Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
BANK sentral Turki menaikkan suku bunga utamanya untuk bulan kedua berturut-turut pada Kamis (20/7). Namun analis menilai kebijakan Presiden Recep Tayyip Erdogan yang kini berubah arah itu terlalu takut untuk menjinakkan inflasi.
Setelah pemotongan selama bertahun-tahun yang bertujuan mendorong pertumbuhan tetapi memicu inflasi dan menyebabkan lira jatuh, bank tersebut menggandakan suku bunganya bulan lalu dari 8,5% menjadi 15%. Penaikan terbaru lebih kecil, pada 2,5 poin persentase, menjadi 17,5%.
Bank sentral mengatakan dalam suatu pernyataan, "Memutuskan melanjutkan proses pengetatan moneter untuk menetapkan arah disinflasi sesegera mungkin, menahan ekspektasi inflasi, dan mengendalikan penurunan perilaku harga." Penaikan suku bunga dilakukan sejak Erdogan memasang wajah ramah investor untuk memimpin bank sentral dan kementerian keuangan setelah pemilihannya kembali dalam jajak pendapat Mei yang ketat.
Baca juga: Pendapatan American Airlines Melesat tapi Prospek belum Jelas
Bank tersebut mengatakan setelah penaikan suku bunga pertama pada Juni, langkah tersebut hanyalah awal dari proses yang bertujuan membawa tingkat inflasi tahunan Turki hampir 40% ke angka tunggal sesegera mungkin. Tingkat inflasi mencapai 85% akhir tahun lalu dan bank sentral menghabiskan sebagian besar cadangannya untuk mencoba menopang lira--turun 90 persen terhadap dolar AS selama 10 tahun--dari penurunan yang lebih besar lagi.
Namun kedua penaikan itu mengecewakan para analis yang memperkirakan penaikan lima poin pada Kamis. "Bank sentral Turki hari ini sekali lagi mengecewakan harapan dan pengetatan lambat untuk mencapai batas yang dapat dilakukan oleh pembuat kebijakan," kata Liam Peach, ekonom senior pasar negara berkembang di Capital Economics.
Baca juga: Datang ke UEA, Erdogan Teken Perjanjian Senilai US$50 Miliar
"Sekarang ada risiko lebih jelas bahwa pergeseran kebijakan gagal dan lira berada di bawah tekanan penurunan yang jauh lebih besar," tambahnya. Lira turun 0,5% pada Kamis menjadi hampir 27 lira terhadap dolar AS.
Bank sentral sekarang dipimpin oleh Hafize Gaye Erkan, wanita pertama yang memegang jabatan tersebut. Resumenya mencakup diploma dari Princeton dan Harvard, pekerjaan teratas di Goldman Sachs, dan co-CEO First Republic Bank yang berbasis di California.
Baca juga: Perusahaan Turki Milik Menantu Erdogan Jual Drone ke Saudi
Erdogan juga menunjuk mantan ekonom Merrill Lynch Mehmet Simsek sebagai menteri keuangan. Keduanya telah mempromosikan kebijakan konvensional yang mencakup penaikan suku bunga untuk memerangi inflasi. Ini kebalikan dari pendekatan lama Erdogan yang memiliki sejarah suka mengganti menteri.
Ekonom Manajemen Aset BlueBay Timothy Ash menyebut langkah bank sentral pada Kamis sebagai, "Keputusan buruk yang sekali lagi gagal." Dia mengatakan suku bunga 17,5% tidak cukup untuk menurunkan inflasi sekitar 40%. "Ini akan kembali memainkan pandangan dari mereka yang mengatakan bahwa Simsek dan Erkan tidak benar-benar memiliki mandat untuk memberikan pengetatan kebijakan yang nyata," kata Ash.
Baca juga: Inflasi Turki Melambat ke 38,2% pada Juni
Penaikan suku bunga datang satu hari setelah Erdogan mengakhiri perjalanan Teluk yang bertujuan mengamankan investasi untuk meningkatkan ekonominyalesu dengan menandatangani perjanjian senilai lebih dari US$50 miliar di Uni Emirat Arab, menurut media pemerintah Emirat. Selama turnya, yang juga termasuk singgah di Qatar dan Arab Saudi, Erdogan memimpin penandatanganan kesepakatan yang menguntungkan untuk meningkatkan ekonomi Turki yang sedang sakit.
Hamish Kinnear, analis senior Timur Tengah dan Afrika Utara di perusahaan intelijen risiko Verisk Maplecroft, mengatakan negara-negara Teluk ingin meningkatkan hubungan dengan tetangga regional mereka yang kuat itu tetapi juga mencari peluang investasi untuk melakukan diversifikasi dari minyak dan gas. "Oleh karena itu pertanyaan terbuka mengenai seberapa cepat investasi Teluk yang dijanjikan ini akan tiba sementara inflasi tetap tinggi di Turki." (AFP/Z-2)
Senator Parlemen Turki, Av Serkan Bayram bersama delegasi berkunjung ke Kalimantan Tengah, Sabtu (14/6).
ISRAEL adalah ancaman terbesar bagi stabilitas dan keamanan kawasan. Ini ditegaskan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dalam panggilan telepon dengan Mohammed bin Salman.
DUTA Besar Turki untuk Indonesia Talip Kucukcan dan Anggota Parlemen Majelis Agung Turki Serkan Bayram menyambangi NasDem Tower, DPP Partai NasDem, Jakarta, pada Jumat, (13/6).
Turki menetapkan denda bagi penumpang yang berdiri sebelum pesawat benar-benar berhenti sempurna.
Gempa dengan magnitudo 5,8 mengguncang kawasan Marmaris pada Selasa pukul 02.17 waktu setempat.
PRESIDEN Turki Recep Tayyip Erdogan menyuarakan keinginannya untuk memfasilitasi pertemuan antara pemimpin Amerika Serikat, Rusia, dan Ukraina.
Keputusan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan (BI rate) menjadi 5,5% akan disambut positif sektor perbankan dan sektor riil.
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyambut baik keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan ke 5,5%.
Menurutnya, perbankan juga perlu menyesuaikan struktur biaya dana, termasuk dana pihak ketiga dan bunga kredit, agar penyaluran kredit semakin efektif.
DALAM Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Selasa-Rabu, 20-21 Mei 2025 memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,5%.
Bulan ini, Mei 2025, jadi waktu yang tepat bagi Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI Rate). Pasalnya, nilai tukar rupiah mulai stabil.
Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) pada Rabu (7/5) waktu setempat, memutuskan mempertahankan suku bunga acuan (fed fund rate/FFR) tetap di level 4,25-4,50%.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved