Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Demokrasi Siluman Lahirkan APBN Sakit

M. Ilham Ramadhan Avisena
01/8/2021 14:38
Demokrasi Siluman Lahirkan APBN Sakit
Ekonom senior Indef, Didik J. Rachbini(Antara)

APBN merupakan hasil dari sistem demokrasi yang berjalan saat ini. Indonesia disebutnya sedang menjalani sistem demokrasi siluman yang menyebabkan instumen fiskal negara sakit.

“Politik APBN sekarang itu adalah turunan dari demokrasi yang terjadi di dalam pemerintahan dan saya menganggap demokrasi yang berjalan itu adalah demokrasi siluman. DPR sudah tidak mempunyai hak budget, hanya pemerintah saja,” ujar Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini dalam webinar bertajuk Ekonomi Politik APBN, Utang dan Pembiayaan Pandemi Covid-19, Minggu (1/8).

Didik bilang, di tengah krisis ekonomi ini, kebijakan anggaran tidak mencerminkan rasa krisis. Sebab, banyak kegiatan dapat ditunda dan dimanfaatkan anggarannya untuk menangani pandemi, tapi kebijakan yang digunakan justru menarik utang.

Karenanya, dia mengatakan, demokrasi siluman yang berjalan saat ini telah membuat APBN kehilangan dimensi rasionalnya. Padahal, ketika pendapatan negara turun, yang pertama kali mesti dilakukan ialah konsolidasi fiskal. Namun menurut Didik hal itu bukan opsi pertama yang diambil.

“Kalau kita punya pendapatan turun, harusnya kan konsolidasi, Sri Mulyani (Menteri Keuangan) memahami ini, tapi tidak bisa apa-apa, dia tidak punya kekuatan untuk mengubah siluman di sekitarnya,” jelasnya.

Didik bilang, demokrasi siluman yang merusak kebijakan APBN itu akan menimbulkan potensi krisis ekonomi. Menurutnya, hal itu tercermin dari defisit primer yang membengkak. Mau tak mau, pemerintah mencari jalan untuk menutupi defisit tersebut.

Baca juga : Perusahaan Otomotif India di Tanah Air Sumbang 50 Konsentrator Oksigen

Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi salah satu yang dilakukan pemerintah. Hanya, langkah tersebut dinilai terlalu berisiko lantaran imbal hasil yang ditawarkan dalam obligasi pemerintah cukup tinggi.

Hal tersebut akhirnya membuat pemerintah untuk menarik utang lebih banyak untuk menutupi utang sebelumnya. Penambahan utang itu berdampak pada defisit anggaran negara. Didik menilai, hal itu akan berkepanjangan dan menjadi beban bagi Indonesia di masa mendatang.

“Jadi krisis membuat utang semakin besar, menjadi penyakit kronis APBN di tengah pendaptan pajak yang turun drastis dan tidak ada konsolidasi. Risiko pembiayaan utang terlilit bunga utang yang tidak terkendali. Ini terjadi karena demokrasi tadi. Memang sulit kalau hanya sendiri melawan kekuatan itu,” jelasnya.

Merujuk data Kementerian Keuangan posisi utang pemerintah pada Juni 2021 mencapai Rp6.554,6 triliun. Dus, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) menjadi 41,35%, atau meningkat 24,5% dari Juni 2020.

SBN menjadi sumber yang mendominasi pengadaan utang pemerintah. Porsi SBN dalam pengadaan utang pemerintah mencapai 87,14% yang terdiri dari SBN berdenominasi rupiah sebesar Rp4.430,87 triliun, dan SBN valuta asing senilai Rp1.280,92 triliun.

Adapun utang yang berasal dari pinjaman tercatat sebesar Rp842,76 triliun, terdiri dari pinjaman luar negeri Rp830,24 triliun, dan pinjaman dalam negeri Rp12,52 triliun. (OL-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya