Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Transisi Energi yang Lambat Ancam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Faustinus Nua
22/8/2024 12:20
Transisi Energi yang Lambat Ancam Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Indonesia Sustainability Forum (ISF) bertema New Leadership, New Horizon: Steering Indonesia’s Efforts in Industrial Decarbonization and Energy Transition.(MI)

Deputi Koordinator Infrastruktur dan Transportasi, Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, menegaskan bahwa transisi energi merupakan keniscayaan bagi Indonesia bila ingin menjadi negara maju. Sebab, bila tidak mampu melaksanakan transisi energi, hal itu bisa mengancam pertumbuhan ekonomi.

"Tentunya jika kita tidak melaksanakan transisi energi di berbagai sektor, ini akan mengancam progres dari pertumbuhan ekonomi kita sendiri," ujar Rachmat dalam pra acara Indonesia Sustainability Forum (ISF) bertema New Leadership, New Horizon: Steering Indonesia’s Efforts in Industrial Decarbonization and Energy Transition, Kamis (22/8).

Menurutnya, saat ini pasar, baik domestik dan maupun internasional, menginginkan energi yang lebih bersih sebagai sumber tenaga operasi mereka. Itu akan membuat produk-produk yang dihasilkan memiliki nilai less carbon intensive.

Baca juga : Potensi 60 GW Listrik Tersimpan di 17 Titik Laut Indonesia

"Kalau kita tidak ikut, kemungkinan barang-barang kita yang dikirim ke luar negeri itu jadi tidak kompetitif. Bisa jadi barang-barang kita nanti akan kena carbon tax lewat seabank dan berbagai mekanisme lainnya. Jadi buat kita, transisi energi ini menjadi sesuatu keniscayaan," imbuhnya.

Namun, kata Rachmat, hingga saat ini upaya untuk meningkatkan transisi energi masih belum maksimal. Masih ada banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan. Dari berbagai sektor, 86% energi yang digunakan masih bersumber dari energi fosil.

Penggunaan energi fosil di Indonesia terkonsentrasi pada tiga sektor, yaitu listrik dengan penggunaan batubara untuk pembangkit listrik. Kemudian penggunaan BBM untuk transportasi dan yang ketiga penggunaan batubara untuk industrial process.

Baca juga : Emiten Minyak Bumi bakal Panen Raya Sampai 2024

"Jadi hal-hal ini jika kita bisa solve, kita sudah 75% menyelesaikan perjalanan kita. Untuk listrik, secara umum Indonesia berada dalam posisi yang cukup baik," kata dia.

Lebih lanjut, Rachmat mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi renewable energy yang sangat besar sekitar 3.600 GW. Akan tetapi baru sekitar 73 GW yang dimanfaatkan untuk pembangkit listrik, artinya masih berpuluh kali lipat potensi renewable energy yang belum dioptimalkan.

"Tapi PR-nya tentunya adalah membuat transmisi atau sistem yang bisa meng-capture, karena listriknya itu yang banyak adalah solar, wind, yang bentuknya variable, ini butuh sistem teknologi yang sedikit berbeda dengan fosil base dan tidak kalah pentingnya kita juga perlu membangun industri supply chain yang mendukung pembangunan renewable energy ini," ucapnya.

"Karena alangkah sayangnya, jika Indonesia hari ini adalah negara yang mandiri secara energi, kemudian nanti dia bergantung terhadap imported sollar panel, imported batteries dan sebagainya. Jadi kedepan kita harus punya industri yang mendukung pembuatan renewable energy.Buka Bukan hanya developer, tapi juga supply chain," tandasnya. (Z-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya