Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

DPR: Penaikkan Tarif PPN Jangan Gerus Daya Beli Masyarakat

M. Ilham Ramadhan Avisena
25/3/2022 17:19
DPR: Penaikkan Tarif PPN Jangan Gerus Daya Beli Masyarakat
Pengunjung berbelanja di Mal Ramayana Cimone, Kota Tangerang, Banten. Per 1 April, pemerintah akan menaikkan PPN menjadi 11%.(MI/FAUZAN)

DEWAN Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah untuk bisa mengeluarkan formula kebijakan penyeimbang penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal itu dimaksudkan agar daya beli masyarakat, utamanya kelompok prasejahtera tetap terjaga.

Demikian dikatakan Wakil Ketua Komisi XI DPR Amir Uskara saat dihubungi, Jumat (24/3).

"Untuk meredam dampak kenaikan tarif PPN, Pemerintah diminta mempersiapkan tambahan jaring pengaman baik melalui PKH, bantuan nontunai, kartu prakerja, hingga pembiayaan murah bagi pelaku usaha mikro," tuturnya.

Kerja sama antarsektor dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan juga dinilai penting dilakukan pemerintah untuk menjamin suku bunga pinjaman tetap terjangkau oleh pelaku usaha. Amir menambahkan, meski tarif PPN naik menjadi 11%, dia meminta masyarakat tak perlu merasa khawatir.

Sebab, penaikan tarif PPN tersebut tak menyentuh barang kebutuhan pokok masyarakat.

"Kami selalu ingatkan Pemerintah untuk menjaga stabilitas kebutuhan pokok, sehingga dalam UU HPP sembako dikecualikan dari objek PPN," imbuhnya.

"Jadi masyarakat diimbau tidak perlu khawatir karena sasaran PPN bukan masyarakat miskin dan rentan miskin," tambah Amir.

Dia menambahkan, dari keterangan pemerintah, penaikan tarif PPN bertujuan untuk meningkatkan rasio pajak yang targetnya sebesar 9,3%-9,5% dari PDB pada 2022. Itu juga dilakukan karena kebutuhan anggaran pemulihan ekonomi tidak kecil. Karenanya, Amir menilai wajar apabila berbagai upaya dilakukan untuk naikkan target penerimaan pajak.

Dengan penaikan tarif PPN itu, dia meyakini pertumbuhan ekonomi sepanjang 2022 bisa mencapai kisaran 4,5% hingga 5%. Apalagi pemerintah telah memperlonggar mobilitas pada Ramadan dan Hari Raya Idulfitri.

"Mudik bisa diandalkan untuk bantu percepatan kenaikan konsumsi rumah tangga. Masyarakat yang bekerja disektor komoditas seperti perkebunan dan pertambangan khususnya di luar Jawa, pendapatannya juga terus meningkat sehingga kenaikan PPN relatif kecil dampaknya," terang Amir.

Baca juga: Kadin Tidak Setuju Bahan Pokok Dikenakan PPN

Dihubungi terpisah, Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno mengatakan, implementasi tarif baru PPN tak dapat ditunda lantaran telah diamanatkan dalam Undang Undang. Namun pemerintah diminta mampu meningkatkan dukungan fiskal kepada masyarakat untuk meringankan beban akibat penaikan tarif pajak tersebut.

Pasalnya, penaikan tarif pajak sudah pasti menjadi beban tambahan bagi masyarakat. Karenanya, Hendrawan mendorong agar pengambil kebijakan mampu melahirkan kebijakan yang adil dalam melaksanakan pemungutan pajak.

"Harus ada skema komoditas kebutuhan pokok dan bukan pokok, lalu untuk produk-produk tahan lama (durable) dan kebutuhan harian. Konsumsi barang-barang atau jasa-jasa kelas atas menjadi sasaran prioritas (pajak)," ujarnya.

Anggota Komisi XI DPR lainnya, Puteri Anetta Komarudin menyampaikan, penaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap atas kesepakatan pemerintah dan DPR. Itu karena kondisi daya beli masyarakat belum seutuhnya pulih dari dampak pandemi covid-19.

Dia juga menekankan, penaikan tarif tak dipukul rata pada semua barang dan jasa.

"Sesuai UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, kami berkomitmen bahwa barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan rakyat banyak seperti sembako justru diberikan fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan," kata Puteri.

Untuk itu, dia menekankan fasilitas itu tetap diberikan terhadap barang pokok yang sangat dibutuhkan guna menunjang kebutuhan di bulan Ramadan dan Idulfitri. Alasannya, agar masyarakat tak terbebani dan dapat tetap memenuhi kebutuhannya.

Pemerintah juga diimbau untuk memastikan ketersediaan pasokan barang yang dibutuhkan masyarakat menjelang Ramadan dan Hari Raya Idulfitri. Itu dinilai perlu agar tidak terjadi kelangkaan yang justru bisa berujung pada kenaikan harga dan memukul daya beli masyarakat.

"Kami juga mendorong pemerintah untuk mempercepat penyaluran berbagai bantuan sosial, seperti kartu sembako, PKH, BLT desa secara lebih terarah dan tepat sasaran. Tujuannya sebagai bantalan agar tetap memberikan perlindungan dan menjaga konsumsi bagi kelompok yang rentan terdampak," terang Puteri.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Anis Byarwati mengatakan, sedari awal telah menolak gagasan pemerintah menaikkan tarif PPN menjadi 11% atau bahkan 12%.

"Fraksi PKS tidak sepakat dengan rencana kenaikan tarif PPN menjadi 11% yang akan diberlakukan mulai 1 April 2022, dan 12% berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025, dan mendorong agar tarif PPN setinggi-tingginya tetap 10%," tuturnya.

Anis berpandangan, penaikan tarif PPN berlawanan dengan upaya pemulihan ekonomi yang sedang dijalankan. Sebab, sumber PPN terbesar berasal PPN dalam negeri, berupa konsumsi masyarakat, dan PPN impor, yang merupakan konsumsi bahan modal dan bahan baku bagi industri.

Itu berarti, penaikkan tarif PPN tidak hanya melemahkan daya beli masyarakat, tetapi juga akan meningkatkan tekanan bagi perekonomian nasional.

PPN juga merupakan jenis pajak objektif, artinya jenis pajak tersebut tidak memandang status wajib pajak melainkan hanya melihat objek ataupun barang yang berkaitan dengan transaksi antara penjual dan pembeli. Jenis pajak itu juga merupakan jenis pajak yang paling sering kita temukan dalam kehidupan sehari-hari karena menyangkut konsumsi barang dan jasa.

"Karena pembebanannya ditanggung oleh pengguna akhir dalam hal ini konsumen, tentu ini akan memberikan tekanan pada kemampuan daya beli masyarakat," terang Anis.

Dia menambahkan, saat ini kondisi masyarakat masih sangat rentan apalagi ditambah dengan naiknya kebutuhan pokok, sampai kasus mahalnya minyak goreng yang menjadi polemik beberapa waktu terakhir. Apalagi menjelang Ramadan dan Idulfitri yang sudah menjadi siklus tahunan terjadinya lonjakan kenaikan harga.

"Ini harus menjadi catatan dan peringatan bagi pemerintah. Satu sisi dengan kenaikan tarif PPN ini mungkin akan bisa menambal defisit yang ada, tapi perlu saya tegaskan bahwa kenaikan tarif PPN jangan sampai kembali melukai dan menambah beban bagi masyarakat yang masih tertatih dan belum pulih dari kondisi terpuruknya ekonomi akibat pandemi," pungkas Anis. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya