Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Utang Perusahaan BUMN Berasal dari Masa Lalu

M. Ilham Ramadhan Avisena
28/9/2021 16:30
Utang Perusahaan BUMN Berasal dari Masa Lalu
Direktur Eksekutif BUMN Institute Achmad Yunus(Dok.Pribadi)

DIREKTUR Eksekutif BUMN Institute Achmad Yunus mengatakan, utang jumbo yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan BUMN merupakan akumulasi dari beban-beban masa lampau. Ketidakmampuan membayar utang akibat lemahnya prospek yang dimiliki oleh dewan direksi perusahaan dinilai menjadi salah satu sebabnya.

“Sebenarnya perusahaan BUMN itu sudah lama memiliki banyak utang, dan banyak yang tidak mampu membayarnya. Ini kembali lagi kepada seberapa jauh pemerintah bisa memilih direksi yang tepat. Sekarang ini kita lihat banyak direksi berasal dari perbankan, itu mungkin salah satunya untuk bisa mengatasi persoalan utang di perusahaan BUMN,” ujarnya kepada Media Indonesia, Selasa (28/9).

Yunus bilang, banyak direksi perusahaan BUMN yang tidak memilki rasa ownership dalam menjalankan bisnis yang diamanatkan. Akibatnya, perspektif bisnis yang didapat dan diimplementasikan hanya melingkupi jangka pendek.

Belum lagi kerap kali pergantian direksi dilakukan dalam tempo singkat dari perombakan sebelumnya. Alih-alih berhasil menyelesaikan masalah, justru persoalan baru akan hinggap dan menjangkiti perusahaan BUMN tersebut.

Baca juga: Disentil Erick Thohir, Proyek Blast Furnace Ternyata Mangkrak 9 Tahun

“Di KS dan PTPN dan lainnya itu semua karena kesalahan-kesalahan masa lalu dan direksinya cenderung sirkulasinya cepat sekali. Program restrukturisasi kemudian direksi diganti lagi, itu yang tidak sehat. Maka muncul salah satu masalah dari kompleksitas persoalan BUMN itu adalah utang,” imbuh Yunus.

“Bagi direksi itu paling mudah untuk menambah investasi bagi perusahaan yang dijalankan adalah dengan berutang lagi. Seorang direksi itu ditunjuk tidak lantas bagaimana dia bisa menyelesaikan persoalan utang, bagaiamana bisa menyelesaikan masalah kinerja,” sambungnya.

Persoalan lain yang dihadapi mayoritas perusahaan BUMN saat ini ialah terkikisnya daya saing perusahaan. Hal itu terjadi lantaran ekonomi Indonesia saat ini menganut ekonomi liberal di mana persaingan terbuka bagi banyak pihak, utamanya perusahaan swasta.

Hal itu menurut Yunus menjadi tantangan bagi perusahaan BUMN karena sektor-sektor strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak juga dapat dijalankan oleh perusahaan swasta. Padahal dibentuknya perusahaan BUMN adalah untuk memenuhi hal tersebut.

“Dari situ, ketika BUMN biasanya dimanaja mendapatkan proyek dari pemerintah dan kemudian harus berjuang di pasar capital, mereka itu tidak siap. Mentalitas perusahaan BUMN itu tidak siap dan menggerus mereka. Jadi mereka tidak memiliki daya saing. Sementara pasar sudah kapitalis sekali, jangkan BUMN melakukan pengembangan, untuk bayar utang dan karyawan saja mereka sudah pusing,” jelas Yunus.

Karenanya, dia mendorong agar Kementerian BUMN untuk menyaring dan memilah mana perusahaan BUMN yang layak dipertahankan. Syaratnya, Yunus bilang, yakni memerhatikan sektor-sektor produksi yang dinilai strategis dan menyangkut hajat hidup orang banyak, sesuai seperti yang diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 45.

“Kalau kita ingin menyelamatkan BUMN itu ada di pasal 33, cabang-cabang produksi yang penting dan menyangkut hajat hidup orang banyak. hotel, apa itu penting bagi negara? menyangkut hajat hidup orang banyak? kalau tidak ya likuidasi saja. Jadi negara tidak perlu mengamankan bisnis perhotelan, biarkan swasta saja yang bermain. Jadi jangan sampai energi kita habis untuk mengurusi BUMN yang tidak masuk kategori pasal 33,” pungkas dia. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya