Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

Kolaborasi dengan Masyarakat Lokal Jadi Fondasi dan Hadapi Tantangan dalam Hilirisasi Mineral

mediaindonesia.com
22/1/2025 06:00
Kolaborasi dengan Masyarakat Lokal Jadi Fondasi dan Hadapi Tantangan dalam Hilirisasi Mineral
MULAI BEROPERASI: Smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Smelter PTFI, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur, Senin (23/9/2024).(ANTARA)

HILIRISASI mineral telah menjadi kebijakan strategis nasional sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan dari UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral Indonesia melalui pengolahan di dalam negeri. Namun, implementasi hilirisasi tidak berjalan tanpa tantangan. 

Berdasarkan laporan penelitian Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) berjudul 'Membangun Kemitraan Antara Masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan untuk Optimalisasi Manfaat Hilirisasi', terungkap bahwa kesuksesan hilirisasi sangat bergantung pada keterlibatan masyarakat lokal, meskipun tantangan besar masih membayangi.

Menurut Hendi Subandi, Peneliti Utama dari FEB UB, proyek pembangunan smelter PT Freeport Indonesia (PT FI) di Gresik menjadi contoh upaya besar dalam mendorong hilirisasi mineral tembaga. Sebagai salah satu lokasi di Kawasan Ekonomi Khusus Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik memiliki potensi besar untuk menciptakan dampak ekonomi positif. keterlibatan masyarakat lokal menjadi kunci keberhasilan proyek hilirisasi. 

“Namun, sebagian besar kemitraan dengan masyarakat lokal hanya berfokus pada pekerjaan yang bersifat sementara. Seperti konstruksi dan subkontrak jasa. Kami menemukan bahwa meskipun ada upaya melibatkan UMKM lokal, sebagian besar UMKM tidak mampu memenuhi standar operasional yang ditetapkan oleh PT FI. Ini adalah masalah kapasitas yang perlu segera diatasi,” ujar Hendi.

Hendi melanjutkan, kendala lain yang signifikan adalah rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan tenaga kerja lokal. PT FI melalui program job fair berhasil menarik 2.000 pelamar dari penduduk lokal, tetapi hanya sebagian kecil yang memenuhi kualifikasi. Dampaknya, sebagian besar tenaga kerja yang terserap adalah pendatang dari luar wilayah.

“Untuk mengatasi hal ini, laporan FEB UB merekomendasikan model kemitraan berbasis CSR eksplisit, CSR implisit, dan rantai pasok. Dengan pendekatan ini, perusahaan diharapkan dapat memberikan pelatihan intensif bagi tenaga kerja lokal serta memperluas keterlibatan UMKM dalam rantai pasok produksi,” imbuhnya.

Di sisi lain, Hendi menjelaskan, di Mempawah, Kalimantan Barat, Kalimantan Barat, PT Borneo Alumina Indonesia (PT BAI), yang mengelola <i>smelter<p> bauksit berhasil memperdayakan masyarakat lokal melalui program-program CSR perusahaan. Misalnya, PT BAI telah membina lebih dari 20 UMKM dan mendukung komunitas seni lokal.

Namun, laporan FEB UB juga mencatat bahwa tantangan terbesar di Mempawah adalah rendahnya infrastruktur dasar, seperti jalan yang belum sepenuhnya teraspal dan akses listrik yang terbatas. Menurut Hendi, wilayah ini memiliki potensi besar, tetapi juga rentan secara ekonomi dan sosial. 

Kesenjangan ini memerlukan investasi strategis dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan perusahaan.
“Untuk meningkatkan efektivitas kemitraan, pola rantai pasok yang memprioritaskan UMKM lokal menjadi rekomendasi utama. Dukungan regulasi pemerintah dan pelatihan yang berkelanjutan diperlukan agar masyarakat dapat sepenuhnya terlibat dalam aktivitas ekonomi hilirisasi,” ujar Hendi.

Sementara itu, di Batam, khususnya kawasan Rempang Eco City, direncanakan menjadi pusat hilirisasi pasir silika dan kaca. Namun, proyek ini menghadapi dinamika sosial yang kompleks, termasuk relokasi 241 keluarga dari Rempang ke wilayah lain. Hendi mengungkapkan, konflik ini mencerminkan tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan industri dan hak-hak masyarakat lokal.

Menurut penelitian FEB UB, salah satu isu utama adalah kurangnya komunikasi yang efektif antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Berita negatif yang menyebar melalui media sosial sering kali memperkeruh situasi. Hendi menambahkan, kunci keberhasilan adalah menciptakan dialog yang berkelanjutan sehingga masyarakat merasa didengar dan dilibatkan dalam setiap tahap proyek.

“Rekomendasi dari penelitian ini mencakup pendekatan berbasis dialog yang berkelanjutan dan penguatan program CSR eksplisit serta perdagangan umum untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap proyek ini,” kata Hendi.

Hendi menyimpulkan, keterlibatan masyarakat lokal adalah fondasi bagi keberhasilan hilirisasi mineral. Namun, masyarakat lokal juga menghadapi tantangan besar, termasuk minimnya pendidikan, keterampilan, dan akses terhadap infrastruktur. Dengan adopsi strategi yang tepat, seperti pelatihan berkelanjutan, regulasi yang mendukung, dan pendekatan dialogis, hilirisasi mineral dapat menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia yang tidak hanya kompetitif secara global tetapi juga berkelanjutan dan inklusif.

“Kemitraan yang baik tidak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga harus membawa dampak sosial dan lingkungan yang positif. Kita perlu memastikan bahwa pembangunan industri tidak meninggalkan masyarakat lokal di belakang,” pungkas Hendi. (S-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Denny parsaulian
Berita Lainnya