Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Komitmen Ekonomi Hijau Jokowi Perlu Dukungan APBN 2022

Mediaindonesia.com
05/5/2021 15:06
Komitmen Ekonomi Hijau Jokowi Perlu Dukungan APBN 2022
Presiden Joko Widodo.(MI/Biro Pers Setpres/Lukas.)

PRESIDEN Joko Widodo menyampaikan komitmennya untuk memperkuat ekonomi hijau (green economy) di Indonesia dalam kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2021 di istana negara, Selasa (4/5). Pernyataan presiden ini menjadi langkah penting dalam penguatan ekonomi hijau dan mencegah krisis iklim.

Menurut Presiden, Indonesia punya potensi kekayaan alam seperti hutan tropis yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk paru-paru dunia. Untuk memperkuat green economy, Jokowi mengatakan bahwa transformasi energi menuju energi baru dan terbarukan harus dimulai. "Karena itu, green technology dan green product harus diperkuat untuk meningkatkan daya saing Indonesia di luar negeri," ujarnya.

Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Paul Butar Butar menyambut baik komitmen yang disampaikan presiden dalam musrenbangnas tersebut. Bagi Paul, transformasi menuju energi baru dan terbarukan merupakan keharusan yang wajib dijalankan oleh pemerintah dan semua stakeholders. "Energi baru dan terbarukan adalah masa depan kita," tegas Paul.

Paul menambahkan bahwa sehubungan dengan pernyataan Presiden tersebut dan dalam rangka mencapat net zero emission pada 2050, Indonesia harus memaksimalkan pemanfaatan energi terbarukan sedikitnya 50% di 2050. Indonesia juga harus mulai mengurangi penggunaan energi berbasis fosil dan sama sekali tidak menggunakan fosil lagi mulai 2050, kecuali menggunakan teknologi carbon capture and storage.

Baca juga: Presiden Sebut Ekonomi Hijau dan Biru Kunci Pertumbuhan Masa Depan

 

Paul yang juga anggota Koalisi masyarakat sipil Generasi Hijau (Gerakan Ekonomi Hijau Masyarakat Indonesia) menegaskan bahwa transisi menuju energi baru dan terbarukan membutuhkan dukungan dan keseriusan pemerintah di semua tingkatan, terutama dukungan regulasi dan kebijakan fiskal di tingkat nasional dan daerah. Selain itu, lanjut Paul, Indonesia membutuhkan peta jalan (roadmap) transisi energi menuju net zero emission tahun 2050. Karena itu, "Komitmen Presiden Jokowi yang disampaikan dalam musrenbangnas tersebut perlu kita dukung dan apresiasi bersama," tegas Paul.

 

Senada dengan Paul, Sekjen Fitra (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran) yang juga Koordinator Koalisi Generasi Hijau, Misbah Hasan, menambahkan bahwa transisi menuju ekonomi hijau tidak cukup hanya di level komitmen politik, tetapi dibutuhkan kemampuan eksekusi di tingkat birokrasi oleh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Karena itu, dukungan pendanaan dari APBN dan APBD menjadi keharusan dalam memperkuat komitmen yang sudah disampaikan Presiden.

Memang terdapat sejumlah skema kebijakan fiskal yang bisa digunakan pemerintah untuk memperkuat transisi menuju green economy, termasuk perpajakan, penandaan anggaran (budget tagging), dan transfer anggaran berbasis ekologi. Namun, Misbah memberi penekanan supaya pemerintah mengalokasikan anggaran yang memadai dalam APBN 2022 untuk mendukung komitmen politik Presiden ini. Untuk tahap awal, tegas Misbah, komitmen Presiden harus secara eksplisit dimasukkan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2022 yang sedang disusun oleh Bappenas dan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022 yang sedang dipersiapkan oleh Kementerian Keuangan, nota keuangan dan RAPBN 2022.

Sementara itu, Ketua IAP2 Indonesia (International Association for Public Participation) Aldi Muhammad Alizar memberi penekanan tentang pentingnya sinergi antarkementerian/lembaga dan pemerintah daerah dalam memperkuat green economy. Selain itu, kolaborasi antarstakeholders, baik state actors maupun non state actors seperti sektor swasta dan masyarakat sipil, juga perlu diperkuat untuk mendukung kebijakan transisi menuju ekonomi hijau. "Jika antarkementerian/lembaga, sektor swasta, dan masyarakat sipil jalan sendiri-sendiri dan tidak berkolaborasi, komitmen Presiden dalam penguatan ekonomi hijau akan sulit dilaksanakan," tegas Aldi.

Dalam perspektif yang sama, Direktur Eksekutif Rumah Indonesia Berkelanjutan (RIB) Dr. Cand Yusdi Usman mengingatkan tentang target NDC (Nationally Determined Contributions) penurunan emisi karbon yang harus dicapai Indonesia pada 2030. Untuk mencapai target tersebut, komitmen Presiden tentang ekonomi hijau tidak boleh berhenti di pernyataan saja, tetapi harus dilaksanakan oleh jajarannya di kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.

"Komitmen Presiden sudah bagus, tetapi dukungan kementerian/lembaga dan kebijakan fiskal masih sangat lemah," ujar Yusdi. Yusdi mencontohkan kecilnya dana penanganan perubahan iklim yang diusulkan Bappenas sebagai prioritas nasional tahun 2022, yakni hanya Rp9,6 triliun. Meskipun pemerintah sedang fokus pada pemulihan ekonomi karena pandemi covid-19, tetapi, lanjut Yusdi, pemulihan ekonomi hijau untuk kebutuhan jangka panjang harus dijalankan secara serius oleh pemerintah. (RO/OL-14)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya