KINERJA Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada April 2022 mencatatkan surplus sebesar Rp103,1 triliun, atau 0,58% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Capaian itu disebut sebagai indikasi perbaikan kinerja instrumen fiskal negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, surplus anggaran terjadi lantaran pendapatan negara mencapai Rp853,6 triliun, lebih tinggi dari realisasi belanja sebesar Rp750,5 triliun.
"Dari total balance, APBN kita surplus Rp103,1 triliun, bandingkan dengan tahun lalu yang defisit Rp138,2 triliun, ini baliknya cepat sekali, atau 174%. Bulan lalu surplus Rp10 triliun, ini adalah lonjakan tinggi," ujarnya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (23/5).
Sri Mulyani menjelaskan, realisasi pendapatan negara pada April 2022 mengalami pertumbuhan 45,9% dari realisasi tahun lalu di periode yang sama sebesar Rp584,9 triliun.
Pendapatan negara tersebut berasal dari penerimaan pajak sebesar Rp567,7 triliun, tumbuh 51,5% dari kinerja April 2021 yang tercatat Rp374,7 triliun. Lalu penerimaan bea dan cukai tercatat tumbuh 37,7% dari Rp78,7 triliun menjadi Rp108,4 triliun.
Pertumbuhan positif juga terjadi pada Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang tercatat sebesar Rp177,4 triliun, tumbuh 35% dari realisasi April 2021 sebesar Rp131,3 triliun. "Jadi ini terus menanjak. Di semua komponen pendapatan, semua mengalami pertumbuhan pendapatan negara," terang Sri Mulyani.
Pada saat yang sama, kinerja belanja negara juga tercatat mengalami perbaikan. Belanja pemerintah pusat misalnya, tumbuh 3,7% dari Rp489,8 triliun di April 2021 menjadi Rp508 triliun pada April 2022.
Sedangkan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mengalami pertumbuhan 4% dari Rp233,2 triliun menjadi Rp242,2 triliun di April 2022. Kinerja belanja negara itu secara menyeluruh juga tumbuh bila dibandingkan dengan capaian Maret 2022.
Ani, sapaan karib Sri Mulyani menyatakan, akselerasi pertumbuhan kinerja pendapatan dan belanja negara itu mengindikasikan pemulihan ekonomi terus berlanjut di Indonesia. Karenanya, bendahara negara akan terus menggunakan APBN sebagai alat guna menjaga momentum tersebut.
Pasalnya saat ini tantangan perekonomian tak lagi disebabkan oleh dampak pandemi covid-19 semata. Konflik geopolitik yang memberi efek merambat pada sektor keuangan dan lonjakan sejumlah harga komoditas menjadi variabel menantang dalam proses pemulihan.
"Oleh karena itu, APBN meski menjadi instrumen utama dan pertama dalam melindungi ekonomi dan masyarakat, strategi perlu diubah. Fokus kita tahun ini adalah menjaga pemulihan ekonomi, menjaga daya beli masyarakat, dan kesehatan APBN itu sendiri. Karena APBN bisa terkena dampak negatif dari perubahan risiko yang berubah," pungkasnya. (OL-8)