Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Smelter Manyar Jadi Titik Awal Integrasi Industri dan Lingkungan Hidup

 Gana Buana
23/7/2025 17:10
Smelter Manyar Jadi Titik Awal Integrasi Industri dan Lingkungan Hidup
Tiga Compost House di desa-desa Ring 1 kawasan smelter Manyar diresmikan(Antara)

PT Freeport Indonesia (PTFI) pada 9 Juni 2025 lalu, meresmikan tiga Compost House di desa-desa Ring 1 kawasan smelter Manyar—Manyar Sidorukun, Manyarejo, dan Manyar Sidomukti—sebagai bagian dari program “Waste for Waste”. Inisiatif ini menjadi cerminan tanggung jawab lingkungan perusahaan dan wujud konkret hilirisasi yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat.

Program ini memanfaatkan limbah organik dari operasional smelter dan lingkungan sekitar untuk diolah menjadi pupuk kompos. Uniknya, pupuk tersebut dikelola dan dipasarkan oleh kelompok masyarakat desa, menjadikannya sebagai sumber pendapatan alternatif bagi warga setempat.

Dalam Laporan Akhir Membangun Kemitraan antara Masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Perusahaan untuk Optimalisasi Manfaat Hilirisasi yang dirilis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) tahun 2024, ditegaskan bahwa program CSR dalam hilirisasi industri tambang—termasuk tembaga, bauksit, dan pasir silika—ke depan harus diarahkan pada perbaikan kualitas lingkungan serta peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat.

Peneliti utama laporan tersebut, Hendi Subandi, menyebutkan bahwa dampak hilirisasi industri terhadap lingkungan dapat diukur melalui indikator kualitas dan pencemaran air (Indeks Kualitas Air dan kadar BOD), udara (Indeks Kualitas Udara dan Densitas CO), serta efektivitas program tanggung jawab sosial perusahaan.

“Kegiatan CSR yang dilakukan oleh perusahaan berdampak positif terhadap kondisi ekonomi, sosial, dan lingkungan di sekitar lokasi perusahaan beroperasi,” katanya dalam keterangan tertulis.

Pembangunan Compost House oleh PTFI juga sejalan dengan kajian The Reform Initiatives (TRI) bertajuk Membangun Harmoni yang Produktif Antara Pekerja Asing-Domestik dan Masyarakat Lokal: Tantangan, Kesempatan, dan Kebijakan Investasi Hilirisasi di Indonesia. Ketua Tim Peneliti TRI, Unggul Heriqbaldi, menekankan perlunya dukungan pemerintah pusat dalam memperluas ruang fiskal daerah.

“Transformasi transfer fiskal harus dilakukan dengan indikator-indikator baru, bukan hanya berpatokan pada investasi dan PDB. Indikator sosial dan lingkungan juga harus menjadi acuan,” jelasnya.

Ia juga merekomendasikan agar prinsip Environment, Social, and Governance (ESG) digunakan sebagai parameter dalam menilai kinerja investasi hilirisasi.

“Tidak cukup hanya melihat jumlah dan nominal investasi. Dampak sosial dan keberlanjutan lingkungan juga harus dinilai,” tegasnya. (RO/Z-10)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana
Berita Lainnya