Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
RASIO utang Indonesia diketahui masih berada dalam kondisi aman. Namun, pemerintah diminta untuk mengendalikan dan menjaga posisi utang demi keberlanjutan fiskal negara.
Hal itu ditekankan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko. "Rasio utang Indonesia saat ini (Maret 2022) adalah 40,39% dari PDB," ujar Handoko dalam seminar virtual, Rabu (25/5).
"Rasio utang ini dikatakan masih aman, karena sejalan dan berada di bawah amanat UU 17/2003 tentang Keuangan Negaral yang mengamanatkan rasio utang terhadap PDB di bawah 60%," imbuhnya.
Baca juga: APBN April Berhasil Surplus Rp103,1 Triliun
Menurut Handoko, kenaikan rasio utang di Indonesia utamanya disebabkan kebutuhan penanganan pandemi covid-19. Selain itu, penarikan utang juga dilakukan pemerintah untuk melindungi masyarakat rentan dan miskin.
Tercermin dari peningkatan realisasi belanja pemerintah pada bidang kesehatan, perlindungan sosial dan stimulus dunia usaha dalam dua tahun terakhir. Alhasil, peningkatan utang tak bisa dihindari.
Pihaknya menilai kenaikan utang Indonesia tidak berdampak berat, seperti yang dialami Sri Lanka. Namun, jika Sri Lanka mengalami gagal bayar, dikhawatirkan memberi dampak rambatan ke negara berkembang lainnya.
Baca juga: Soal Hilirisasi Industri, Bahlil : RI Tidak Mau Didikte dan Ditipu
"Sri Lanka mengalami pengelolaan utang yang kurang menggembirakan. Dikhawatirkan berpotensi menjalar ke negara berkembang lainnya dan memperlambat pemulihan ekonomi secara global," pungkas Handoko.
Dirinya meminta pemerintah untuk mengelola utang dengan baik. Sehingga, kredibilitas fiskal Indonesia dapat tetap terjaga. Berdasarkan data APBN per April 2022, utang Indonesia tercatat Rp7.040,32 triliun, dengan rasio utang pada PDB sebesar 39,09%.
Posisi itu tercatat mengalami perbaikan, karena pada Maret 2022 rasio utang Indonesia mencapai 40,39%. Utang per April 2022 itu berasal dari penerbitan SBN Rp6.228,90 triliun. Sementara Rp811,42 triliun utang lainnya berasal dari pinjaman dalam maupun luar negeri.(OL-11)
UTANG pemerintah makin mencemaskan. Pada awal 2025 ini, total utang pemerintah pusat membengkak menjadi Rp8.909,14 triliun. Angka itu setara dengan 40,2% produk domestik bruto (PDB).
Utang negara adalah alat yang dapat digunakan untuk membiayai pembangunan dan merangsang perekonomian, tetapi juga membawa risiko jika dikelola dengan buruk.
PADA 2024, utang publik global diperkirakan mencapai US$102 triliun. Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok berkontribusi besar terhadap meningkatnya jumlah utang. Indonesia?
Kemenkeu mencatat posisi utang pemerintah per Agustus 2024 mencapai Rp8.461,93 triliun. Rasio utang pemerintah pada periode tersebut sebesar 38,49%, masih di bawah batas aman 60%.
Masyarakat sipil menyampaikan keprihatinan terhadap inisiatif AZEC. Menurut mereka perjanjian itu solusi palsu memperpanjang penggunaan energi fosil dan menambah utang negara.
PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo disebut meninggalkan warisan utang dan biaya utang yang cukup besar bagi pemerintahan berikutnya.
Pemerintah mengajukan penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun untuk mendanai defisit APBN 2025 yang diproyeksikan melebar menjadi 2,78% dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, Indonesia membutuhkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi yang tinggi guna mencapai target pertumbuhan ekonomi.
Ketegangan geopolitik di kawasan Teluk Persia, yakni Iran vs Israel, kembali memunculkan kekhawatiran global.
KEPUTUSAN pemerintah membatalkan penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) tahun ini menuai kekecewaan dari sejumlah pihak
dua kriteria sumber daya alam yang berpotensi dimanfaatkan untuk pendanaan Indonesia mendapai Net Zero Emission pada 2060.
Dengan kondisi yang ada, pemerintah harus lebih prudent dalam mengelola fiskal dan menerapkan prinsip spending better.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved