Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Menanam pohon atau menjaga hutan hujan tropis telah menjadi cara yang cukup populer bagi sejumlah perusahaan yang ingin mengurangi emisi karbon dan menyatakan komitmen mereka terhadap lingkungan.
Namun, skandal baru-baru ini telah membayangi industri kredit karbon, sekaligus mengungkap lanskap yang penuh dengan peluang pencucian hijau (greenwashing).
Untuk diketahui, kredit karbon adalah izin atau sertifikat yang diberikan kepada suatu perusahaan atau industri, sehingga mereka dapat atau boleh mengeluarkan karbon dioksida atau gas rumah kaca lainnya dalam jumlah tertentu sesuai dengan regulasi yang telah ditentukan. Diperkirakan bahwa satu kredit karbon dapat memungkinkan suatu perusahaan mengeluarkan satu ton emisi karbon dioksida.
Tujuan utama sertifikasi ini adalah untuk mengurangi jumlah emisi gas rumah kaca yang berbahaya ke atmosfer bumi, sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan iklim.
Kredit Karbon ini berawal dari protokol Kyoto 1997. Semula ‘hak’ mencemari udara oleh perusahaan ini bebas dan diberikan secara cuma-cuma. Namun, saat ini hak itu tersebut dibatasi. Hak berpolusi tersebut dikonversi atau diubah menjadi sertifikat berharga atau izin yang dibagikan kepada seluruh perusahaan yang ada.
Akan tetapi, regulasi tersebut memberikan peluang kepada perusahaan dalam menghasilkan emisi gas yang melebihi batas regulasi yang telah diatur. Hal itu lantaran izin ini dapat diperdagangkan. Misalnya, jika suatu perusahaan menggunakan kredit lebih sedikit daripada yang dibelinya (menghasilkan lebih sedikit emisi), mereka dapat memperdagangkan dan menjual kreditnya kepada pihak lain yang membutuhkan.
Seperti diwartakan AFP, Senin (27/2), perusahaan seperti Walt Disney, JP Morgan Bank, dan perusahaan besar lainnya kini dituduh membeli kredit karbon dari proyek perlindungan hutan di daerah yang sebenarnya tidak berisiko deforestasi.
Selain itu, sebuah perusahaan yang bertanggung jawab mengelola 600 ribu hektare lahan di Amerika Serikat, juga dilaporkan memperoleh US$53 juta selama dua tahun terakhir dari kredit karbon yang tidak secara signifikan mengubah praktik pengelolaan hutannya. Tak satu pun dari proyek-proyek ini menyerap karbon lebih dari yang akan diserap oleh pohon melalui fotosintesis dalam skenario bisnis seperti biasa.
Namun, perusahaan itu menghitung kredit karbon yang dihasilkan terhadap target pengurangan mereka sendiri, yang memungkinkan mereka mengimbangi emisi dalam perhitungan karbon yang mereka jalankan.
Masalah kredit karbon ini kemungkinan bakal dibahas oleh para pemimpin dan ahli dari seluruh dunia pada pertemuan One Forest Summit, di Ibu Kota Gabon, Libreville, pada 1 dan 2 Maret 2023.
Dipimpin bersama oleh Prancis dan Gabon, pertemuan tersebut akan berfokus pada peningkatan instrumen keuangan yang ditujukan untuk melindungi hutan dunia.
Sejauh ini, kredit karbon sudah banyak digunakan. Menurut berbagai perkiraan, jumlah ton CO2 yang mereka wakili (dengan satu kredit setara dengan satu ton) dapat meningkat sepuluh kali lipat pada tahun 2030, menjadi sekitar dua miliar ton.
"Aspek berisiko dari pasar kredit karbon adalah tidak mengatur dirinya sendiri," kata Cesar Dugast dari konsultan lingkungan Prancis Carbone 4, dalam sebuah wawancara dengan AFP.
“Setiap orang memiliki kepentingan untuk memaksimalkan jumlah kredit karbon. Hal ini memungkinkan pengembang proyek untuk mendistribusikan biaya total pada jumlah maksimum kredit, menawarkan biaya yang lebih rendah kepada pembeli.
“Bahkan lembaga sertifikasi berkepentingan dengan proliferasi proyek ini,” tambahnya.
Pada pertengahan Januari, The Guardian, Die Zeit, dan sebuah LSM mengungkapkan bahwa lebih dari 90% proyek yang disertifikasi oleh verifikator terkemuka Verra untuk konservasi hutan di bawah program PBB untuk mengurangi deforestasi dan degradasi hutan (REDD+), kemungkinan besar adalah "kredit hantu", atau tidak menghasilkan pengurangan emisi yang nyata.
Namun, CEO Verra, David Antonioli,menolak temuan ini. Merelk beralasan "Proyek-proyek REDD bukanlah suatu konsep abstrak di atas selembar kertas. Mereka mewakili proyek-proyek nyata di lapangan yang memberikan manfaat yang meneguhkan kehidupan."
Memicu perdebatan
Setelah berita ini keluar, harga kredit karbon terkait alam telah turun, menurut Paula VanLaningham, kepala karbon global di S&P Global.
Pengungkapan tentang proyek-proyek REDD+ telah memicu perdebatan yang lebih luas tentang seluruh sistem kredit karbon.
"Apakah proyek itu sendiri merupakan metode yang baik untuk pembiayaan karbon dengan cara yang benar-benar mengarah pada transisi yang adil? Mungkin ya dan tidak," katanya kepada AFP.
Beberapa lembaga pemeringkat independen sejak itu membela metodologi mereka, menekankan kebutuhan penting untuk membiayai proyek-proyek yang melindungi alam.
"Masalah pertama yang kami lihat adalah apakah proyek/misi ini akan terwujud tanpa adanya pasar karbon?" Donna Lee, salah satu pendiri Calyx Global, lembaga pemeringkat independen untuk proyek karbon, mengatakan kepada AFP.
"Kami kemudian melihat bagaimana garis dasar ini ditetapkan dan apa yang akan terjadi jika proyek tidak ada," imbuhnya.
Masalah utama dari inisiatif yang ditujukan untuk menghentikan deforestasi ini adalah bagaimana membuktikan bahwa deforestasi akan terjadi tanpa pendanaan semacam ini.
"Kami melihat pola deforestasi di wilayah tersebut... banyak studi ilmiah menunjukkan bahwa ada hal-hal tertentu seperti jalan, populasi, jarak ke tepi hutan, yang sering dikaitkan dengan deforestasi," kata Lee.
Yang terpenting, kata dia, perusahaan yang membeli kredit ini harus lebih transparan dengan secara jelas menunjukkan dari mana sumber kredit dan bagaimana mereka mengurangi emisi yang mereka hasilkan.
"Kita perlu beralih dari mentalitas kompensasi ke pola pikir berkontribusi," kata Dugast dari Carbone 4.
Dengan kata lain, perusahaan yang membiayai hutan untuk mengimbangi emisi karbon dapat diterima, tetapi bukan sebagai celah untuk menghindari pengurangan emisi yang mereka hasilkan. (AFP/M-3)
Grab Indonesia menyatakan berhasil mencegah emisi karbon hingga 30.000 ton CO2e dari pengoperasian lebih dari 11.000 kendaraan listrik (GrabElectric) di Indonesia.
Transisi energi tidak hanya tentang pengurangan emisi tetapi juga untuk penciptaan lapangan kerja dan peluang investasi.
ESP sangat efektif untuk meningkatkan produksi pada sumur dengan cadangan yang masih besar tapi bertekanan rendah atau dengan angka produksi yang menurun.
Proyek green hydrogen to power tersebut sejalan dengan Rencana Aksi Nasional Hidrogen dan Amonia yang baru diluncurkan Indonesia.
MP TREE di desain untuk menjadi green street furniture, yang tidak hanya berfungsi sebagai pemurni udara tetapi juga fungsi publik, fungsi estetika, dan fungsi edukasi tentang lingkungan.
Proyek yang dijalankan sejak 2022 ini berhasil mengurangi emisi karbon lebih dari 110 ton CO2e di area Cakung saja dengan capaian 8% untuk armada dan 22% untuk konsumsi listrik warehouse.
Ketidakpastian aturan, integritas pasar, dan infrasruktur menjadi hambatan Indonesia menjadi hub pasar karbon Asia Tenggara.
MENTERI Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyatakan bakal melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan untuk membahas perihal pajak karbon.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengungkapkan pasar karbon dunia berpotensi menghasilkan pendapatan Rp8.000 triliun bagi Indonesia.
PEMERINTAH diminta mempertimbangkan kembali penerapan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di 2025. Ruang untuk menunda kebijakan itu dinilai terbuka lebar dan mudah
Pengenalan pajak karbon oleh Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau, untuk menekan emisi CO2 dihadapkan pada penolakan.
CALON wakil presiden nomor urut satu Muhaimin Iskandar menyinggung soal penundaan implementasi pajak karbon hingga 2025.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved