Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
DIREKTUR eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (Paspi) Tungkot Sipayung menilai dengan rampungnya perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU CEPA), aturan European Union Deforestation Regulation (EUDR) seharusnya tidak lagi menjadi hambatan bagi ekspor sawit Indonesia ke kawasan tersebut.
Menurutnya, dalam proses negosiasi yang berlangsung hampir satu dekade itu, tim Indonesia secara konsisten menekankan agar ekspor sawit ke Uni Eropa tidak dipersulit.
Salah satu poin utama yang diperjuangkan adalah agar keberadaan EUDR tidak menjadi instrumen penghalang perdagangan sawit. Penandatanganan IEU CEPA menunjukkan bahwa Uni Eropa pada akhirnya menerima standing point tersebut.
"Hal ini juga berarti EUDR tidak lagi menjadi penghambat masuknya sawit Indonesia ke EU," ujar Tungkot kepada Media Indonesia, Senin (14/7).
Tungkot menjelaskan salah satu aspek penting dalam EUDR adalah penetapan batas waktu (cut-off date) deforestasi yaitu tahun 2020. Artinya, lahan yang dibuka sebelum 2020 tidak termasuk dalam ruang lingkup larangan EUDR.
Sementara itu, kebun sawit Indonesia yang saat ini mencapai sekitar 16,3 juta hektare sebagian besar telah dibangun sebelum 2020. Dengan demikian, mayoritas ekspor sawit Indonesia seharusnya tidak terdampak regulasi tersebut, kecuali untuk kebun sawit baru yang dibuka setelah tahun tersebut.
"Sehingga, isu deforestasi tidak lagi diberlakukan ke sawit Indonesia, kecuali sawit yang ditanam setelah 2020," terangnya.
Meski begitu, penerapan EUDR dikatakan masih berpotensi mundur dari jadwal yang direncanakan pada akhir 2025. Hal ini karena standard operating procedure (SOP) teknis dari regulasi tersebut belum tuntas.
Di satu sisi, Tungkot mengingatkan peningkatan ekspor sawit Indonesia ke Uni Eropa pasca-IEU CEPA belum bisa dipastikan. Pasalnya, sebagian besar impor sawit oleh negara-negara seperti Spanyol, Italia, Jerman, dan Belanda bukan untuk konsumsi domestik, melainkan diolah kembali dan diekspor ulang ke negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat. Hal ini berarti volume impor bisa meningkat meskipun konsumsi dalam negeri Eropa menurun.
"Dengan selesainya IEU CEPA, apakah berarti ekspor sawit Indonesia ke EU makin meningkat ke depan? Bisa ya, bisa tidak," imbuhnya.
Direktur eksekutif Paspi itu menjelaskan ketergantungan Indonesia terhadap pasar sawit Eropa saat ini telah menurun signifikan. Selama satu dekade terakhir, Indonesia berhasil melakukan diversifikasi pasar ke negara dan kawasan lain serta memperluas penggunaan sawit di dalam negeri, termasuk untuk kebutuhan biofuel.
Dia berpandangan tanpa Uni Eropa pun, sawit Indonesia sudah punya pasar lain. Sehingga, implementasi EUDR dianggap tidak mempengaruhi signifikan kinerja industri sawit nasional.
"EUDR mau diterapkan atau tidak, tidak terlalu berdampak signifikan bagi industri sawit nasional," kata Tungkot.
Dia menambahkan sejatinya sawit Indonesia memang butuh pasar Uni Eropa. "Tapi, Uni Eropa justru lebih membutuhkan sawit Indonesia," tutupnya.
Terpisah, Ketua Umum (Ketum) Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono menuturkan, meskipun perundingan IEU CEPA rampung, belum pasti mendorong peningkatan ekspor minyak sawit mentah (CPO) ke kawasan tersebut. Hal tersebut karena terganjal EUDR.
Menurutnya, kesepakatan IEU-CEPA lebih banyak menyasar penghapusan hambatan tarif, sementara tantangan utama ekspor sawit Indonesia ke Eropa justru berasal dari hambatan non-tarif, seperti regulasi European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang akan berlaku pada akhir 2025.
"Karena ada hambatan non tarif, jadi belum tentu dengan selesainya IEU CEPA otomatis ekspor CPO akan meningkat kalau EUDR sudah diberlakukan," katanya kepada Media Indonesia.
Eddy menegaskan EUDR merupakan regulasi terpisah dari IEU-CEPA dan tidak secara otomatis dihapuskan dengan kesepakatan perdagangan tersebut. Oleh karena itu, penyelesaian isu EUDR juga perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah dan pelaku industri.
"Kalau kita tidak bisa comply atau menaati sesuai ketentuan EUDR, penyelesaian masalah EUDR juga harus menjadi perhatian," ucapnya. (H-2)
Presiden Emmanuel Macron menyerukan agar negara-negara Eropa mengurangi ketergantungan ganda terhadap Amerika Serikat dan Tiongkok.
Gelombang panas ekstrem melanda Eropa. Spanyol dan Inggris mencatat rekor suhu tertinggi.
Gelombang panas ekstrem melanda sebagian besar wilayah Eropa. Shun mencapai pertengahan 40 derajat celsius.
PARA menteri luar negeri Eropa dijadwalkan menggelar pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi di Jenewa, Swiss, Jumat (20/6).
MENTERI Luar Negeri (Menlu) Jerman, Prancis, dan Inggris dijadwalkan akan bertemu dengan Menlu Iran Abbas Araghchi pekan ini untuk mencari solusi diplomatik atas konflik Iran-Israel.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved