Rabu 16 November 2022, 08:42 WIB

Meditasi dengan Cara ini Sama Efektinya dengan Pil Penenang

Devi Harahap | Weekend
Meditasi dengan Cara ini Sama Efektinya dengan Pil Penenang

Unsplash.com/Erik Brolin
Ilustrasi: Orang sedang Bermeditasi

 

Sebuah studi baru mengungkapkan kursus meditasi 'mindfulness' yang melibatkan fokus atau menjernihkan pikiran menggunakan kombinasi teknik mental dan fisik, ternyata memiliki efektivitas yang sama seperti pengobatan umum untuk mengurangi gejala kecemasan.

Meditasi merupakan salah satu praktik perawatan diri yang kian digandrungi masyarakat modern. Praktik tersebut diandalkan sebagian orang sebagai rutinitas supaya kesehatan mental dan fisik mereka meningkat. Selain itu, meditasi juga membantu orang menerima diri sendiri karena praktik ini bisa menghilangkan tekanan dalam pikiran dan batin.

Penelitian yang diterbitkan di jurnal JAMA Psychiatry pada pekan lalu menunjukkan orang yang berjuang mengatasi kecemasan dapat dibantu, baik dengan pil harian yang memiliki efek samping atau latihan meditasi mindfulness harian yang membutuhkan komitmen waktu yang substansial.

"Untuk kedua perawatan itu, penelitian kami menunjukkan kedua pengobatan itu baik meditasi maupun pengobatan umum memiliki tingkat keberhasilan yang sama," kata penulis studi Elizabeth Hoge, direktur Program Penelitian Gangguan Kecemasan dan profesor psikiatri di Georgetown University Medical Center di Washington, D.C. seperti dilansir dari CNN pada Senin (15/11).

Sementara itu, penelitian ini melibatkan 276 orang dewasa yang didiagnosis dengan gangguan kecemasan umum ini. Setengah dari pasien dipilih secara acak untuk mengonsumsi escitalopram 10 hingga 20 mg, bentuk generik Lexapro, obat umum yang digunakan untuk mengobati kecemasan dan depresi. Separuh lainnya ditugaskan untuk berpartisipasi delapan minggu dalam program pengurangan stres berbasis kesadaran selama 8 Minggu.

"Manfaat semacam itu konsisten dengan penelitian obat lain untuk mengobati kecemasan," kata Craig Sawchuk, seorang psikolog di Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, yang tidak terlibat dalam penelitian baru tersebut.

Studi ini menunjukkan ada pilihan alternatif yang tidak melibatkan obat-obatan untuk membantu mengobati kecemasan, yang sama efektifnya, kata Lindsey McKernan, profesor psikiatri dan ilmu perilaku di Vanderbilt University Medical Center di Nashville, Tennessee, yang juga tidak terlibat dalam penelitian.

Hasilnya mencengangkan, kedua kelompok mengalami pengurangan gejala kecemasan sekitar 20% selama periode delapan minggu, terlepas dari pengobatan mereka.

Elizabeth Hoge, penulis utama studi dan direktur Program Penelitian Gangguan Kecemasan di Pusat Medis Universitas Georgetown, berharap penelitian ini dapat membuka lebih banyak pilihan pengobatan untuk pasien yang mengalami gangguan kecemasan.

“Lexapro adalah obat ampuh. Saya banyak meresepkannya, tapi obat itu tidak direkomendasikan untuk semua orang."

Meditasi dapat dilakukan sebagai pengganti pengobatan pil untuk pasien yang mengalami efek samping parah atau memiliki alergi terhadap obat anti-kecemasan. Selain itu praktik meditasi bisa menjadi langkah pertama bagi orang-orang yang memiliki gangguan ecemasan namun tidak bisa mengkonsumsi obat-obatan.

Namun penelitian tersebut menegaskan pada meditasi tidak boleh menjadi pemicu bagi pasien untuk berhenti minum obat tanpa berkonsultasi dengan dokter.(M-3)

"Jika seseorang sudah minum obat, mereka bisa mencoba meditasi pada saat yang bersamaan. Jika mereka ingin berhenti minum obat, mereka harus konsultasi dengan dokter mereka," ujar Hoge.

Hoge mengatakan setelah pengumpulan data berakhir, peserta diberi pilihan untuk mencoba pengobatan yang belum direkomendasikan kepada mereka. Beberapa pasien yang telah dianjurkan ke kelompok meditasi menemukan bahwa obat tersebut sebenarnya jauh lebih efektif untuk mereka, dan sebaliknya.

Hoge mengatakan bahwa penelitian lebih lanjut dapat mengeksplorasi hal-hal seperti bagaimana prediktor respons dalam perawatan yang berbeda, mempelajari pasien mana yang lebih diuntungkan dari meditasi dibandingkan pengobatan. Kemudian dokter dapat meresepkan pengobatan yang berbeda berdasarkan profil kesehatan pasien.

Para pasien yang ditugaskan ke kelompok meditasi diminta untuk menghadiri kelas meditasi mindfulness secara langsung satu kali dalam seminggu, dengan durasi waktu kelas sekitar dua setengah jam yang diadakan di klinik setempat. Mereka juga diminta untuk bermeditasi sendiri selama sekitar 40 menit per hari.

Salah satu teknik yang dia ajarkan dalam meditasi Mindfulness adalah "one-breath reset" yang membantu pasien menenangkan diri mereka sendiri selama satu tarikan napas.

“Harapan saya yang lain adalah mereka menyadari bahwa jika duduk dan menarik napas secara perlahan bisa membuat rileks dan tenang. Tetapi teknik ini tidak membuat semua orang bjsa merasa rileks, hal ini bisa dilakukan dengan beraktivitas seperti membaca buku, jalan-jalan santai atau berkebun,” ujarnya.

Para pasien yang ditugaskan ke kelompok meditasi berpartisipasi dalam program khusus yang disebut pengurangan stres berbasis kesadaran, yang pertama kali dikembangkan oleh Jon Kabat-Zinn pada tahun 1970-an. Program ini bersifat sekuler tetapi didasarkan pada beberapa ajaran Buddha.

"Ini seperti keterampilan yang dilatih. Orang belajar untuk memiliki hubungan yang berbeda dengan pikiran mereka. Dalam latihan, kami melatih orang untuk melepaskan pikiran, bersabar dan lembut dengan pikiran, biarkan berlalu begitu saja," ujar Hoge.

Latihan meditasi Mindfulness secara berulang kali, bisa menenangkan pikiran mereka. Orang-orang berpikir meditasi itu sulit, bahwa kita harus menjaga dan mengosongkan pikiran agar tetap jernih dari berbagai pikiran dan masalah.

"Bukan itu masalahnya. Anda masih bisa dikatakan sedang bermeditasi bahkan saat memikirkan sesuatu, yang penting ada niat untuk bermeditasi," ujarnya.

Meditasi dapat membantu mengganggu putaran umpan balik yang menumbuhkan kecemasan. Hal itu cenderung menjadi sesuatu yang menggerus dirinya sendiri.

"Apa yang terjadi adalah seseorang menjadi cemas? Tentu akan mengganggu keterampilan kognitif dan sosial mereka. Saat orang tersebut mulai merasa lebih terganggu, itu menimbulkan kecemasan," imbuhnya.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam American Journal of Nursing pada tahun 2011 menemukan bahwa program mindfulness delapan minggu sama efektifnya dengan antidepresan untuk mencegah kambuhnya depresi.

"Program meditasi yang berbeda konsep mungkin bisa sesuai dan membantu mengobati gejala depresi atau ADHD. Saya pikir ada peluang besar di sana," katanya.

Baca Juga

Michael Dantas / AFP

Brasil Kirimkan Bantuan Darurat ke Wilayah Amazon yang Dilanda Kekeringan

👤Adiyanto 🕔Jumat 29 September 2023, 20:06 WIB
Negara bagian Amazonas di barat laut Brasil merupakan negara bagian terbesar berdasarkan luas wilayah, mencakup sebagian besar hutan hujan...
dok: OCS

OCS Menggandeng World Cleanup Day Indonesia Bersihkan Sampah di Sungai Ciliwung

👤Adiyanto 🕔Jumat 29 September 2023, 19:50 WIB
World Cleanup Day merupakan gerakan global bersih-bersih sampah yang dilakukan serentak setiap minggu ketiga di bulan...
MI

Urutan Negara Penghasil Timah Terbesar di Dunia

👤Joan Imanuella Hanna Pangemanan 🕔Jumat 29 September 2023, 16:24 WIB
TIMAH telah digunakan oleh manusia sejak zaman kuno. Orang Romawi kuno menggunakan timah dalam pembuatan pipa air dan sebagai bahan...

E-Paper Media Indonesia

Baca E-Paper

MI TV

Selengkapnya

Berita Terkini

Selengkapnya

BenihBaik.com

Selengkapnya

MG News

Selengkapnya

Berita Populer

Selengkapnya

Berita Weekend

Selengkapnya