Headline
Hakim mestinya menjatuhkan vonis maksimal.
Talenta penerjemah dan agen sastra sebagai promotor ke penerbit global masih sangat sedikit.
SUTRADARA Matthew Vaughn mengungkapkan inspirasinya dalam menggarap film terbarunya, The King's Man, yang sudah tayang di bioskop Indonesia mulai Rabu (22/12).
"Saya menonton ulang film berjudul The Man Who Will Be King, dan setelah itu saya bercanda dengan mengatakan, 'Bukankah bagus untuk membuat The Man Who Will Be Kingsman?'," ungkap Vaughn dalam jumpa pers global The King's Man, ditulis Kamis (23/12).
Lebih lanjut, Vaughn mengatakan film The Man Who Will Be King karya John Huston pada 1975 tersebut adalah momen dimana ia sadar betapa indahnya sebuah karya film dan pengalaman menontonnya di bioskop.
Baca juga: Andi Rianto Puji Penampilan Sissy Priscillia-Vanesha Prescilla di Film Backstage
"Itu mengingatkan saya mengapa saya jatuh cinta dengan sinema. Ide-ide film petualangan sejarah nan epik, dengan aktor dan karakter hebat, humor, kesedihan, dan, sebuah pelarian dan hiburan yang murni," kenangnya.
Kecintaannya akan pengalaman sinematik dan cerita-cerita sejarah di awal 1900-an pun mengilhami Vaughn untuk kemudian membuat The King's Man.
Ia mengatakan film-film Kingsman sebelumnya juga turut memberikan andil besar.
The King's Man menampilkan cerita sejarah dengan cara unik khas Kingsman, namun tetap menunjukkan dampak dan kehancuran dari peperangan.
Film ini juga menonjolkan detail-detail penting yang menceritakan keterlibatan Kingsman dalam peristiwa-peristiwa tersebut.
Lebih lanjut, sutradara Vaughn memiliki harapan besar terhadap The King's Man dalam menceritakan bagaimana spionase berubah dari masa ke masa.
"The King's Man adalah petualangan epik yang akan membawa penonton dalam perjalanan yang tidak terduga dan penuh dengan emosi. Kami harap para penggemar dapat lebih mengenal dan menyukai Kingsman melalui film ini," ucapnya.
The King's Man merupakan prekuel dari dua film Kingsman sebelumnya yaitu Kingsman: The Secret Service (2014) dan Kingsman: The Golden Circle (2017).
The King's Man mengungkap asal usul badan intelijen independen pertama melalui petualangan yang menampilkan para tiran dan dalang kriminal, merencanakan serangkaian peristiwa bersejarah untuk memicu perang yang akan memusnahkan jutaan orang.
Berbeda dengan film-film Kingsman sebelumnya, The King's Man akan membawa penonton ke satu abad sebelumnya, dalam rangkaian peristiwa bersejarah di era Perang Dunia I dan menjelajahi asal mula agensi Kingsman; bagaimana dan mengapa agensi tersebut dibentuk.
The King's Man menceritakan tentang Orlando Oxford (Ralph Fiennes), seorang bangsawan Inggris yang berusaha menjaga putranya, Conrad Oxford (Harris Dickinson), dari dampak negatif peperangan dan sisi gelap dunia.
Ia menyadari keburukan dan kegilaan yang terjadi di dunia dipicu oleh beberapa pihak jahat di belakang layar.
Oxford pun tidak bekerja sendiri, ia dibantu pengawalnya dan orang kepercayaannya, Shola (Djimon Hounsou), dan juga seorang pengurus rumah tangga, Polly (Gemma Arterton) yang pandai. (Ant/OL-1)
The King's Affection dari KBS 2TV, yang dibintangi Park Eun Bin dan Rowoon SF9, telah dinominasikan untuk Best Telenovela.
The King's Man sudah tayang di bioskop Indonesia mulai 22 Desember 2021.
Berlatar belakang awal abad ke-20, The King's Man menceritakan bagaimana agensi Kingsman didirikan untuk melawan plot perang.
Angga Dwimas Sasongko percaya bahwa cerita bermuatan lokal dan inovasi dengan cerita tersebut adalah kunci yang dibutuhkan untuk membuka pintu peluang perfilman nasional menembus global.
Saat audisi film Tinggal Meninggal, aktor Omara Esteghlal terlihat berbeda dengan kebiasaannya mengemut lemon, yang menurut Kristo Immanuel adalah tingkah laku yang tidak umum.
Kristo Immanuel dan Jessica Tjiu mengusung cerita yang lahir dari keresahan akan realitas sosial yang dibalut unsur komedi getir dan pakem penyutradaraan breaking the fourth wall.
Film Tinggal Meninggal produksi Imajinari tersebut akan tayang d bioskop mulai 14 Agustus.
Memproduksi film GJLS: Ibuku Ibu-Ibu memberikan tantangan yang signifikan bagi Monty Tiwa.
Rizal Mantovani juga membangun nuansa horor melalui memori kolektif tentang sebuah imajinasi apa yang terjadi ketika sebuah televisi sudah tak menyala lagi di malam hari.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved