Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Visi Baru Direktur Rumah Budaya Dunia kelahiran Afrika untuk Magnet Budaya Berlin

Adiyanto
08/7/2023 16:41
Visi Baru Direktur Rumah Budaya Dunia kelahiran Afrika untuk Magnet Budaya Berlin
Bonaventure Ndikun, Direktur baru Haus der Kulturen der Welt (Rumah Budaya Dunia) di Berlin, Jerman.(John MACDOUGALL / AFP)

Haus der Kulturen der Welt (Rumah Kebudayaan Dunia) atau HKW dibangun oleh Amerika Serikat di Jerman pada tahun 1956 selama Perang Dingin untuk tujuan propaganda. Saat itu, Jerman masih terbelah, barat dan timur. Tempat itu dibangun di sisi barat Tembok Berlin, dengan tujuan agar warga blok timur yang berhaluan komunis dapat mellihatnya.

"Tempat ini dulunya mewakili kebebasan tetapi dari perspektif Barat," kata Bonaventure Ndikun, direktur baru rumah budaya tersebut, seperti dikutip AFP, Sabtu (8/7).

Kini pria kelahiran Kamerun berusia 46 tahun itu ingin mengubahnya menjadi tempat yang penuh dengan berbagai budaya dunia.

Pusat kesenian yang berada  di tepi Sungai Spree, Berlin ini dikenal masyarakat setempat sebagai "tiram hamil" karena atapnya yang melengkung seperti tiram. Di sana ada ruang pameran dan auditorium berkapasitas 1.000 kursi.

Tempat ini dibuka kembali pada Juni lalu setelah renovasi. Proyek pertama Ndikung adalah menggelar pameran yang diberi tajuk Quilombismo, diambil dari bahasa Brasil yang merujuk pada komunitas yang dibentuk pada abad ke-17 oleh para budak Afrika, yang melarikan diri ke bagian terpencil negara Amerika Selatan itu.

Tema ini cocok dengan tujuannya yang ingin menjadikan tempat ini sebagai proyek multikuturalisme pascakolonial. Sepanjang musim panas ini akan ada pertunjukan, konser, pemuatan film, diskusi, serta pameran seni kontemporer dari masyarakat pascakolonial di seluruh Afrika, Amerika, Asia, dan Oseania.

Pada bagian dari pameran "Quilombismo" dapat ditemukan terpaku di lantai -- kepang Afrika yang diikat menjadi satu, simbol pembebasan bagi orang kulit hitam. Karya ini diciptakan oleh seniman Zimbabwe, Nontsikelelo Mutiti.

Menurut Ndikun, budak Afrika di perkebunan terkadang menganyam rambut mereka dengan cara tertentu sebagai semacam pesan bersandi kepada mereka yang ingin melarikan diri dan menunjukkan arah mana yang harus mereka tuju.

Memikirkan kembali ruang

"Kami telah mencoba memikirkan kembali ruang. Kami mengundang seniman untuk mengecat dinding... bahkan lantai," kata Ndikun yang datang untuk belajar di Jerman pada 26 tahun lalu.

Dengan gelar doktor dalam bidang biologi medis, ia pernah bekerja sebagai insinyur sebelum mengabdikan dirinya pada seni. Pada 2010, ia mendirikan galeri Savvy di Berlin, menyatukan seni dari Barat dan tempat lain. Pada 2017 ia menjadi salah satu kurator Documenta, sebuah acara seni kontemporer bergengsi di Kota Kassel, Jerman.

Ndikun percaya selama ini sejarah telah ditulis oleh jenis orang tertentu, kebanyakan berkulit putih dan laki-laki. Oleh karena itu, ia kini mengubah nama semua ruangan di HKW menjadi nama perempuan. “Ini adalah tokoh-tokoh yang telah melakukan sesuatu yang penting bagi kemajuan dunia tetapi terhapus dari sejarah, “ tambahnya.

Di antara nama-nama itu adalah Paulette Nardal. Perempuan yang lahir di Martinik pada tahun 1896 itu adalah perempuan afrika yang membantu menginspirasi gerakan "negrititude", yang bertujuan untuk mengembangkan kesadaran sastra kulit hitam. Ia merupakan perempuan kulit hitam pertama yang belajar di Universitas Sorbonne di Paris.

Mengkaji ulang sejarah

Penunjukan Ndikun di HKW muncul seiring tumbuhnya kesadaran di Jerman tentang masa lalu kolonial mereka, yang telah lama dibayangi oleh kekejaman Nazi yang dipimpin Adolf Hitler.

Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah Jerman mulai mengembalikan benda-benda yang dijarah ke negara-negara Afrika yang mereka duduki pada awal abad ke-20, seperti Burundi, Rwanda, Tanzania, Namibia, dan Kamerun. "Sebenarnya ini sangat terlambat," kata Ndikun yang lahir di ibu kota Kamerun, Yaounde.

Salah satu impiannya kini adalah membuka museum di Kamerun yang menyatukan benda-benda bersejarah dan kontemporer dari berbagai negara. Dia ingin sekali mencari benda-benda itu di Bamenda, ibu kota wilayah barat laut Kamerun yang bergolak. "Tapi saat ini ada perang di Bamenda, jadi saya tidak bisa," katanya. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya