Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengusulkan kepada pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pemutaran musik di ruang publik. Evaluasi harus dilakukan mengingat terus berkembangnya teknologi dan model usaha.
Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja, menyatakan peraturan yang ada perlu terus diperbarui seiring perubahan berbagai faktor. Ia menilai inovasi dalam bidang usaha dan teknologi menjadi dua hal penting yang patut diperhatikan dalam proses evaluasi.
"Isu royalti musik atas pemutaran di ruang publik masih menjadi perdebatan, bahkan di antara para pelaku industri musik itu sendiri, termasuk pencipta lagu dan musisi. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ruang perbaikan dalam regulasi yang berlaku," ujar Alphonzus.
Alphonzus menekankan bahwa kewajiban pembayaran royalti sebenarnya sudah diatur sejak lama melalui Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. APPBI sendiri mengaku telah melaksanakan kewajiban tersebut dan bahkan pernah menerima penghargaan sebagai pembayar royalti aktif dari Kementerian Hukum dan HAM pada tahun 2019.
Saat ini, ia mengatakan pusat perbelanjaan rutin melakukan pembayaran royalti musik melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sesuai dengan regulasi yang berlaku. Ia juga menyebut bahwa pemutaran musik di pusat perbelanjaan ditujukan semata-mata untuk menciptakan suasana yang lebih nyaman bagi pengunjung, bukan untuk kepentingan komersial langsung dari musik yang diputar.
Sementara itu, Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM, Agung Damarsasongko, menjelaskan bahwa setiap pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, hingga hotel, wajib membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.
Kewajiban ini tetap berlaku meski pelaku usaha telah berlangganan layanan musik digital seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music. Hal ini disebabkan karena langganan tersebut bersifat personal dan tidak mencakup izin pemutaran untuk tujuan komersial di ruang publik.
Penggunaan musik di ruang usaha dikategorikan sebagai aktivitas komersial, sehingga memerlukan lisensi tambahan melalui mekanisme resmi. Pembayaran royalti dilakukan melalui LMKN, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Hak Cipta Lagu dan/atau Musik. (Ant/E-3)
Pemerintah mencari solusi terbaik untuk menyelesaikan polemik terkait pemutaran musik di tempat usaha, menyusul kekhawatiran sejumlah pelaku usaha akan kewajiban pembayaran royalti musik.
PHRI NTB mengimbau para pelaku usaha kafe dan restoran untuk tidak memutar musik bila tidak ingin terkena kasus pidana atas aturan royalti.
Berlarut-larut, tak terasa sekitar 30 tahunan (terhitung dari LMK pertama didirikan, Yayasan Karya Cipta Indonesia-KCI circa 1990) sudah terjadi di negeri ini.
Diharapkan langkah ini menjadi pintu masuk bagi penguatan perlindungan hak cipta, sekaligus memastikan penarikan royalti dilakukan secara transparan
Piyu mengaku tergerak memperjuangkan hak para pencipta lagu. Karena sebagian dari pencipta lagu tidak mendapatkan hak yang layak.
“Semua pihak sepakat dalam dua bulan ini konsentrasi untuk selesaikan Undang-Undang Hak Cipta. Telah disepakati, delegasi penarikan royalti akan dipusatkan di LMKN,"
Vokalis NOAH sekaligus Wakil Ketua Umum Vibrasi Suara Indonesia (VISI), Nazril Irham alias Ariel, menyampaikan kegelisahan para penyanyi terkait persoalan royalti.
Hak cipta lagu kebangsaan Indonesia Raya telah diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintah Republik Indonesia tanpa syarat oleh empat orang ahli waris almarhum WR Soepratman.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved