Headline
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.
Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan
PEMBEDAAN perlakuan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dinilai bakal membuat kerumitan pada aspek pengaturan pajak. Itu akan menyebabkan urusan administrasi pajak memakan waktu.
"Pemberlakuan tarif yang berbeda-beda untuk objek pajak PPN, akan membuat lebih rumit peraturan. Apalagi, PPN itu dikenakan secara bertingkat atas setiap kenaikan nilai tambah barang," jelas Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani saat dihubungi, Kamis (5/12).
Dia menuturkan, jika pembedaan pengenaan tarif didasari pada kategori barang mewah dan bukan, maka sedianya pemerintah telah memiliki instrumen Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Pembedaan tarif PPN berdasarkan barang, lanjut Ajib, akan memunculkan kebingungan pada pendefinisian tiap barang. Misal, satu barang dikategorikan mewah namun dalam proses produksinya melibatkan barang produksi yang bukan kategori barang mewah, maka tarif yang dipungut akan 12%.
"Kalau untuk kategori barang mewah, sebenarnya sudah ada instrumen PPnBm. Tarif PPN yang gradual akan membuat peraturan perpajakan menjadi lebih rumit," tuturnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CoRE) Mohammad Faisal menilai pembedaan tarif PPN, atau multitarif sebagai solusi yang rasional untuk diterapkan. Itu menurutnya jauh lebih baik ketimbang perlakuan sama atau satu tarif.
"PPN yang ditetapkan secara merata tentu saja akan berdampak berbeda-beda terhadap masing-masing kelompok masyarakat dan juga terhadap masing-masing sektor," ujarnya.
"Variasinya itu sangat lebar, sehingga untuk sektor-sektor yang sekarang sedang tertekan atau masyarakat yang kelas menengah sekarang yang sedang turun pasti akan makin tertekan kembali," tambah Faisal.
Karenanya, penerapan tarif PPN memang diperlukan perlakuan yang berbeda. Dengan begitu, masyarakat yang saat ini tengah tertekan daya belinya dapat tetap terjaga dengan baik, alih-alih merosot lebih dalam karena kenaikan tarif PPN. "Jadi harus ada pembedaan untuk memenuhi aspek keadilan," pungkas Faisal.
Sebelumnya diketahui, Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Miskbakhun mengungkapkan PPN dengan tarif 12% tetap berlaku pada barang-barang mewah, atau yang selama ini menjadi objek dalam PPnBM. Sementara untuk masyarakat miskin, sebut dia, tetap akan dikenakan PPN tarif 11%.
Sementara itu Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menuturkan pemerintah masih akan melakukan kajian perihal tarif PPN 12% di 2025. (Mir/M-3)
Banyak tempat olahraga yang digunakan masyarakat menengah ke bawah sehingga omzet yang didapatkan juga terbilang rendah.
Mulai 20 Mei 2025, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menerapkan pajak sebesar 10% untuk kegiatan olahraga komersial, termasuk olahraga padel.
Secara aturan olahraga padel termasuk kategori olahraga permainan yang dikenakan pajak.
Seluruh daerah menerapkan hal serupa lantaran regulasi mengenai itu telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Perusahaan mencatat komitmen belanja TKDN di 2024 mencapai 61,62% berupa jasa umum, jasa sewa kapal, dan material dengan total senilai Rp6,01 triliun.
Sekjen idEA mengungkapkan akan patuh dan menjalankan kebijakan apa pun dari pemerintah sesuai dengan ketentuan. idEA Minta Pemerintah Hati-Hati Terapkan Pajak Pedagang e-Commerce
Mikir dua kali sebelum beli!10 barang mahal ini ternyata gak penting. Boros? Simak daftarnya & hemat uangmu! klik. disini!
Pemasok asal Tiongkok ramai-ramai membagikan video di media sosial yang menunjukkan proses produksi barang-barang mewah bermerek.
PENERAPAN tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% tak semata berdampak pada barang mewah atau objek yang selama ini dipungut Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
Budi menilai kenaikan PPN 12% terhadap barang mewah menjadi kado tahun baru dari Presiden Prabowo Subianto.
KEPUTUSAN pemerintah mengenai tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang hanya diterapkan untuk barang mewah kerumitan dari sisi administrasi bagi pengusaha
Pemerintah telah mengumumkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini mengacu pada Undang-Undang HPP
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved