Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
EKONOM dari Policy Center ILUNI UI Haryadin Mahardika mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 7,07% hanya dinikmati oleh masyarakat menengah ke atas. Hal itu terjadi lantaran kebijakan pemerintah cenderung menyelamatkan kelompok masyarakat tersebut.
"Ini (pertumbuhan tinggi) sepertinya berimbas ke pasar keuangan, cukup dominan ke sana. Ini berarti kita bisa melihat bahwa pertumbuhan ini berkualitas, tapi hanya untuk segmen tertentu. Kita bisa mengatakan, spill over dari pertumbuhan ini lebih ke kelas menengah ke atas," ujarnya dalam webinar Forum Diskusi Salemba bertajuk Tumbuh 7,07% pada Q2 2021: Cukup Berkualitaskah? yang diselenggarakan ILUNI UI, Sabtu (14/8).
Hal itu menurutnya dikonfirmasi dari berbagai data yang menunjukkan nominal simpanan uang dalam rekening di atas Rp5 miliar mengalami peningkatan. Mereka yang tergolong kaya menjadi semakin kaya karena nominal uang simpanannya dalam perbankan mengalami peningkatan.
Berbanding terbalik, kata Haryadin, dari berbagai data jumlah pemilik rekening dengan nominal di bawah Rp100 juta mengalami pengikisan jumlah uang simpanan. Hal itu menurutnya menjadi cerminan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi hanya dinikmati masyarakat golongan menengah ke atas.
Baca juga: Hati-Hati, Mendorong PLTS Atap Berlebihan malah Ancam Sistem Kelistrikan
Dia tak menampik pemerintah telah memberikan ragam dukungan fiskal untuk menggenjot daya beli masyarakat. Sayangnya, dorongan untuk konsumsi itu tak dibekali lantaran stimulus yang diberikan hanya bersifat untuk menjaga daya beli masyarakat menengah ke bawah.
Alih-alih memberi bekal kepada masyarakat menengah ke bawah untuk berkonsumsi. Pemerintah justru mendorong masyarakat rentan miskin dan miskin melakukan utang untuk melakukan konsumsi.
"Konsumsi sekarang didorong oleh pemerintah, tapi pemerintah mendorong supaya masyarakat itu melakukan kredit atau pinjaman bisa ke fintech dan sebagainya untuk konsumsi. Ini satu yang hal yang baru sebenarnya, karena secara terstruktur dilakukan," imbuh Haryadin.
"Kemarin misalnya, salah satu petinggi Himbara mengatakan bahwa sekarang fokus dari perbankan adalah mempermudah kredit dan memperkecil scope kreditnya. Artinya masyarakat dipermudah untuk mendapatkan pinjaman supaya bisa berkonsumsi," sambung dia.
Padahal pemerintah juga bisa mendorong tingkat konsumsi masyarakat menengah ke bawah dengan menggunakan skema bantuan sosial tunai. Bantuan uang tunai itu dinilai dapat mendorong konsumsi rumah tangga ketimbang memberikan bahan pokok.
Belum lagi berdasarkan historinya, bantuan non tunai yang diluncurkan pemerintah kerap bermasalah, mulai dari sisi pendataan, penyaluran, hingga praktik lancung yang dilakukan oleh oknum-oknum penyalur bantuan.
"Kita ingin mendorong pemerintah kenapa bansos itu tidak dilakukan tunai saja, karena itu pasti mendorong daya beli masyarakat kecil. Kalau non tunai itu problemnya banyak sekali, dan menjadi sumber fraud, korupsi dan sebagainya," pungkasnya. (OL-4)
Airlangga Klaim Ekonomi Indonesia jadi Referensi Negara ASEAN
DI tengah ketidakpastian pasar keuangan global, penurunan tarif bea masuk dari Amerika Serikat (AS) memberi ruang napas baru bagi sejumlah negara.
Indonesia dinilai memiliki posisi yang relatif lebih baik dalam menghadapi gelombang tarif baru dari AS.
Keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan BI rate harus segera disambut pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Per kuartal II 2025 yang lalu, konsumsi swasta dan pemerintah menyumbang 62,53% terhadap PDB, sementara investasi menyumbang 27,83%.
SENIOR Economist DBS Bank Radhika Rao turut buka suara atas pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II yang mencapai 5,12%.
Kemampuan yang dimiliki itu dapat diasah sehingga mampu berpartisipasi dalam upaya peningkatan ekonomi di daerah, bahkan nasional.
Perekonomian NTB menjadi bergairah dengan adanya Fornas kali ini.
SEJUMLAH pasal yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau pada PP Nomor 28 Tahun 2024 menuai kritik. Aturan ini dinilai berdampak negatif terhadap industri dan petani dalam negeri,
KOTA Batu tak hanya lekat dengan suguhan pemandangan alam, kabut, dan kesejukan udara, tetapi juga hamparan perbukitan dan perkebunan milik warga hadir memanjakan mata.
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
EFEKTIVITAS Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai instrumen peningkatan daya beli masyarakat kembali dipertanyakan. Sebab program tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved