Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Perpres No 132/2024 Resahkan Petani Sawit

Mirza Andreas
27/10/2024 11:10
 Perpres No 132/2024 Resahkan Petani Sawit
Petani menyusun tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tempat penampungan kelapa sawit Dendang, Tanjung Jabung Timur, Jambi, Minggu (13/10/2024).(ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan)

ASOSIASI Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) meminta pengelolaan kelapa sawit tidak digabungkan dalam Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) namun tetap di bawah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS).

Ketua Umum Apkasindo Gulat ME Manurung menyatakan, pihaknya mengapresiasi kebijakan peningkatan produksi kakao dan kelapa dengan pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) melalui Perpres No 132/2024.

"Kami meminta kelapa sawit tidak digabungkan dalam lembaga baru ini, Karena itu, BPDP-KS sebaiknya tetap berdiri untuk mendanai program sawit termasuk petani secara mandiri untuk kepentingan nasional sebagai komoditi Indonesia," katanya melalui keterangannya di Jakarta, Minggu (27/10).

Menurut dia, konsep menggabungkan sawit ke tanaman perkebunan lainnya sangat tergesa-gesa, tanpa kajian mendalam, tanpa melibatkan stakeholder sawit dalam perencanaannya, apalagi dengan blending dana sawit menjadi dana bersama tanaman perkebunan lainnya.

Sebaiknya, lanjutnya, lembaga baru itu menaungi khusus kakao dan kelapa saja.

"Untuk itu, kami petani sawit bermohon kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto untuk mencabut Perpres No 132/2024, lalu memberlakukan kembali Perpres yang menaungi BPDP-KS," katanya.

Menurut Gulat, terbitnya Perpres No 132/2024 yang menghilangkan peranan BPDP-KS telah menimbulkan keresahan bagi petani sawit yang sedang mengajukan pendanaan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Apalagi, dana yang dikumpulkan BPDP-KS bersumber dari pungutan ekspor (levy) sawit. Artinya, petani ikut berkontribusi dalam dana gotong royong tersebut.

Dari perhitungan Apkasindo, tarif pungutan ekspor CPO sebesar US$62 per ton pada September 2024, telah membebani petani sawit sebesar Rp192/kg dengan asumsi rendemen TBS 20% dan per Oktober ini naik lagi, sementara harga TBS petani sawit Rp208/kg TBS.

"Kami petani sawit tidak bermaksud egois atau menginklusifkan sawit, tapi faktanya kami masih terseok-seok, butuh perhatian afirmatif melalui dana sawit kami sendiri," ujarnya.

Dikatakannya, dana sawit tujuannya untuk menjaga harga TBS melalui serapan CPO Domestik untuk program biodiesel, peningkatan produktivitas melalui Peremajaan Sawit Rakyat (PSR), sarana-prasarana, SDM petani, dan keberlanjutan perkebunan sawit rakyat yang sejalan dengan program strategis pemerintahan Prabowo-Gibran.

Gulat menambahkan, Apkasindo dalam proses pembahasan uji publik Perpres No 132/2024 dengan tegas menolak sawit berada di bawah Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), apalagi dengan menggabungkan dana sawit kepada kakao dan kelapa dengan berbagai argumen.

BPDP-KS, lanjutnya, seharusnya tidak dikorbankan atas masih rendahnya serapan dana sawit oleh petani sawit, karena kendala berada di K/L lain yang cukup banyak mencampuri urusan sawit dengan aturan masing-masing.

"Jadi seperti ini yang harusnya dibenahi, bukan malah membubarkan BPDP-KS menjadi BPDP," ujarnya.

Gulat mengatakan petani sawit ingin meningkatkan peran strategis BPDP-KS menjadi Badan Sawit Indonesia yang posisinya langsung di bawah Presiden sehingga tidak lagi terjadi kesimpangsiuran regulasi K/L kepada sawit. (Ant/E-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya