Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
PENELITI ekonomi dari Indef Nailul Huda mengatakan dalam kasus fintech P2P lending akhir-akhir ini, dia melihat ada dua hal yang menyebabkan kasus gagal bayar terjadi, yang tidak sedikit merenggut korban nyawa.
Pertama adalah dari sisi informasi mengenai pinjaman online yang menurut dia masih belum simetris.
"Informasi yang berkembang saat ini asimetris, sebagai contoh mengenai bunga," kata Nailul, saat dihubungi, Jumat (22/9).
Baca juga: Gagal Bayar P2P Lending Fintech, OJK Mesti Tingkatkan Pengawasan
Pada survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), faktor paling penting yang peminjam pertimbangkan adalah suku bunga yang rendah.
"Padahal kita semua tahu bunga di pinjol sangat tinggi. Iklan pinjol pun hanya menampilkan besaran bunga (ada 0,1% hingga 0,4%) tanpa menampilkan itu harian, mingguan, atau bulanan," kata Nailul.
Baca juga: Fenomena Meningkatnya Kredit Macet di Fintech Perlu Diwaspadai
Padahal angka tersebut merupakan besaran biaya pinjaman yang sebesar 0,4 persen per hari, dan di dalamnya ada berbagai komponen termasuk bunga. Maka kemudian, biaya pinjaman jika ditotal untuk satu bulan adalah 12 persen.
Selain itu, kasus terakhir menyebutkan pembayarannya mencapai dua kali lipat dari utang pokok-nya.
"Makanya saya minta ada pihak yang harus bertanggung jawab terhadap informasi tersebut," kata Nailul.
Kedua, dari sisi penilaian credit scoring pinjol yang menggunakan data alternatif yang saya rasa masih perlu diperkuat.
Maka harus ada data pembanding atau penunjang seperti data historis perbankan. Data ini bisa digunakan untuk melihat kemampuan bayar calon peminjam.
"Ini dapat dilihat sebenarnya dari tingkat gagal bayar yang semakin meningkat. Bahkan ada pinjol resmi yang tingkat bayarnya sampai 77 persen. Artinya dari sistem asesmennya harus ada perbaikan," kata Nailul. (Try/Z-7)
KEBERADAAN fintech p2p atau pinjaman online (pinjol) ilegal marak. Banyak masyarakat tergiur dengan pinjaman yang mudah dan cepat tanpa jaminan, hanya bermodalkan KTP.
RATUSAN warga menjadi korban pinjaman online (pinjol) ilegal di berbagai daerah di Kota Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Tasikmalaya, Garut dan Pangandaran, Jawa Barat.
PULUHAN warga korban pinjaman online (pinjol) ilegal di wilayah Kota Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, Garut, Tasikmalaya dan Pangandaran, Jawa Barat, mengadu ke OJK.
Sistem tarik gaji lebih awal atau disebut Earned Wage Access (EWA) dihadirkan untuk menjaga kesejahteraaan pekerja apa lagi selama pandemi Covid-19.
BERKEMBANGNYA keresahan masyarakat dengan fenomena pinjaman online (pinjol) ilegal, yang acapkali merugikan masyarakat membuat kepolisian mengambil tindakan tegas.
Kementerian Keuangan mengungkapkan hingga 30 November 2024, pemerintah mencatat penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital sebesar Rp31,05 triliun.
Penurunan suku bunga P2P lending dilakukan bertahap, yakni mulai 1 Januari 2024, dari 0,4% menjadi 0,3% untuk pinjaman konsumtif dan pinjaman produktif menjadi 0,1%.
Masyarakat yang unbankable atau underserved lebih memilih pembiayaan digital alternatif seperti fintech P2P Lending
Layanan fintech P2P lending memberikan kemudahan untuk mendapatkan pinjaman dana maupun berinvestasi. Bagaimana kiat agar manfaatnya optimal?
ASOSIASI Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (Afpi) mengamini tren peningkatan permintaan pembiayaan di periode Ramadan dan Lebaran. Itu selaras dengan bertambahnya kebutuhan,
KoinWorks melanjutkan kolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) dalam program inkubasi UMKM atau Entrepreneur Financial Fiesta 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved