Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Siklus Krisis Ekonomi Memendek, Respons Pemerintah Harusnya Lebih Cepat

Fetry Wuryasti
28/12/2023 13:35
Siklus Krisis Ekonomi Memendek, Respons Pemerintah Harusnya Lebih Cepat
Sektor riil harus menjadi kata kunci penting dalam kebijakan perekonomian.(Antara)

EKONOM Senior INDEF Aviliani mengatakan semakin cepatnya perubahan ekonomi global dan domestik, pemerintah harus lebih cepat dalam melakukan penyesuaian atau membuat kebijakan untuk mengakomodasi dinamika tersebut, terutama menopang sektor riil.

Dia menekankan bahwa di dalam kepastian itu adalah ketidakpastian itu sendiri, berlaku dalam hal perubahan ekonomi. Alasannya siklus krisis ekonomi jaraknya semakin pendek, bahkan diperkirakan 2024 dan 2025 kemungkinan masih akan ada krisis.

"Sehingga regulator dan pemerintah dengan ketidakpastian ini harus membuat kebijakan yang lebih cepat," kata Aviliani, dalam diskusi publik INDEF membahas Evaluasi Ekonomi Nasional dari Perspektif Ekonom Perempuan, Kamis (28/12).

Baca juga : BI: Ekonomi Indonesia Salah Satu Terbaik di Dunia

Selama ini yang pemerintah lakukan adalah berbasis aturan (rule based), yang seringkali merugikan diri sendiri. Sebab dalam rule based, proses di dalam pengambilan kebijakan yang sangat panjang, padahal siklus krisis semakin pendek, yang membutuhkan kebijakan dengan lebih cepat.

"Oleh karena bisa dilihat banyak kebijakan yang terjadi justru bisa merugikan kita sendiri. Akibatnya kita kehilangan momentum untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi akibat tidak fleksibel dalam membuat kebijakan.

Oleh karena itu menurutnya ke depan, undang-undang harus semakin sedikit jumlahnya. Sebab undang-undang sifatnya hanya besaran saja, tapi seharusnya kebijakan lebih pada level Surat Edaran (SE), ataupun kebijakan kementerian. Sehingga tidak harus selalu menerbitkan undang-undang.

Baca juga : Fragmentasi Geo-ekonomi Jadi Tantangan Global

"Kalau itu tidak dilakukan ke depan, Indonesia akan selalu ketinggalan momentum, sehingga 2045 Indonesia Emas tidak akan bisa tercapai," kata Aviliani.

Sektor riil jadi kunci

Sektor riil menjadi kata kunci penting dalam kebijakan, karena kebijakan moneter dan perbankan memiliki kecenderungan melihat kepada bagaimana aktivitas sektor riil.

"Selama ini sering terbalik. Selalu yang disalahkan adalah kebijakan moneter dan perbankannya tetapi sektor riilnya tidak digerakkan. Ini yang sebenarnya dalam kebijakan atau pemerintah seharusnya menggerakkan sektor riilnya, maka otomatis perbankan akan ikut di belakangnya," kata Aviliani.

Baca juga : Pelemahan Ekonomi Dunia Pengaruhi Sektor Properti, Pemerintah Siapkan Insentif PPN DTP

Kemudian, terkait dengan kebijakan fiskal, yang biasanya jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 8% daripada PDB. Tapi instrumen fiskal sangat penting untuk menggerakkan ekonomi baik digunakan secara insentif atau untuk menggerakkan sektor-sektor infrastruktur.

Tiga kebijakan ini harusnya berjalan bersama-sama, tidak bisa dipisah-pisahkan. Ini yang memang menjadi perhatian ekonom bahwa selama ini banyak sekali kebijakan yang mendorong perbankan lebih dulu tapi sektor riil tidak didorong.

"Ini yang akan menyebabkan kredit macet. Jadi memang kebijakan-kebijakan ini harus bersama-sama," kata Aviliani.

Baca juga : Sinergi ASEAN Penting untuk Perkuat Kawasan dari Tekanan Global

Potensi kredit macet

Likuiditas perbankan, dia katakan masih sangat besar, dengan rasio kecukupan modal (CAR) masih 25%. Justru daya serap dari kreditnya yang tidak banyak.

"Jadi kalau Pak Jokowi mengatakan perbankan menaruh uang di Bank Indonesia, itu akibat tidak ada permintaan. Oleh karena itu bagaimana menciptakan permintaan kredit yaitu dengan menggerakkan sektor riil," kata Aviliani.

Sayangnya, dia melihat pengaturan pada sektor riil tidak jelas, sehingga akhirnya tergantung pengusahanya. Tetapi sebenarnya ini bisa dilakukan oleh pemerintah, baik dengan mengarahkan untuk insentifnya, seperti insentif pajak mobil dan pajak motor yang ternyata menimbulkan permintaan kredit yang cukup banyak.

Baca juga : Kredit Perbankan Triwulan I Tumbuh tetapi Lebih Lambat

"Jadi ada kredit konsumsi yang meningkat karena ada insentif dari pemerintah. Ini yang harus diciptakan oleh pemerintah untuk meningkatkan permintaan kredit perbankan. Jadi kenapa perbankan tidak memberikan kredit, karena tidak ada permintaan," kata Aviliani.

Oleh karena itu seharusnya di dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) seharusnya tidak hanya bicara tentang sektor keuangan tapi juga sektor riil.

"Makanya di KSSK seharusnya ada Menko Perekonomian, yang bertanggung jawab untuk sektor riil. Karena ini tidak ada, akhirnya kebijakan kebanyakan di sektor keuangan, tidak ada sektor riilnya," kata Aviliani. (Z-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum
Berita Lainnya