Headline

AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.

Fokus

Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.

Indef : Pemerintah Harus Buka Lapangan Kerja Lebih Banyak 

Deri Dahuri
02/3/2020 22:08
Indef : Pemerintah Harus Buka Lapangan Kerja Lebih Banyak 
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus. (MI/Twitter)

PENELITI Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan masalah terbesar dari tingginya jumlah pengangguran di Indonesia disebabkan oleh ketimpangan antara jumlah angkatan kerja dengan ketersediaan lapangan kerja. Lapangan kerja yang tersedia saat ini dinilai masih terbatas dan belum bisa menandingi laju pertumbuhan angkatan kerja.

“Jumlah orang ngangur sekarang 7,05 juta tapi setahun sebelumnya itu cuma 7,00 juta. Artinya meningkat 0,5 juta orang. Kenapa demikian, karena pertumbuhan angkatan kerja semakin banyak. Artinya lulusan-lulusan kuliah sekolah mencari kerja itu pertumbuhannya makin banyak. Nah sementara yang lolos masuk ke dunia pekerjaan itu relatif lebih lambat pertumbuhannya daripada pertumbuhan laju angkatan kerja baru,” kata Heri saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (2/3).

Heri menjelaskan, hal yang harus dilakukan pemerintah untuk mengatasi ketimpangan tersebut adalah dengan membuka lapangan kerja lebih banyak lagi. Salah satu caranya adalah dengan mendatangkan banyak investor.

“Bagaimana mengatasi supaya lapangan kerja lebih banyak ya tentu mengundang banyak investor. Investor luar dan dalam negeri. Jadi intinya meningkatkan iklim investasi supaya investor banyak masuk sehingga investor itu pada buka pabrik, buka industri segala macem kan butuh tenaga kerja jadi bagaimana supaya investornya masuk salah satunya mungkin dengan yang sekarang lagi digagas pemerintah Omnibus Law Cipta Kerja,” kata Heri. 

Menurut Heri, iklim investasi di Indonesia saat ini masih belum bisa menarik perhatian para investor. Banyak Investor yang masih enggan berinvestasi di Indonesia lantaran biaya produksi di Indonesia jauh lebih mahal ketimbang negara-negara lain.

“Biaya produksi itu contohnya apa, misalnya untuk bikin satu handphone di Indonesia itu butuh modal yang lebih banyak ketimbang bikin satu handphone di Vietnam. Ya pasti orang milihnya ke Vietnam karena biaya modalnya lebih murah," jelas Heri.

"Di sini modalnya mahal kenapa, ya karena macet dimana-mana, ongkos logistiknya mahal, pungutan liar, bayar ini itu segala macem, belum lagi administrasi birokrasi, akhirnya modal secara keseluruhan bagi investor sangat mahal,” kata Heri.

Heri menambahkan, investasi menjadi salah satu variabel dari pertumbuhan ekonomi suatu negara. Masih stagnan-nya pertumbuhan ekonomi di Indonesia, menurut Heri, juga disebabkan oleh masalah investasi. Investasi yang masuk di Indonesia saat ini baru di sektor jasa.
 
“Nah kalo masuk ke sektor jasa itu berarti penyerapan tenaga kerjanya kurang banyak. Tapi kan lebih bagus lagi kalau yang masuk itu investasi di bidang industri dan sektor padat karya. Dengan demikian daya beli akan meningkat sehingga konsumsi rumah tangga terus meningkat dan bisa terus mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Heri. RO/(OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya