti saat menatap layar ponsel atau laptop.
Autisme virtual menyebabkan anak mengalami kesulitan komunikasi sosial, perilaku repetitif, dan perilaku yang tidak lazim.
PP Tunas tidak melarang penggunaan gawai. Namun, PP mengatur produk, layanan, dan fitur (PLF) yang diakses anak harus sesuai dengan tahap perkembangan mereka.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved