Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Siswa di Swedia Kembali Dibiasakan Menulis Tangan dan Baca Buku Teks

Devi Harahap
13/9/2023 16:04
Siswa di Swedia Kembali Dibiasakan Menulis Tangan dan Baca Buku Teks
Ilustrasi membaca buku teks(Ist)

SWEDIA memiliki terobosan yang tak populer. Jika banyak negara gencar melakukan hilirisasi teknologi pada semua lini kehidupan, negara di Eropa Utara itu justru memilih memperlambat digitalisasi khususnya dalam bidang pendidikan.

Memasuki tahun ajaran baru, para pengajar mulai memperkuat pembelajaran berbasis manual yang mengajak anak-anak untuk kembali membaca teks atau buku cetak dan belajar menulis tangan, memperbanyak latihan motorik halus dan kasar secara menyenangkan. Anak-anak juga diajak untuk memanfaatkan fasilitas perpustakaan dan bertanya langsung dengan para guru. 

Seperti dilansir dari Independent UK pada Selasa (12/9), salah satu negara Skandinavia itu telah mengumumkan penghentian terhadap penggunaan gawai di dalam pembelajaran secara khusus berlaku untuk siswa berusia enam tahun ke bawah mulai tahun ajaran 2023-2024. 

Meskipun metode yang oleh sebagian besar masyarakat global dianggap jadul ini, tetapi bagi Swedia dianggap mampu membekali manusia modern kemampuan literasi yang kuat. Hal itu didasari pada berbagai riset yang ditemukan oleh para pakar dan ilmuwan pendidikan. 

Pada salah satu penelitian, ilmuwan menemukan fakta pendekatan pendidikan yang sangat digital di negara tersebut, termasuk pengenalan tablet di sekolah-sekolah untuk usia dini itu menyebabkan penurunan keterampilan dasar pada anak. 

Menteri Sekolah Swedia Lotta Edholm mengatakan lebih banyak dampak buruk dari penggunaan teknologi secara menyeluruh bagi anak-anak. Murid-murid Swedia membutuhkan lebih banyak buku pelajaran secara fisik untuk pembelajaran siswa. 

“Kami terbuai dengan konsep pengenalan digitalisasi secara dini. Sekarang, sudah jelas dari kajian para ilmuwan bahwa pengenalan digitalisasi kepada anak-anak harus dilakukan secara terukur,” katanya. 

Baca juga: ‘Efek Beyonce’ Terjadi, Berikan Efek Besar di Sektor Ekonomi Swedia

Seorang siswa sekolah dasar yang duduk di bangku kelas tiga di Stockholm, Liveon Palmer (9), menyatakan persetujuannya untuk menerapkan sistem pembelajaran berbasis teks secara langsung di sekolah.

“Saya lebih suka menulis di sekolah, seperti di atas kertas, karena terasa lebih baik,” katanya. 

Meski secara global Swedia tetap berada di peringkat atas terkait literasi masyarakatnya dengan nilai di atas rata-rata dari negara lain di Eropa, khususnya dalam kemampuan membaca, tetapi para pakar dari Studi Kemajuan Literasi Membaca Internasional melihat adanya tren kemerosotan nilai literasi di Swedia sepanjang periode 2016-2021. 

Para pakar tersebut menilai kemampuan literasi generasi muda Swedia terutama generasi Z mengalami penurunan dan tidak sebaik generasi sebelumnya. Pada tahun 2016, siswa kelas empat Swedia memiliki rata-rata skor membaca 555 poin, akan tetapi turun menjadi 544 poin pada tahun 2021. 

Swedia selama ini telah mengakrabkan murid-murid PAUD dengan gawai elektronik, terutama sabak. Mereka terbiasa bermain games pendidikan dengan gawai. Di tingkat lebih atas, murid-murid sekolah terbiasa menggunakan internet secara independen untuk mengumpulkan informasi dan menyelesaikan tugas sekolah. 

Sebagai perbandingan, Singapura yang menduduki peringkat skor membaca teratas mampu meningkatkan skornya dari 576 menjadi 587 pada periode yang sama. Sementara skor pencapaian membaca rata-rata Inggris hanya turun sedikit, dari 559 pada tahun 2016 menjadi 558 pada tahun 2021.

Institut Karolinska Swedia menyatakan dalam laporannya, fenomena defisit pembelajaran mungkin disebabkan oleh pandemi virus corona dan adanya peningkatan jumlah siswa imigran yang tidak berbicara bahasa Swedia sebagai bahasa pertama mereka. 

“Penggunaan gawai berlebihan selama jam sekolah juga dapat menyebabkan anak-anak tertinggal dalam mata pelajaran inti. Ada bukti ilmiah yang jelas bahwa perangkat digital lebih merusak daripada meningkatkan pembelajaran siswa,” ujar peneliti Institut Karolinska Swedia dalam sebuah pernyataan terkait strategi digitalisasi nasional di bidang pendidikan.

Para ilmuwan percaya kemampuan literasi bisa dikembalikan melalui buku teks cetak dan keahlian guru, daripada menekankan pada pengetahuan yang bersumber dari digital.

“Sumber-sumber pengetahuan yang diakses murid itu tersedia secara bebas dan belum diperiksa keakuratannya,” ujar institut tersebut. 

Adopsi pembelajaran lewat perangkat digital juga telah menarik perhatian badan pendidikan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Dalam sebuah laporan yang diterbitkan bulan lalu, UNESCO mendesak dan menyeru berbagai negara untuk menggunakan teknologi yang tepat dalam pendidikan. 

Laporan tersebut mendesak negara-negara untuk mempercepat koneksi internet di sekolah-sekolah, tetapi pada saat yang sama memperingatkan bahwa teknologi dalam pendidikan harus diimplementasikan sedemikian rupa, agar tidak menggantikan pengajaran tatap muka yang dipimpin oleh guru.(M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya