Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Pemerintah tengah mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan polemik terkait pemutaran musik di tempat usaha, menyusul kekhawatiran sejumlah pelaku usaha akan kewajiban pembayaran royalti musik. Kekhawatiran ini membuat sebagian kafe dan restoran memilih untuk tidak lagi memutar lagu-lagu Indonesia.
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyebut bahwa persoalan ini menimbulkan pandangan yang beragam di masyarakat. Di satu sisi, pencipta lagu menuntut perlindungan atas hak ekonominya, termasuk dalam konteks pemutaran karya di ruang publik. Namun, di sisi lain, terdapat pandangan bahwa pemutaran musik di kafe atau restoran tidak selalu masuk dalam kategori komersialisasi yang harus dikenai royalti.
Menurut Prasetyo, sebagian pihak menilai bahwa lagu yang diputar di ruang publik seperti rumah makan lebih bersifat sebagai hiburan bagi pelanggan, bukan bagian dari transaksi ekonomi secara langsung. Namun, ada pula pendapat bahwa jika pemanfaatan musik berkontribusi pada keuntungan usaha, maka hal itu layak diatur dalam mekanisme pembagian hak cipta.
"Pandangan masyarakat beragam, dan kami sedang mencari jalan tengah yang bisa diterima semua pihak," ujar Hadi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.
Dia menegaskan bahwa pemerintah akan memfasilitasi pertemuan antara pihak-pihak terkait untuk membahas persoalan ini secara bersama-sama. Langkah ini diharapkan dapat menghasilkan kebijakan yang adil dan bisa menjawab keresahan pelaku usaha tanpa mengabaikan hak para pencipta karya.
Senada dengan itu, Menteri Kebudayaan Fadli Zon juga menyatakan kesiapannya untuk mencari penyelesaian terhadap persoalan ini. Ia menyebut bahwa ketakutan sebagian pelaku usaha kemungkinan timbul akibat kesalahpahaman mengenai mekanisme royalti.
"Kita akan carikan solusi yang adil untuk semua pihak, supaya tidak ada lagi ketakutan atau salah persepsi," ujarnya di Depok, Jawa Barat.
Belakangan ini, beberapa tempat usaha, salah satunya di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, diketahui berhenti memutar lagu-lagu Indonesia dan menggantinya dengan lagu barat atau musik instrumental. Beberapa kafe bahkan memilih tidak memutar musik sama sekali. Langkah itu diambil sebagai bentuk kehati-hatian agar tidak terjerat persoalan hukum terkait royalti. (Ant/E-3)
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengusulkan kepada pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pemutaran musik di ruang publik.
PHRI NTB mengimbau para pelaku usaha kafe dan restoran untuk tidak memutar musik bila tidak ingin terkena kasus pidana atas aturan royalti.
Berlarut-larut, tak terasa sekitar 30 tahunan (terhitung dari LMK pertama didirikan, Yayasan Karya Cipta Indonesia-KCI circa 1990) sudah terjadi di negeri ini.
Diharapkan langkah ini menjadi pintu masuk bagi penguatan perlindungan hak cipta, sekaligus memastikan penarikan royalti dilakukan secara transparan
Piyu mengaku tergerak memperjuangkan hak para pencipta lagu. Karena sebagian dari pencipta lagu tidak mendapatkan hak yang layak.
“Semua pihak sepakat dalam dua bulan ini konsentrasi untuk selesaikan Undang-Undang Hak Cipta. Telah disepakati, delegasi penarikan royalti akan dipusatkan di LMKN,"
Vokalis NOAH sekaligus Wakil Ketua Umum Vibrasi Suara Indonesia (VISI), Nazril Irham alias Ariel, menyampaikan kegelisahan para penyanyi terkait persoalan royalti.
Hak cipta lagu kebangsaan Indonesia Raya telah diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Republik Indonesia tanpa syarat oleh empat orang ahli waris almarhum WR Soepratman.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved