Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

​​​​​​​Menkeu: Pandemi Tingkatkan Rasio Utang Pemerintah

M. Ilham Ramadhan Avisena
19/11/2020 18:38
​​​​​​​Menkeu: Pandemi Tingkatkan Rasio Utang Pemerintah
Menkeu Sri Mulyani saat membacakan tanggapan pemerintah di Rapat Paripurna DPR RI.(Antara/Akbar Nugroho)

PANDEMI covid-19 menyebabkan kenaikan rasio utang pemerintah. Sebab, belanja negara harus terus berjalan, namun penerimaan tertekan cukup dalam.

"Adanya covid-19 membuat semua negara melakukan countercyclical. Menggunakan instrumen fiskal untuk mendorong ekonomi,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pemaparan virtual, Kamis (19/11).

“Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di banyak negara mengalami kenaikan. Ini kemudian menyebabkan rasio utang terhadap PDB meningkat," imbuh Ani, sapaan akrabnya.

Baca juga: BI Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 3,75%

Hingga akhir September 2020, total utang pemerintah mencapai Rp5.756,87 triliun, dengan rasio terhadap PDB sebesar 36,41%. Komposisi utang mencakup pinjaman sebesar Rp864,29 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) Rp4.892,57 triliun.

Bendahara Negara menyebut tekanan fiskal terlihat semakin nyata. Saat pemerintah melebarkan deifisit APBN hingga 6,34% pada 2020. Angka itu melampaui ketentuan normal bahwa defisit harus terjaga di bawah 3%.

Melebarnya deifist anggaran disebabkan langkah pemerintah menaikkan alokasi belanja menjadi Rp2.739 triliun. Kebijakan itu bertujuan membantu seluruh sektor perekonomian dan penanganan pandemi covid-19. Pada saat bersamaan, pelemahan ekonomi menyebabkan penerimaan negara anjlok menjadi Rp1.699 triliun.

Baca juga: Menkeu: Pemulihan Ekonomi Jangan Hanya Bergantung pada APBN

Penerimaan itu berasal dari pendapatan pajak yang ditargetkan akan mencapai Rp1.405 triliun hingga tutup buku anggaran 2020. Tapi, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai target tersebut sukar dicapai.

"Ini adalah penerimaan perpajakan yang rendah, karena memang alami kontraksi. Ini pun masih ada risiko tidak tercapai. Ternyata kondisi dari korporasi maupun masyarakat betul-betul tertekan," pungkas Ani.

Kendati demikian, pihaknya optimistis ekonomi akan membaik dan terus bergerak ke arah positif hingga 2021. Optimisme itu dilandas perbaikan ekonomi pada kuartal III 2020 sebesar minus 3,49%. Capaian tersebut naik dari kuartal II 2020 yang minus 5,32%.(OL-11)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya