Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Film dokumenter karya sutradara Lola Amaria berjudul Eksil akan tayang di bioskop mulai Kamis (1/2). Film Eksil adalah film sejarah kelam Indonesia pada masa huru hara politik Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) 1965 dari sudut pandang para korban atau orang-orang asli Indonesia yang tak diakui negara hingga akhirnya terdampar di negeri orang, diantaranya Rusia, Belanda, Ceko, Swedia dan lainnya. Di film tersebut, mereka hanya menceritakan apa yang dialami pada masa itu sampai terdampar di negara orang.
Baca juga : Lola Amaria Mengaresiasi Antusiasme Masyarakat Saksikan Film Eksil Sambil Berdonasi
Dikatakan Lola Amaria, ia bersama timnya melakukan riset sejak 2010 termasuk mencari data keberadaan Eksil. Lalu menggarap langsung sejak tahun 2015. Selama tiga bulan berada di Eropa dengan berbagai negara yang dikunjungi Lola dan timnya untuk bertemu langsung dan berbincang dengan para Eksil.
“Ini film dokumenter perdana saya. Di film ini menggunakan gaya bertutur, sehingga akan lebih mudah untuk dicerna terutama oleh generasi milenial dan generasi Z. Kedua generasi ini sudah sangat berjarak dengan sejarah masa lalu, apalagi dengan disrupsi informasi yang masif sekarang ini. Kepada merekalah anak-anak muda, termasuk orangtua film ini sesungguhnya kita berikan. Agar lebih tahu dengan keadaan yang sebenarnya yang dialami para Eksil,” kata Lola Amaria di XXI Metropole, Jakarta Pusat, Senin (29/1).
“Kita mendapatkan kendala dalam proses pembuatannya. Selain masalah dana tentunya, masalah narasumber yang cukup sulit untuk ditemui dan mau bercerita. Karena mereka waspada sekali terhadap kita. Mereka mengira kita intel atau mata-mata, sehingga menjaga jarak dengan kita. Dan ini butuh proses untuk meyakininya,” tambah Lola.
Dalam kesempatan yang sama Sari Mochtar atau akrab dipanggil Ai selaku line produser menambahkan, bahwa untuk bisa berinteraksi dengan para narasumber itu tidak gampang, dibutuhkan trik dan kesabaran sehingga mereka percaya.
“Untuk mendapatkan kepercayaan mereka nggak gampang, kecurigaan itu ada. Bahkan ketika kita mengambil video mereka juga mengambil video tentang kita. Jadi untuk mensiasati kita harus membantu masak atau cuci piring agar kecurigaan itu menjadi cair. Dari situ baru mereka percaya sama kita dan bisa diwawancarai secara terbuka. ” terang Ai.
Dikatakan Lola Amaria, film Eksil tak bermaksud mengangkat peristiwa G30S/PKI atau politiknya, tetapi lebih dari sisi kemanusiannya dengan melihat dan mendengar langsung apa yang dialami para Eksil selama menetap di negeri orang akibat terusir dari negeri sendiri. Termasuk kerinduan dan kecintaan mereka terhadap Tanah Air.
“Film ini bukan untuk yang mengerti soal peristiwa 1965. Tapi ini untuk generasi saya dan di bawah saya yang tiap tahun dicekoki film G30S/PKI. Itu kayaknya harus tahu dari sisi sebelahnya dan ini yang bicara orangnya langsung, yang mereka yang berda di luar negri sebelum peristiwa PKI nggak boleh pulang. Mereka punya cerita yang jujur tentang itu,” jelas Lola.
Hampir dari 10 orang yang berhasil diwawancarai mereka masih mengaku Cinta Indonesia, meskipun beberapa dari mereka sudah beranak pinak disana. Bahkan secara jujur hati mereka tetap rindu pulang ke kampung halaman.
Perjuangan Lola dan tim seakan terbayar ketika film Eksil mendapat penghargaan film dokumenter terbaik di Festival Film Indonesia (FFI) 2023. Film Eksil akan tayang di bioskop yang telah ditentukan diantaranya, Plaza Senayan XXI Jakarta, AEON Mall BSD City XXI Tangerang, Mega Bekasi XXI, TSM XXI Bandung, Ciputra World XXI Surabaya, Ringroad Citywalks XXI Medan, Empire XXI Yogyakarta dan Cinepolis Plaza Semanggi, Mall Lippo Cikarang serta Flix Ashta SCBD hingga CGV Aeon Mall Jakarta Grand Cakung (JGC) dan CGV JWalk Yogyakarta. (B-4)
SEJARAH kelam Gerakan 30 September 1965 seharusnya menjadi perjalanan bangsa yang tidak lagi menciptakan dendam/permusuhan baru atau memperpanjang permusuhan lama
Pengamat politik Universitas Bhayangkara Djuni Thamrin berpendapat, ketegasan Andika Perkasa dalam memberantas diskriminasi di tubuh militer dengan menggunakan dasar hukum yang kuat,
Berikut ke-7 jenderal yang menjadi korban peristiwa mengerikan G30S/PKI.
Menko Polhukam Mahfud MD serta Menkumham Yasonna H. Laoly bertemu dan berdialog dengan mantan Mahasiswa Ikatan Dinas dan korban pelanggaran HAM berat di luar negeri.
Sebelumnya, Gatot Nurmantyo menyatakan bahwa paham PKI tengah menyusup ke militer Indonesia saat ini. Hal tersebut terlihat dari penghilangan patung tokoh G30S/PKI di Markas Kostrad.
Angga Dwimas Sasongko percaya bahwa cerita bermuatan lokal dan inovasi dengan cerita tersebut adalah kunci yang dibutuhkan untuk membuka pintu peluang perfilman nasional menembus global.
Saat audisi film Tinggal Meninggal, aktor Omara Esteghlal terlihat berbeda dengan kebiasaannya mengemut lemon, yang menurut Kristo Immanuel adalah tingkah laku yang tidak umum.
Kristo Immanuel dan Jessica Tjiu mengusung cerita yang lahir dari keresahan akan realitas sosial yang dibalut unsur komedi getir dan pakem penyutradaraan breaking the fourth wall.
Film Tinggal Meninggal produksi Imajinari tersebut akan tayang d bioskop mulai 14 Agustus.
Memproduksi film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu memberikan tantangan yang signifikan bagi Monty Tiwa.
Rizal Mantovani juga membangun nuansa horor melalui memori kolektif tentang sebuah imajinasi apa yang terjadi ketika sebuah televisi sudah tak menyala lagi di malam hari.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved