Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Stabilitas Sistem Keuangan Terjaga di Tengah Gejolak Tarif Donald Trump

Insi Nantika Jelita
28/7/2025 21:09
Stabilitas Sistem Keuangan Terjaga di Tengah Gejolak Tarif Donald Trump
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati(MI/Insi Nantika Jelita)

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengeklaim stabilitas sistem keuangan nasional pada triwulan II 2025 tetap terjaga di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi, terutama dipengaruhi dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS), dan eskalasi ketegangan geopolitik. Hal itu disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers berkala KSSK, Jakarta, Senin (28/7).

KSSK yang terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), terus memperkuat sinergi dan koordinasi antar-lembaga dalam menjalankan kebijakan fiskal, moneter, makroprudensial, serta penjaminan simpanan.

“Kami akan terus memperkuat koordinasi dan sinergi agar kebijakan antar-lembaga tersebut dapat memastikan stabilitas sistem keuangan tetap terjaga,” ujar Sri Mulyani.

Ia memperkirakan keberhasilan dari negosiasi penurunan tarif resiprokal Amerika Serikat untuk Indonesia menjadi 19% dapat mendorong kinerja sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur. Di sisi lain, impor dengan tarif 0% atas produk AS diproyeksikan mendorong harga produk migas dan pangan Indonesia menjadi lebih rendah.

Selain menjaga stabilitas, KSSK juga menaruh perhatian pada upaya mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Ketidakpastian global sepanjang April hingga Juni 2025 berdampak pada perekonomian dunia. Pada April lalu, AS mulai menerapkan tarif resiprokal yang direspons dengan retaliasi dari Tiongkok. Situasi ini, kata Menkeu, memicu ketegangan perdagangan dan menekan laju pertumbuhan ekonomi global.

Perang Timur Tengah

Di sisi lain, eskalasi konflik geopolitik di Timur Tengah turut memperburuk kondisi global. Dampaknya dirasakan oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang yang mengalami perlambatan pertumbuhan.

Di Asia, ekonomi Tiongkok tumbuh 5,2% secara tahunan (year-on-year) pada triwulan II, melambat dibandingkan triwulan I yang tumbuh 5,4%. Penurunan ekspor Tiongkok ke AS menjadi faktor utama. Sementara itu, India diperkirakan masih tumbuh cukup solid berkat kuatnya investasi domestik.

"Namun, sejumlah negara berkembang lainnya mengalami perlambatan akibat penurunan ekspor dan melemahnya perdagangan global," kata Menkeu.

Kondisi ini turut mendorong lembaga internasional merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Bank Dunia menurunkan proyeksinya dari 3,2%, sedangkan OECD merevisi pertumbuhan global 2025 dari 3,1% menjadi 2,9%. Hal ini dianggap menjadi sinyal penting bahwa tekanan eksternal masih tinggi dan perlu terus diwaspadai.

Meski demikian, KSSK tetap optimistis terhadap perekonomian Indonesia. Konsumsi domestik dan daya beli masyarakat tetap positif, serta aktivitas dunia usaha menunjukkan ketahanan yang baik.

Peran APBN sebagai instrumen counter-cyclical atau penyangga juga dinilai efektif dalam menjaga momentum pertumbuhan sekaligus memperkuat distribusi dan efektivitas pasar.

"KSSK optimis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tribulan kedua akan tetap terjaga," pungkas Menkeu.

AS Picu Ketidakpastian Global

Dihubungi terpisah,Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menuturkan kebijakan AS yang memberlakukan tarif resiprokal efektif terhadap negara-negara maju dan berkembang telah menyebabkan peningkatan ketidakpastian global. Lalu, penurunan yield obligasi pemerintah AS (US Treasury), serta pelemahan mata uang dolar AS. Ini yang mendorong investor melakukan pengalihan modal ke aset-aset safe haven seperti emas dan aset keuangan di Eropa dan Jepang.

"Hal ini berdampak pada aliran modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, yang berpotensi memberi tekanan pada stabilitas nilai tukar rupiah," kata Josua.

Namun demikian, koordinasi kebijakan KSSK diyakini mampu menjaga ketahanan ekonomi nasional. Kebijakan stabilisasi BI yang dilakukan melalui intervensi aktif di pasar offshore (Non-Deliverable Forward/NDF) maupun pasar domestik melalui Domestic NDF, serta, operasi moneter pro-market diharapkan mampu mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah.

Dari sisi pertumbuhan ekonomi, lanjut Josua, diperkirakan akan mengalami koreksi moderat, sejalan dengan revisi pertumbuhan ekonomi global oleh IMF yang turun menjadi 2,8% pada 2025. Khusus Indonesia, proyeksi pertumbuhan ekonomi terkoreksi menjadi sekitar 4,7%.

"Ini relatif lebih baik dibandingkan beberapa negara ASEAN seperti Thailand, Vietnam, Filipina, dan Meksiko yang mengalami koreksi lebih dalam," ucapnya.

Pertumbuhan ekonomi domestik yang relatif terjaga ini didukung oleh konsumsi rumah tangga yang masih kuat, terutama didukung oleh stimulus fiskal pemerintah, belanja sosial, serta momentum belanja musiman seperti Idulfitri.

Josua menambahkan aktivitas investasi juga tetap kuat dengan berlangsungnya Proyek Strategis Nasional (PSN) serta aktivitas sektor properti swasta yang cukup ekspansif. Kinerja ekspor non-migas juga masih tumbuh baik, terutama untuk komoditas utama seperti minyak sawit (CPO), baja, serta mesin dan peralatan elektrik. (E-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya