Kemenkeu Ingin Penyidik Ditjen Pajak Punya Kewenangan Lebih

M. Ilham Ramadhan Avisena
05/7/2021 14:54
Kemenkeu Ingin Penyidik Ditjen Pajak Punya Kewenangan Lebih
Ilustrasi dua petugas pajak berbincang di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta.(Antara)

KEMENTERIAN Keuangan (Kemenkeu) mengusulkan agar penyidik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) diberikan kewenangan lebih dalam menangani kasus pajak. Hal itu bertujuan mengoptimalkan pengumpulan kerugian pendapatan negara dalam kasus tertentu.

Penyidik DJP diharapkan mendapat kewenangan untuk penyitaan aset, menangkap dan menahan tersangka kasus pajak. “Menjadi penting bagi kami untuk memiliki kewenangan, meski kami tidak bisa sendiri dan harus bekerja sama dengan kepolisian. Paling tidak ada kewenangan menyertai penyidik kami bersama kepolisian,” ujar Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Suryo Utomo dalam rapat dengan Komisi XI secara virtual, Senin (5/7).

Usulan itu dibawa pemerintah dalam agenda perevisian Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang masih dibahas bersama DPR. Apabila kewenangan tersebut diberikan kepada penyidik DJP, lanjut Suryo, potensi penerimaan negara atas kerugian dari kasus pajak bisa dioptimalkan.

Baca juga: Menkeu: Pendapatan Negara Semester I 2021 Tumbuh 9,1%

Sebab, dalam UU KUP yang berlaku saat ini, penyidik DJP tidak memiliki kewenangan tersebut. Hal itu membuat penerimaan negara kerap tidak setimpal dengan kerugian yang dialami. Pasalnya dalam UU KUP, aset recovery yang dapat dilakukan pemerintah hanya 0,05% berdasarkan putusan pengadilan.

“Kami sangat berharap penyidik pajak bisa melakukan sita aset. Sehingga, pada waktu putusan pengadilan dibacakan, sudah ada putusan aset yang bisa digunakan untuk meng-cover kerugian negara atau sanksi yang dijatuhkan pengadilan itu sendiri,” papar Suryo.

Sedangkan kewenangan untuk menahan dan menangkap tersangka kasus pajak, penyidik DJP akan tetap bekerja sama dengan kepolisian. Selama ini, kewenangan untuk menahan dan menangkap tersangka kasus pajak hanya bisa dilakukan oleh Polri.

Baca juga: KPK Tetapkan Angin Prayitno Tersangka Kasus Suap Pajak

Dalam revisi UU KUP, pemerintah juga mengusulkan agar terpidana kasus pajak tak diperkenankan untuk memilih hukuman badan (subsider). Sebab, hukuman badan yang dijatuhi pengadilan tidak mengembalikan kerugian penerimaan negara.

“Ini relasinya terkait recovery rate untuk kerugian pada pendapatan negara setelah putusan pengadilan. Ada satu kondisi bahwa sebagian besar terpidana lebih memilih menjalani hukuman subsider, daripada mengganti kerugian pendapatan negara,” tukasnya.

Lalu, pemerintah mengusulkan jika pelanggaran pajak terbukti dilakukan secara sengaja oleh terpidana pajak, denda wajib dilunasi dan tidak mendapatkan hukuman badan. Apabila terpidana tidak mampu melunasi denda tersebut, pemerintah bisa menyita aset terpidana untuk dilelang guna memulihkan penerimaan negara.(OL-11)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya