Ekonom Senior Indef : Calon Pemimpin Harus Paham APBN

Mediaindonesia.com
28/7/2021 22:55
Ekonom Senior Indef : Calon Pemimpin Harus Paham APBN
Webinar "Memahami Politik APBN”  pada peserta Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute secara virtual.(Ist)

EKONOM Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Prof.Didik J.Rachbini, M.Sc, PhD menegaskan, calon pemimpn bangsa harus paham bagaimana APBN dibuat. Kemudian, bagaimana implmentasi APBN di lapangan, mana yang sudah sesuai dan mana yang belum.

Disebutkan bahwa defisit APBN 2020 ini sangat besar yaitu sekitar Rp1000  triliun. Ini terlihat dari angka pendapatan yang bersumber dari pajak dan non-pajak (hibah dan royalty) sebesar Rp 1.699 triliun, tapi pengeluaran atau belanja pemerintah pusat dan daerah sebesar Rp 2.670 triliun.

Angka defisit Rp 1.000 triliun ini naik naik tiga kali lipat dari defisit sebelum pandemi Covid-19 yang hanya sekitar Rp 300 triliun. Kenapa demikian? Ketika APBN ini disusun, proyeksi penambahan anggaran untuk penanganan Covid-19 dinaikan.

“Tapi apa yang terjadi, penanganan Covid-19 masih belum memperlihatkan keberhasilan, padahal sudah disokong anggaran yang besar. Ini terjadi karena tidak ada check and balance yang kuat,” kata Didik J Rachbini ketika memberikan materi bertema "Memahami Politik APBN”  pada peserta Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute Angkatan X Seri 12 yang digelar secara zoom, Rabu (28/7) malam.

”Dan di masa krisis biasanya ada ekonomi rente yang ikut bermain untuk mengutak atik APBN, tapi untuk kepentingan lain,” kata Prof.Didik.

 Sebenarnya, lanjut Didik, angka defisit Rp 1.000 triliun itu bisa dikurangi dengan langkah efesiensi yang dilakukan. Tapi hal ini malah tak terjadi, ujungnya generasi mendatang akan menanggung utang yang sangat besar itu.

“Saya sudah sering kritik. Cari saja di Google, pasti banyak pernyataan saya soal kritik APBN ini. Jika tidak mau juga diperbaiki, itu namanya bebal, dan DPR sepertinya diam. Jadi DPR kurang kritis, sehingga APBN yang defisitnya sangat besar bisa lolos,” tambah Didik.

Pada awal tahun 2011, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit APBN sepanjang tahan 2020 mencapai Rp 956,3 triliun atau 6,09% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

“Defisit ini lebih tinggi dibandingkan periode sama tahun 2019 sebelumnya yang hanya tercatat sebesar Rp348,7 triliun,” jelasnya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan defisit sepanjang 2020 terjadi akibat penerimaan negara tak sebanding dengan belanja negara pemerintah.

Di mana pendapatan negara hanya mencapai Rp1.633,6 triliun, sedangkan posisi belanja negara meningkat mencapai Rp2.589,9 triliun seiring dengan program pemulihan ekonomi nasional.

Seperti diketahui, Sekolah Kepemimpinan Politik Bangsa (SKPB) Akbar Tandjung Institute ini memasuki Angkatan X Seri 12. Peserta diskusi bertema memahami politik APBN ini sekitar 45 peserta.

Hadir dalam acara ini, Direktur Program AT Institute, Dr. Agustian, Direktur Eksekutif AT Institute, Dr. Puji Wahono, dan Kepala Sekolah SKPB, Dr. Alfan Alfian. Secara rutin SKPB mengundang pakar berbagai bidang ilmu dan praktisi untuk mengisi proses pembelajaran yang kreatif dan aktual.

Direktur Program AT Institute, Dr. Agustian mengatakan, tema soal politik APBN ini sangat penting mengingat calon pemimpin itu harus memahami bagaimana sebuah APBN dan juga APBD disusun, proses tarikmenarik, dan bagaimana implementasi di lapangan.

Sedangkan Direktur Eksekutif AT Institute, Dr. Puji Wahono menambahkan, selaian politik praktis, maka calon pemimpinbangsa memang harus paham soal ekonomi, khususnya ekonomi negara berupa penyusunan APBN, sumber APBN, dan dan pengelolaannya.

Ujian pemimpin

Dalam kaitan situasi krisis, khususnya pandemi Covid-19 yang terjadi di hamper semua negara, seorang pemimpin atau kepala negara, diuji.

Karena itu, kepemimpinnya harus mampu memperlihatkan bagaimana dia menangani krisis dengan baik, termasuk, bagaimana mengelola keuangan negara dalam rangka menuntaskan krisis tersebut.

Prof.Didik yang juga Ketua Dewan Pengurus LP3ES ini lebih mengatakan, kritik atas pola kepemimpinan di saat krisis pandemi Covid-19 harus terus disuarakan, sebab tidak mungkin lingkaran dalam kekuasaan melakukan kritik atas jalannya pemerintahan.

Menurut Prof.Didik yang juga Rektor Unversitas Paramadina ini, menyatakan, tidak sulit memahami bagaimana APBN itu, karena tidak rumit dan mudah diteliti, apalagi jika ada kejanggalan antara pemasukan dan pengeluaran.

“Jika anatara pemasukan dan pengeluaran adaperbedaan atau disparitas yang cukup tinggi , itu namanya defisit. Nah,defisit anggaran atau APBN kita saat ini sangat besar, tidak sesuai dengan penggunaannya,” katanya (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya